Macet dan Banjir
Depan Kepala Daerah, Pramono dan Dedi Mulyadi Saling Sindir Soal Macet dan Banjir
Persoalan klasik yang sulit diatasi, macet dan banjir, membuat Gubernur Jakarta Pramono Anung dan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi saling sindir.
Selain itu, perluasan jaringan Transjabodetabek yang kini menjangkau wilayah penyangga seperti Bogor, Depok, dan Bekasi disebut memengaruhi kondisi lalu lintas di Jakarta.
“Orang membayar pagi hari sebelum jam 07.00 hanya Rp 2.000, setelah jam 07.00 Rp 3.500. Kenapa Jakarta memaksakan ini? Untuk mengubah karakter orang dari kebiasaan pakai kendaraan pribadi menjadi mau naik transportasi umum,” tegasnya.
Tak mau kalah, dalam acara yang sama, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menanggapi anggapan soal banjir yang kerap disebut sebagai “kiriman dari Bogor”.
Menurutnya, banjir di Jakarta bukan semata soal kiriman air dari wilayah hulu, melainkan akibat persoalan lingkungan yang kompleks.
“Enggak ada banjir kiriman dari Bogor. Air itu mengalir dari dataran tinggi ke dataran rendah, itu aspek siklus alam,” kata Dedi.
Namun, ia mengakui bahwa perubahan tata ruang di wilayah hulu seperti Bogor memang turut memengaruhi kondisi lingkungan.
Dedi bahkan menyentil bahwa banyak pelaku di balik alih fungsi lahan bukan berasal dari wilayah setempat.
“Kalau mau kita jujur, perubahan alih fungsi lahan dan tata ruang di Bogor juga kan para pengusahanya dari mana. Gitu lho,” ujarnya.
Terkait keberadaan Bendungan Ciawi yang dibangun sebagai infrastruktur pengendali banjir Jakarta, Dedi menyebut fungsinya hanya bersifat sementara menahan air.
Oleh karena itu, upaya penataan wilayah hilir dinilai menjadi langkah penting berikutnya.
“Bendungan Ciawi itu kan merupakan bendungan yang airnya mampir, terus kan jalan. Itu kan diperlukan langkah-langkah hilirisasinya. Hilirnya harus segera ditata,” tegas Dedi.
Ia menilai banjir akan tetap menjadi ancaman selama kondisi sungai tidak ditangani secara menyeluruh.
“Selama sungainya masih dangkal, selama sungainya masih sempit, selama rawa-rawa terus diuruk untuk pembangunan, banjir pasti akan terus terjadi,” katanya.
Pemprov Jabar, lanjut Dedi, tengah melakukan berbagai upaya pemulihan lingkungan, termasuk revisi tata ruang dan pembongkaran bangunan yang berdiri di atas daerah aliran sungai (DAS).
Ia menegaskan bahwa pemulihan lingkungan membutuhkan biaya besar dan kerja sama lintas sektor.
“Recovery lingkungan itu lebih mahal dari pembangunan. Nah tentunya tidak bisa jalan sendiri, harus semua orang bekerja sama untuk concern menyelesaikan lingkungan,” kata Dedi.
Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News
Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09
Tumpukan Sampah Bikin Aliran Kali Baru Mampet, Pemkot Bekasi Kaji Pembongkaran Jembatan Lama |
![]() |
---|
Asosiasi AI Indonesia Gelar Workshop, Ingatkan AI Bisa Halusinasi dan Tak Akurat |
![]() |
---|
Pemerintah DKI Bangun Sentra Fauna di Lenteng Agung, Anak Bisa Belajar tentang Satwa |
![]() |
---|
Lawan Demam Berdarah Dengue, Orang Tua Harus Peka dengan Gejala Awal Pada Anak |
![]() |
---|
Rangkap Tiga Jabatan “Mentereng” untuk Angga Raka, Mensesneg Beri Penjelasan! |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.