Berita Nasional

Fadli Zon Tak Pungkiri Ada Perkosaan saat Kerusuhan 1998, tapi Ragukan Istilah 'Perkosaan Massal'

Fadli Zon mengatakan, liputan investigatif sebuah majalah terkemuka tak dapat mengungkap fakta-fakta kuat soal “massal” ini.

Editor: Feryanto Hadi
Tribunnews/Jeprima
FADLI ZON - Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon mengklarifikasi soal tragedi perkosaan massal saat terjadi kerusuhan Mei 1998 

 Dia menyebut, istilah ‘massal’ juga telah menjadi pokok perdebatan di kalangan akademik dan masyarakat selama lebih dari dua dekade, sehingga sensitivitas seputar terminologi tersebut harus dikelola dengan bijak dan empatik. “Berbagai tindak kejahatan terjadi di tengah kerusuhan 13-14 Mei 1998, termasuk kekerasan seksual. Namun, terkait ‘perkosaan massal’ perlu kehati-hatian karena data peristiwa itu tak pernah konklusif,” kata Fadli.

Pernyataan Fadli Zon dikecam

ernyataan Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon yang meragukan adanya kekerasan seksual massal pada Mei 1998 memicu polemik. 

Pernyataan itu dianggap tidak mengakui hasil dari Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) bentukan Presiden RI BJ Habibie untuk menemukan titik terang dalam kasus tersebut. 

Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas menyesalkan pernyataan Fadli Zon tersebut. 

Meski temuan ini sudah dirilis TGPF puluhan tahun silam, dan diserahkan kepada Kejaksaan Agung untuk proses hukum lebih lanjut, hingga kini tidak ada penyelesaian hukum yang memadai di tingkat penyidikan hingga proses pengadilan. 

Namun fakta memilukannya adalah hingga saat ini kasus tersebut tidak pernah tuntas. 

Tidak pernah ada pengungkapan kebenaran, kepastian bahkan keadilan baik dalam peristiwa ini maupun terhadap korban dan keluarga korban Peristiwa Mei 1998 yang sudah berpuluh tahun memperjuangkan haknya yang sudah barang tentu menjadi kewajiban Negara untuk memenuhinya. 

"Hal ini tidak hanya melanggar hak setiap warga negara untuk hidup aman dan bermartabat, tetapi juga menciptakan trauma berkepanjangan serta iklim ketakutan yang mendalam di masyarakat," demikian keterangan resmi Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas yang dikutip dari website KontraS pada Senin (16/6/2025). 

Baca juga: Pernyataan Fadli Zon Dikecam, Dianggap Jelekkan Peran TGPF yang Dibentuk Presiden Habibie 

Baca juga: Disangkal Fadli Zon, Begini Kisah Pilu Pemerkosaan Massal 1998 yang Sasar Wanita Tionghoa

Selain itu, pernyataan Fadli Zon yang menegasikan kekerasan seksual Mei 1998 berarti menghapus sejarah berdirinya Komnas Perempuan yang dibentuk melalui Keppres Nomor 181 Tahun 1998 sebagai respons atas tragedi tersebut. 

Komnas Perempuan adalah anak kandung reformasi, sehingga menyangkal kasus kekerasan itu sama saja dengan mengingkari semangat reformasi. 

Bahkan, memori kolektif atas tragedi ini telah diabadikan lewat Memorial Mei 1998 di Pondok Rangon, yang diresmikan pada tahun 2015 oleh Komnas Perempuan dan Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama.  

"Menghapus fakta sejarah ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap korban dan perjuangan mereka," tulisnya. 

Selain itu, pernyataan Fadli Zon mencerminkan upaya sistematis untuk menghapus jejak pelanggaran HAM di masa Orde Baru, dengan cara meniadakan narasi tentang peristiwa kekerasan seksual Mei 1998 dan pelanggaran berat HAM lainnya dari buku-buku sejarah yang sedang direvisi. 

Tindakan ini pun merupakan kemunduran negara dalam menjamin perlindungan kepada perempuan dan justru semakin memperkuat citra maskulinitas negara. 

Halaman
1234
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved