Pemerasan

Kasus Dugaan Pemerasan AKBP Bintoro Mencoreng Polri, Ini Pandangan DPR, Pengamat dan Kompolnas

Publik menyoroti Polri dalam menangani kasus dugaan pemerasan AKBP Bintoro. Jika terbukti ini sungguh memalukan, karena itu perlu sanksi tegas.

|
Editor: Valentino Verry
Warta Kota/Nurma Hadi
DUGAAN PEMERASAN - Polri saat ini sedang menangani kasus dugaan pemerasan mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Bintoro. Dia diduga memeras terhadap terdakwa kasus pembunuhan hingga miliaran rupiah. Foto diambil saat AKBP Bintoro masih bertugas. (WARTA KOTA/Nurma Hadi) 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Publik saat ini sedang menyoroti kasus pemerasan yang diduga dilakukan AKBP Bintoro, mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan.

Tentu saja jika ini terbukti akan mencoreng institusi Polri, karena itu perlu ditindak tegas.

Seperti diketahui, AKBP Bintoro bersama dua anggota Polri dan 2 orang sipil digugat Arif Nugroho alias Bastian dan Muhammad Bayu Hartoyo secara perdata, dengan nomor perkara 30/Pdt.G/2025/PN.Jkt.SEL.

Salah satu dari kedua tersangka kasus pembunuhan dan pemerkosaan itu adalah anak dari bos klinik Prodia, maka terjadi dugaan pemerasan ini.

Baca juga: Tak Hanya AKBP Bintoro, Ini 3 Perwira Polisi yang Terlibat Dalam Kasus Dugaan Pemerasan Bos Prodia

Dalam gugatan tersebut, AKBP Bintoro Cs diminta mengembalikan uang senilai Rp 1,6 miliar.

Selain itu, juga diminta mengembalikan mobil hingga motor mewah yang sebelumnya telah dijual.

Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Partai Gerindra, Martin Daniel Tumbelaka, mengingatkan Polri agar menindak tegas anggota yang melanggar hukum demi menjaga marwah institusi.

Hal ini disampaikan Martin mengenai kasus dugaan pemerasan  KBP Bintoro yang kini telah ditahan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya.

Baca juga: AKBP Bintoro Ungkap Alasan Kasus Pembunuhan ABG di Jaksel Mandek 5 Bulan: Teknis dan Koordinasi

 Martin menegaskan, penanganan kasus tersebut harus dilakukan secara transparan dan profesional untuk menjaga kepercayaan publik terhadap Polri.

"Tidak boleh ada tebang pilih dalam penegakan hukum. Jika terbukti bersalah, anggota Polri yang terlibat harus diproses sebagaimana mestinya," kata Martin dikutip dari Tribunnews.com.

"Jangan sampai kasus seperti ini terus berulang karena tindakan tegas tidak diambil," imbuhnya.

Dia juga meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo konsisten dalam menindak tegas anggota yang indisipliner tanpa pandang bulu. 

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi , mengungkap adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan pemerasan ini.

“Dugaan keterlibatan pihak lain dalam peristiwa ini pada 27 Januari, Polda Metro telah terima laporan polisi LP/B/612 tentang dugaan tindak pidana penipuan dan atau tindak pidana penggelapan dan atau tindak pidana pencucian uang yang dilaporkan saudara PM,” katanya.

Menurutnya, PM melaporkan mantan kuasa hukum tersangka AN yakni EDH.

Ade menjelaskan EDH dilaporkan karena meminta AN menjual mobil mewah Lamborghini untuk penanganan perkara hukum yang dialami.

Adapun kejadian itu terjadi sekitar April 2024 lalu.

AN meminta hasil penjualan mobil itu ditransfer kepadanya dengan nilai sebesar Rp3,5 miliar.

"Akan tetapi sampai saat ini uang penjualan mobil milik korban tidak diberikan oleh pelapor dan saat ini mobil milik korban tak dikembalikan oleh terlapor sehingga korban merasa dirugikan Rp 6,5 miliar," ucapnya.

Polda Metro akan melakukan pendalaman dan sedang tahap penyelidikan oleh tim penyelidik.

Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Radjo Alriadi Harahap memastikan AKBP Bintoro bersama tiga anggota polisi lainnya segera menjalani sidang etik kasus dugaan pemerasan.

“Tidak terlampau lama lagi (sidang etik, red),” jelasnya.

Pengamat Menduga Sering Terjadi

Pengamat kepolisian Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menduga kasus semacam ini cukup banyak terjadi, tetapi hanya sedikit yang berani melaporkan atau mengungkapkan.

“Tapi yang mencuat, yang berani speak up (berbicara) hanya beberapa orang, seperti pada kasus DWP. Dan yang berani speak up adalah warga negara asing, seperti itu,” kata Bambang dikutip dari Kompas.TV, Rabu (29/1/2025).

Oleh karena itu kepolisian memang harus ada pembenahan dalam sistem kontrol karena kalau tidak ada perbaikan dalam sistem kontrol, ini akan terulang-terulang lagi.

Bambang menambahkan, sebenarnya kepolisian harus membangun sistem informasi proses penyelidikan untuk transparansi.

Tujuannya, agar masyarakat bisa melihat sejauh mana proses hukum itu dilakukan oleh kepolisian.

“Kalau tidak, yang muncul ya seperti ini, masyarakat tidak bisa mengontrol, akhirnya muncullah transaksi-transaksi haram seperti ini. Ada yang menyuap, ada yang memeras, seperti itu. Siapa yang memeras atau menyuap, sama-sama tentu adalah tindak pidana,” bebernya.

Publik, kata dia,  tentu tidak bisa menyudutkan salah satu pihak.

Oleh karenanya, penyelidikan terkait kasus AKBP Bintoro memang harus dibuka secara transparan.

“Aliran uang itu ke mana saja, dan pihak yang korban, dalam hal ini memang harus memberikan bukti-bukti yang kuat terkait dengan laporan yang diberikannya.”

Ini Kata Kompolnas

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Choirul Anam, mengungkapkan bahwa sidang etik juga diperlukan untuk menguji kebenaran dalam kasus dugaan pemerasan yang diduga dilakukan AKBP Bintoro Cs.

"Ya, ketika terjadi satu dugaan pelanggaran etik oleh anggota kepolisian, AKBP Bintoro dan rekan-rekannya itu seperti dalam gugatan, ya saya kira memang enggak ada pilihan lain kecuali memang sidang etik di situ. Diuji di situ, diurai di situ," ungkap Choirul Anam, kepada wartawan, Selasa (28/1/2025).

Apabila dalam sidang etik nanti Bintoro terbukti melakukan kesalahan, maka akan ditindak pidana.

"Jika memang ada perbuatan tercela tersebut dan memang terbukti ada tindak pidana, ya harus dipidana, jelas itu," tegas Anam.

Kompolnas, kata Anam, mengingatkan institusi Polri harus tegas menindak setiap perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh anggotanya.

"Kita tidak bisa mentolerir apapun kejahatan dalam bentuk apapun dan ini komitmen Kompolnas sekaligus komitmen kepolisian," ucapnya.

"Tindak tegas siapapun anggota yang melakukan pelanggaran, termasuk etik dan pidananya, nah itu kita harapkan," imbuhnya. 

Dalam kasus ini, Anam mengaku pihaknya akan melakukan pendalaman sembari menunggu proses pemeriksaan oleh Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya.

Kompolnas juga mengikuti dan menghormati adanya bantahan dari Bintoro terhadap tudingan yang disangkakan kepadanya.

"Oleh karenanya, ya sambil menunggu proses juga pengadilan perdata, pengujian di Propam, khususnya terkait bantahan yang juga viral, kami juga memonitoring proses dan menghormati itu dan akan juga melakukan pendalaman," pungkas Anam.

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News 

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved