WOW, Jaksa Agung Burhanuddin Blak-blakan Pernah Ditawari Rp 2 triliun untuk Hentikan Kasus 

Dia pernah ditawari duit hingga Rp 2 triliun agar tidak melanjutkan proses hukum perkara yang sedang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). 

|
Kompas.com/Antonius Aditya Mahendra
DITAWARI RP 2 TRILIUN - Jaksa Agung ST Burhanuddin berbicara blak-blakan bahwa pernah ditawari duit Rp 2 triliun agar menghentikan kasus yang sedang berperkara di Kejagung. (Kompas.com/Antonius Aditya Mahendra) 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin berbicara blak-blakan, pernah ditawari uang dalam jumlah yang sangat fantastis.

Dia pernah ditawari duit hingga Rp 2 triliun agar tidak melanjutkan proses hukum perkara yang sedang ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung). 

Fakta tersebut diungkap Burhanuddin saat menjadi bintang tamu program #QNAMETROTV yang tayang di Metro TV. 

Awalnya Jaksa Agung ditanya soal iming-iming terbesar apa yang pernah disampaikan pihak yang sedang berperkara di Kejagung. 

Ada yang mau ngasih saya 2 T supaya perkaranya nggak jadi," ungkap Burhanuddin, dikutip dari YouTube Metro TV yang tayang pada Selasa (18/3/2025). 

Namun, Burhanuddin dengan tegas menolak tawaran tersebut. 

Burhanuddin tidak menyebut kasus apa yang sedang ditangani Kejaksaan Agung hingga sampai ada yang mencoba menghentikan proses hukumnya dengan uang sebanyak itu. 

Baca juga: Beri Sinyal Tersangka Baru pada Kasus Korupsi Pertamina, Jaksa Agung ST Burhanuddin: Tunggu Waktunya

Seperti diketahui Kejagung beberapa waktu belakangan gencar membongkar kasus korupsi besar di Indonesia. 

Kasus korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022 merugikan negara plus kerugian lingkungan senilai total Rp 300 triliun. 

Kasus yang terjadi di Bangka Belitung ini menyeret 22 orang tersangka yang kini sebagian besarnya sudah dijatuhi vonis penjara. 

Kerugian akibat kasus korupsi timah ini menjadi yang terbesar dalam sejarang pengungkapan kasus korupsi di Indonesia. 

Skandal kasus korupsi timah mengalahkan kasus-kasus korupsi kelas kakap sebelumnya, yakni kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Rp 138,442 triliun, kasus korupsi dan TPPU PT Duta Palma Group di Riau mencapai Rp 100 triliun, kasus korupsi penjualan kondensat di Tuban Rp 35 triliun, kasus korupsi PT Asabri Rp 22,7 triliun dan kasus korupsi PT Jiwasraya Rp 16 triliun. 

Terbaru, Kejagung mengungkap kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di anak perusahaan PT Pertamina, yaitu PT Pertamina Parta Niaga. 

Korupsi yang menyeret 9 orang tersangka termasuk Dirut Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan ini selama lima tahun dari 2018-2023. 

Itung-itungan sementara kerugian untuk tahun 2023 mencapai Rp 193,7 triliun. 

Namun, kerugian itu belum termasuk kerugian pada empat tahun sebelumnya dari 2018 hingga 2022. 

Jika diestimasi rata-rata kerugiannya sama setiap tahun, maka total kerugian negara Rp968,5 triliun, hampir tembus Rp 1.000 triliun atau Rp 1 kuadriliun. 

Baru-baru ini, Burhanuddin juga mendapatkan sorotan luas ketika timnya berhasil mengungkap kasus suap terhadap peradilan kontroversial Ronald Tannur yang melibatkan hakim yang diduga disuap untuk memutuskan vonis bebas terhadap tersangka. 

Baca juga: Jaksa Agung Ungkap Ahok yang Minta Diperiksa di Kasus Korupsi Pertamina, Pastikan Ada Tersangka Baru

Karena keberhasilan membongkar kasus korupsi besar itulah, ST Burhanuddin dijuluki sebagai Jaksa Agung Pemburu Koruptor.

Ingin Koruptor Dihukum Mati
Jaksa Agung ST Burhanuddin ingin koruptor yang merugikan negara mendapatkan hukuman lebih berat hingga hukuman mati.

 

"Kalau saya sih mengharapkan (ada hukuman lebih berat), saya kepingin jujur saja,” kata Burhanuddin dalam program Gaspol! Kompas.com, Jumat (14/3/2025). 

Burhanuddin menuturkan, Kejaksaan Agung sempat menuntut hukuman mati terhadap terdakwa Benny Tjokrosaputro dalam kasus korupsi PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) karena telah merugikan negara hingga Rp 22,7 triliun. 

Namun, hakim pada saat itu menjatuhkan putusan nihil karena Benny sudah dijatuhi hukuman seumur hidup dalam perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya. 

Burhanuddin mengaku kecewa dengan putusan tersebut. 

“Putusannya, jujur mengecewakan saya, iya. Karena putusannya adalah tidak dikenai hukuman. Nihil. Karena sudah selesai di Jiwasraya,” ujar Burhanuddin.

“Jiwasraya itu seumur hidup. Kan tidak mungkin (vonis) seumur hidupnya dua kali. Iya, enggak mungkin nambah ya. Masa di alam baka sana masih dimintai lagi tuntutan,” kata dia. 

Burhanuddin pun tidak memungkiri bahwa vonis hukuman mati masih sangat bergantung pada jalannya proses persidangan. 

Baca juga: IPW Sebut Pertemuan Jaksa Agung dengan Erick Thohir Terlarang Secara Etik Hukum

Namun, ia menilai, hukuman mati bukan satu-satunya bentuk hukuman yang dapat menjadi efek jera kepada koruptor. 

Menurut dia, sanksi sosial di masyarakat justru terasa menjadi hukuman yang lebih berat daripada vonis yang dijatuhkan hakim. 

Bahkan, sanksi sosial ini tidak hanya menyasar terdakwa saja, tetapi juga sanak saudara dan keluarga mereka. 

“Kalau (koruptor) dihukum, keluarga anaknya (ikut terdampak). Mungkin suatu saat anaknya sudah mau kawin, (ada orang bilang) ‘Oh ini ya ternyata, ternyata. Ini besannya, misalnya (yang bilang), ‘Oh ternyata, anaknya dulu (anak dari) koruptor itu. Itu kan sudah hukuman,” kata Burhanuddin. 

Dengan adanya sanksi sosial ini, Jaksa Agung berharap mereka yang berencana berbuat nakal ini berpikir dua kali. 

“Ya daripada yang malu anakmu gitu. Anakmu malu, istrimu malu, mungkin besanmu malu, keluargamu malu, dengan tetangga apapun. Ya jangan berbuatlah,” kata dia.

Sumber: Bangka Pos
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved