Media Sosial

Founder Drone Emprit Sebut Tren Positif Vaksin TBC di Media Mainstream, Tapi Negatif di Medsos

"Narasinya Indonesia jadi kelinci percobaan, bahkan dihubungkan dengan kasus di India yang katanya 47 ribu anak lumpuh setelah vaksinasi,”

Editor: Ahmad Sabran
Warta Kota
KOMUNIKASI PEMERINTAH - Kiri ke kanan : Moderator Geok Mengwan, pemilik Drone Emprit Ismail Fahmi, Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan Ujang Komarudin, Plt Rektor Universitas Prof Dr Moestopo (Beragama) Muhammad Saifulloh saat diskusi publik bertajuk 'Komunikasi Merah Putih' di Jakarta, Minggu (11/5/2025). 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA- Pendiri Drone Emprit Ismail Fahmi menilai pemerintah masih memiliki pekerjaan rumah besar dalam mengelola komunikasi publik, terutama di Media Sosial. 

Isu terbaru, yakni mengenai uji klinis vaksinasi TBC, yang informasi resmi dari pemerintah kerap tenggelam oleh derasnya narasi negatif di media sosial.

"Klarifikasi yang disampaikan pemerintah sering kalah cepat dan kalah gaung dibandingkan misinformasi yang disebarkan kelompok oposisi dan akun-akun antivaksin. Narasi negatif itulah yang kemudian lebih mendominasi percakapan publik dan membentuk opini yang keliru di masyarakat," kata Ismail Fahmi, dalam Diskusi Publik bertema “Komunikasi Merah Putih” yang digelar dalam rangka Dies Natalis ke-64 Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), di Resto Suko-suko, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Minggu (11/5/2025). 

Ismail Fahmi menyampaikan munculnya isu vaksin TBC langsung direspons negatif oleh publik. "Narasinya Indonesia jadi kelinci percobaan, bahkan dihubungkan dengan kasus di India yang katanya 47 ribu anak lumpuh setelah vaksinasi,” ujar Ismail, dalam presentasinya.

Baca juga: Sering Malak Warga, Dua Pria Berkedok Pak Ogah di Kemayoran Dibekuk Polisi

Menurut pemantauan Drone Emprit, lonjakan percakapan soal vaksin TBC mulai terjadi sejak 7 Mei. Percakapan di Twitter mendominasi dengan lonjakan tajam dan didominasi sentimen negatif, yakni sebesar 63 persen, sementara sentimen positif hanya 33 persen.

“Twitter ini walau penggunanya cuma 20 jutaan, tapi punya pengaruh sangat besar membentuk opini publik. Mereka yang anti vaksin mendominasi narasi dan menyebarkannya ke berbagai kanal,” jelasnya.

Lebih lanjut, Ismail menyebut bahwa aktor utama penyebar narasi negatif ini berasal dari akun-akun oposisi pemerintah, termasuk akun anonim dan kelompok antivaksin. Mereka menyebarkan informasi yang mengaitkan program vaksin ini dengan teori konspirasi, misalnya keterlibatan Bill Gates hingga tudingan bahwa Indonesia hanya dijadikan pasar oleh Singapura.

Baca juga: Pakistan Vs India Saling Tuduh Usai Gencatan Senjata Disepakati ​

Padahal faktanya pemerintah melalui Kantor Staf Presiden dan Kementerian Kesehatan sudah melakukan klarifikasi. Media mainstream juga sudah memberitakan dari sisi yang positif. "Tapi tetap kalah cepat dengan penyebaran narasi negatif,” katanya.

Dalam paparannya, Ismail juga menyoroti perlunya komunikasi publik yang lebih inklusif, melibatkan akademisi, media, dan institusi pendidikan agar tidak kalah dari informasi hoaks.

“Ini pelajaran penting. Program pemerintah, sebaik apapun, bisa tumbang narasinya kalau kalah cepat. Pemerintah harus proaktif membangun narasi dari awal, bukan cuma reaktif menjelaskan setelah isu membesar,” pungkasnya.

Sementara itu, Rektor Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama), Dr. M. Saifullah, menyampaikan pentingnya strategi komunikasi politik yang cermat dan terencana dalam komunikasi publik. Strategi yang baik dapat menjangkau audiens lebih luas secara organik dan membentuk persepsi yang positif di tengah masyarakat.

Saifullah menjelaskan, dalam era politik digital yang sarat informasi dan opini, strategi komunikasi memainkan peran sentral dalam membangun dan menjaga citra politik. Hal ini tercermin dari transformasi citra Presiden Prabowo Subianto saat kampanye. Strategi tersebut dinilai berhasil mendekati pemilih muda melalui pendekatan komunikasi yang lebih segar, santai, dan emosional.

“Citra Prabowo yang kini dikenal ramah, bersahabat, bahkan digemari anak muda, bukan terjadi secara tiba-tiba. Itu hasil dari komunikasi yang strategis dan disesuaikan dengan kebutuhan audiens hari ini,” ujarnya.

Menurutnya, keberhasilan tersebut tidak hanya soal mengubah gaya berpakaian atau cara berbicara, tetapi lebih dalam: bagaimana pesan politik dikemas dan disampaikan secara tepat. Dalam kasus Prabowo, pendekatan komunikasi dilakukan dengan memahami karakteristik generasi muda, termasuk sensitivitas mereka terhadap cerita personal dan visual yang kuat.

Salah satu narasi yang berhasil menyentuh aspek emosional publik adalah citra Prabowo sebagai sosok setia, yang tidak menikah lagi setelah berpisah dengan sang istri. Narasi ini, menurut Saifullah, memberi dimensi kemanusiaan yang kuat dalam komunikasi politik.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved