Solusi Berbasis Kolaborasi Diperlukan untuk Atasi Konflik Manusia dan Satwa Liar
Konflik antara manusia dan satwa liar tidak hanya mengancam keberlangsungan spesies tertentu, tetapi juga keseimbangan ekosistem secara keseluruhan.
WARTAKOTALIVE.COM — Konflik antara manusia dan satwa liar menjadi tantangan yang semakin kompleks seiring dengan pesatnya pembangunan infrastruktur dan perubahan fungsi lahan hutan menjadi area produktif seperti perkebunan dan pertanian serta permukiman masyarakat.
Perubahan peruntukan lahan ini tidak hanya menyebabkan hilangnya habitat satwa liar, tetapi juga meningkatkan intensitas interaksi antara manusia dan satwa liar, yang berpotensi memicu konflik yang akan merugikan kedua belah pihak.
Demikian terungkap dalam seminar bertajuk Memahami Konflik dan Koeksistensi antara Satwa Liar dan Manusia di Indonesia yang digelar di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Seminar tersebut digelar Kementerian Kehutanan Republik Indonesia bekerja sama dengan Taman Safari Indonesia (TSI).
Seminar yang berlangsung secara virtual melalui platform Zoom itu dihadiri para stakeholder, diantaranya adalah para ahli, akademisi, pemerhati dan praktisi.
Sebanyak 1.000 peserta online turut serta, termasuk perwakilan dari berbagai balai taman nasional dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) di seluruh Indonesia.
Baca juga: Polisi Tangkap Pelaku Penikaman Pria di Jalan Kalimantan Villa Bintaro Tangsel, Ini Tampangnya
Baca juga: Pasangan Ganda Fajar Alfian dan Muhammad Rian Ardianto Melaju ke Semifinal Indonesia Masters 2025
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Sumberdaya Genetik, Direktorat Jenderal KSDAE, Kementerian Kehutanan RI, Nunu Anugrah SHut MSc menegaskan bahwa konflik antara manusia dan satwa liar tidak hanya mengancam keberlangsungan spesies tertentu, tetapi juga keseimbangan ekosistem secara keseluruhan.
“Keberadaan satwa liar adalah indikator kesehatan ekosistem. Oleh karena itu, solusi berbasis kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta sangat diperlukan untuk mengatasi konflik ini secara efektif,” ujar Nunu Anugrah.
Tony Sumampau, perwakilan dari Taman Safari Indonesia, menyoroti keterlibatan aktif Taman Safari Indonesia dalam menangani konflik manusia dan satwa liar sejak tahun 1980-an melalui tim rescue yang profesional dan terlatih.
“Kami terus berinovasi dan beradaptasi terhadap dinamika di lapangan untuk memastikan satwa liar di habitat aslinya (in-situ) tetap terlindungi dan lestari,” ungkap Tony Sumampau.
Taman Safari Indonesia adalah taman rekreasi bertema dan situs konservasi kelas dunia yang terletak di enam lokasi dan empat resort di seluruh Indonesia.
Taman ini memiliki lebih dari 9325 Satwa dari 409 spesies dan menarik lebih dari 6 juta pengunjung setiap tahunnya.
Baca juga: Kelanjutan Pembangunan IKN Dipertanyakan, Ini Kata Menko IPK Agus Harimurti Yudhoyono
Baca juga: Puluhan Karyawan Beradu Gagasan dan Inovasi Dalam Gerakan Mutu Bogasari, Berikut Daftar Pemenangnya
Sejak tahun 1980, Taman Safari Indonesia telah memainkan peran penting dalam menyelamatkan, merehabilitasi, dan melepaskan ribuan hewan kembali ke alam liar.
Seminar ini menghadirkan tiga pembicara utama yang berkompeten di bidangnya yaitu Dr Philip Nyus, pakar konflik manusia dan satwa liar dari Colby College, Amerika Serikat.
Dr Philip Nyus membahas strategi mitigasi konflik antara manusia dan satwa liar, termasuk langkah-langkah preventif dan pendekatan berbasis komunitas yang telah terbukti efektif dalam mengurangi potensi konflik.
Berstatus Rentan, Taman Safari Indonesia Jalankan Inseminasi Panda Raksasa |
![]() |
---|
Inovasi Taman Safari dalam Pengelolaan Sampah Tarik Perhatian Pemerintah Daerah |
![]() |
---|
Enchanting Valley, Destinasi Baru Taman Safari Hadirkan Wisata Alam, Kuliner dan Wahana Permainan |
![]() |
---|
Jagat Satwa Nusantara Memperkenalkan Konservasi Satwa Liar Melalui Kebun Binatang |
![]() |
---|
TNGHS dan SEG Lepas Sepasang Elang Brontok Bruno-Starla ke Alam Bebas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.