Kebudayaan Betawi
Generasi Muda Pasti Jarang yang Tahu, Inilah Musik Samrah Khas Betawi yang Mulai Tenar di Tahun 1918
Musik Samrah berkembang di masyarakat Betawi pada 1918. Dia lahir dari teater total bernama Tonil Samrah.
Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Feryanto Hadi
Sebelumnya, Kepala Suku Dinas (Kasudin) Kebudayaan Jakarta Barat, Joko Mulyono menyampaikan bahwa beberapa kesenian Betawi ada yang mulai punah bahkan punah sepenuhnya.
"Jadi kami di Jakarta sama Jakarta Barat, itu ada kesenian-kesenian yang terpelihara, kemudian kesenian yang hampir punah, dan kesenian yang sudah punah," kata Joko kepada wartawan, Selasa (15/4/2025).
"Yang terpelihara itu ya tari-tarian yang sering ditampilin atau warga masyarakat kalau mau nikahan gitu tariannya ditampilkan. Palang pintu, lenong, kan masih ada, masih terpelihara," imbuhnya.
Artinya, kata Joko, kesenian yang terpelihara berarti banyak sanggar di Jakarta yang melatih kesenian tersebut dan hasilnya masih digunakan oleh warga setempat.
Sementara kesenian yang hampir punah, berarti hanya beberapa sanggar saja yang mengajarkan kesenian ini.
"Contohnya ada salah satu namanya musik Samrah. Samrah itu perpaduan antara gambus sama keroncong gitu, ciri khasnya dia ada akordeonnya (alat musik seperti pianika)," jelas Joko.
Di Jakarta Barat sendiri, Joko mulai menghidupkan kembali kesenian Samrah ke dalam materi latihan di Pusat Pelatihan Seni Budaya (PPSB) Rawa Buaya.
Ia ingin menghidupkan kembali tarian ini agar lestari dan kembali dikenal, khususnya di DKI Jakarta.
"Samrah itu di Jakarta Barat enggak ada kemarin. Selama berpuluh-puluh tahun kemarin enggak ada. Baru kami bentuk kemarin di awal puasa. Supaya ada nih muncul lagi seni musik Samrah di Jakarta Barat," kata Joko.
Menurutnya, pihak Pemkot Jakarta Barat yang menyediakan pelatihnya dan memasukkan materi tari ini ke sejumlah sanggar.
"Lagu-lagu Samrah tuh kayak lagunya Bing Selamet, lagu Burung Nuri," jelas Joko.
Kendati demikian, Joko juga menyebut jika ada kesenian di Jakarta Barat yang sudah benar-benar punah dan tidak lagi dilestarikan.
Pasalnya selain sulit dilakukan dan tak ada yang melatih, kesenian ini juga disebut-sebut bertentangan dengan aspek religi.
"Yang udah punah di Jakarta itu namanya Sambat. Tari menyambat namanya. (Biasanya) buat acara-acara dulu panen raya," kata Joko.
"Nyambat itu agak susah memang. Karena dia harus kayak kuda lumping. 'Nyambat' itu kayak manggil (yang gaib) gitu. Jadi yang nari itu bukan dianya," imbuhnya.
Dhany Sukma Senang Taman Ismail Marzuki Gelar Kebudayaan Betawi, Anak-anak Jadi pada Suka |
![]() |
---|
Jaka Ingin Generasi Muda Menghargai Ondel-ondel Sebagai Kebudayaan Betawi, Sedih Ada di Jalanan |
![]() |
---|
Beki Mardani Ingin Anies Baswedan Meniru Pemprov Bali dalam Mengembangkan Kebudayaan Betawi |
![]() |
---|
Disbud DKI Lestarikan Kebudayaan Betawi dengan Minta Bantuan Kemenkumham |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.