Berita Nasional

Putusan MK Hapus Ambang Batas Capres di Pilpres 2029, Ini Reaksi Anies dan Ganjar Pranowo

Anies Baswedan dan Ganjr Pranowo turut mengomentari putusan MK yang menghapus ambang batas pencapresan di Pilpres 2029.

Editor: Valentino Verry
warta kota/yolanda putri dewanti
Mantan capres Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo menyambut baik putusan MK soal penghapusan ambang batas pencapresan di Pilpres 2029. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) baru saja memberi kado istimewa untuk politik nasional.

Yakni menghapus ambang batas seorang capres di Pilpres 2029, tadinya dipatok 20 persen untuk tiap parpol agar bisa mermajukan capres.

Maka, jangan heran pada Pilpres 2024 diwarnai koalisi, setelah itu bagi-bagi kekuasaan lewat menteri dan wakil menteri.

Melihat putusan MK yang membawa angin positif di era demokratisasi ini, dua mantan capres di Pilpres 2024, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo turut mengomentari.

Baca juga: Putusan MK Hapus Ambang Batas Capres, Pengamat: Parpol Harus Berani Majukan Kader di Pilpres 2029

Lewat cuitannya, Anies memuji langkah mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta sebagai penggugat.

Diketahui, mahasiswa yang menggugat tersebut adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Tsalis Khoirul Fatna, dan Faisal Nasirul Haq.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menilai keempat mahasiswa tersebut memberikan harapan baru bagi demokrasi di Indonesia.

"Mereka adalah anak muda yang memperkuat demokrasi Indonesia, bukan anak muda yang melucutinya," tulisnya dikutip dari Tribunnews.com, Sabtu (4/1/2025).

Baca juga: Ini Reaksi Parpol atas Putusan MK Hapus Presidential Threshold, cuma NasDem yang Bilang Rumit

"Harapan untuk masa depan demokrasi Indonesia akan selalu menyala," lanjut Anies.

Sementara, Ganjar meminta agar seluruh partai politik (parpol) menyiapkan diri usai putusan MK tersebut.

Selain itu, dia juga ingin DPR segera menyiapkan simulasi dan mitigasi, karena kemungkinan capres di pilpres mendatang cukup banyak.

"Semua partai harus menyiapkan diri dengan baik. Karena putusan MK mengikat dan final. Partai-partai di parlemen mesti menyiapkan simulasi dan mitigasinya karena kemungkinan capres banyak," ucapnya.

Baca juga: BEM Undip Sebut Putusan MK 136/2024 Soal ASN TNI Polri Cawe-cawe Pilkada Angin Segar Bagi Demokrasi

"(DPR diminta membahas) teknis pemilu yang perlu disiapkan oleh KPU termasuk revisi UU (Pemilu)," imbuhnya kepada Tribunnews.com.

Sebelumnya, MK mengabulkan permohonan dari perkara 62/PUU-XXII/2024, yang diajukan oleh Enika Maya Oktavia dan timnya yang merupakan mahasiswa dari Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.

Adapun permohonan tersebut terkait penghapusan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold .

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo di ruang sidang utama, Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1/2025).

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo memberi angin segar politik nasional.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo memberi angin segar politik nasional. (Warta Kota/Yulianto)

MK menyatakan pengusulan presidential threshold yang tertuang dalam Pasal 222 UU 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan frasa ‘perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya’ dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menutup dan menghilangkan hak konstitusional partai politik peserta pemilu yang tidak memiliki persentase suara sah nasional atau persentase jumlah kursi DPR di pemilu sebelumnya untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Selain itu MK menilai penentuan besaran ambang batas itu tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat.

Satu hal yang dapat dipahami mahkamah, penentuan besaran atau persentase itu lebih menguntungkan parpol besar atau setidaknya memberi keuntungan bagi parpol peserta pemilu yang memiliki kursi di DPR.

MK menyatakan penentuan ambang batas pencalonan pilpres itu punya kecenderungan memiliki benturan kepentingan.

Mahkamah juga menilai pembatasan itu bisa menghilangkan hak politik dan kedaulatan rakyat karena dibatasi dengan tidak tersedianya cukup banyak alternatif pilihan paslon.

Selain itu setelah mempelajari seksama arah pergerakan politik mutakhir Indonesia, MK membaca kecenderungan untuk selalu mengupayakan agar setiap pemilu presiden dan wakil presiden hanya terdapat 2 paslon.

Padahal pengalaman sejak penyelenggaraan pemilu secara langsung, dengan hanya 2 paslon masyarakat mudah terjebak dalam polarisasi yang jika tidak diantisipasi akan mengancam keutuhan kebhinekaan Indonesia.

Bahkan jika pengaturan tersebut dibiarkan, tidak tertutup kemungkinan pemilu presiden dan wakil presiden akan terjebak dengan calon tunggal.

Kecenderungan calon tunggal juga telah dilihat MK dalam fenomena pemilihan kepala daerah yang dari waktu ke waktu semakin bertendensi ke arah munculnya calon tunggal atau kotak kosong. 

Artinya mempertahankan ambang batas presiden, berpotensi menghalangi pelaksanaan pilpres secara langsung oleh rakyat dengan menyediakan banyak pilihan paslon.

“Jika itu terjadi makna hakiki dari Pasal 6A ayat (1) UUD 1945 akan hilang atau setidak-tidaknya bergeser,” kata Hakim Konstitusi Saldi Isra.

Berkenaan dengan itu MK juga mengusulkan kepada pembentuk undang-undang dalam revisi UU Pemilu dapat merekayasa konstitusional, meliputi:

Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden.

Pengusulan paslon oleh parpol atau gabungan parpol tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau perolehan suara sah secara nasional.

Dalam mengusulan paslon presiden dan wakil presiden, parpol peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan parpol tersebut tidak menyebabkan dominasi parpol atau gabungan parpol sehingga menyebabkan terbatasnya paslon presiden dan wakil presiden serta terbatasnya pilihan pemilih.

Parpol peserta pemilu yang tidak mengusulkan paslon presiden dan wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya

Terakhir, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU 7/2017 melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian terhadap penyelenggara pemilu, termasuk parpol yang tidak memperoleh kursi di DPR dengan menerapkan prinsip partisipasi publik yang bermakna.

“Telah ternyata ketentuan Pasal 222 UU 7/2017 tidak sejalan dengan prinsip persamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, hak memperjuangkan diri secara kolektif, serta kepastian hukum yang adil,” kata Saldi.

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News 

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://www.whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09

 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved