Berita Nasional
Komisi XII Desak Pemerintah Cabut Izin 3 Perusahaan Tambang Perusak Raja Ampat
Anggota Komisi XII DPR RI, Ratna Juwita Sari mendesak sejumlah perusahaan lain yang turut beroperasi di kawasan Raja Ampat juga dihentikan.
Penulis: Yolanda Putri Dewanti | Editor: Dian Anditya Mutiara
WARTAKOTALIVE.COM JAKARTA — Anggota Komisi XII DPR RI, Ratna Juwita Sari mendukung langkah pemerintah menghentikan sementara operasional sejumlah perusahaan tambang nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, seperti dilakukan terhadap PT Gag Nikel, anak perusahaan PT Antam Tbk.
Namun, ia mendesak sejumlah perusahaan lain yang turut beroperasi di kawasan Raja Ampat juga dihentikan.
Terlebih ada temuan pelanggaran dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) atas perusahaan-perusahaan tersebut.
"Saya tentu mengapresiasi langkah cepat pemerintah menghentikan operasional PT Gag Nikel, meski cuma sementara. Tapi untuk perusahaan-perusahaan lain tolong juga dihentikan, bahkan sudah layak dicabut izinnya berdasar pada temuan KLH," ungkap Ratna saat dikonfrimasi, Minggu (8/6/2025).
Baca juga: Kata Bahlil Tak Ada Kerusakan Lingkungan Akibat Tambang Nikel PT Gag di Raja Ampat
Ratna mengurai tiga perusahaan lain yang diduga kuat telah melakukan pelanggaran di Raja Ampat, pertama PT Anugerah Surya Pratama (ASP).
Menurutnya, PT ASP melakukan kegiatan pertambangan di Pulau Manuran seluas 746 hektare tanpa sistem manajemen lingkungan dan tanpa pengolahan air limbah larian.
"KLH sudah memberikan laporan pengawasan bahwa ditemukan kolam settling pond jebol akibat curah hujan tinggi. Dari visual menggunakan drone terlihat pesisir air laut terlihat keruh akibat sedimentasi. Ini yang merusak Raja Ampat," kata Ratna.
Kedua, lanjut Ratna, PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) yang merupakan perusahaan pertambangan bijih nikel yang didirikan pada Agustus 2023.
Perusahaan diketahui telah punya IUP mulai 30 Desember 2013 berlaku hingga 20 puluh tahun dengan luas yang diizinkan 5.922 hektare.
"Tapi masalahnya mulai 2024 mulai menambang bijih nikel dengan luas lahan yang ditambang 89,29 hektare. Nah, tambang itu di luar izin lingkungan dan di luar kawasan PPKH (Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan) seluas 5 hektare di Pulau Kawe dan telah menimbulkan sedimentasi di pesisir pantai sampai akar mangrove," ungkap Ratna.
Baca juga: Anak Buah Bahlil Lahadalia Tegaskan Tak Temui Masalah Tambang Nikel di Pulau Gag
Ketiga, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP).
Menurut Ratna, MRP memiliki IUP dengan luas konsesi sekitar 2.194 hektare yang mencakup Pulau Manyaifun dan Pulau Batang Pele di Distrik Waigeo Barat Kepulauan.
"Tapi di catatan KLH, PT MRP ini tidak memiliki PPKH. Malah sudah eksplorasi pada tanggal 9 Mei 2025 di area Pulau Batang Pele Kabupaten Raja Ampat dengan membuat sejumlah 10 mesin bor coring untuk pengambilan sampel coring," pungkas Ratna.(m27)
Gugat Kakak Ipar, Mantan Napi Skandal Bank Century Kalah di Pengadilan Tinggi Singapura |
![]() |
---|
Momen Dedi Mulyadi Kasih Wejangan ke Anak Sebelum Peristiwa Tragis Terjadi |
![]() |
---|
Jokowi Singgung Kader PSI yang Setengah Hati di Kongres Solo, Siapa? |
![]() |
---|
Begini Ramalan Jokowi Soal Nasib PSI di Masa Depan, Singgung Pemilu 2029 |
![]() |
---|
Kaesang Pangarep Menang Telak di Pemilu Ketum PSI, Segini Persentasenya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.