Berita Regional
Guru Supriyani Dituntut Bebas JPU, Pakar: Rugikan Terdakwa dan Korban
Guru Supriyani Dituntut Bebas JPU, Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel: Rugikan Terdakwa dan Korban
WARTAKOTALIVE.COM -- Guru honorer Supriyani dituntut bebas Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut atas tuduhan menganiaya siswanya yang merupakan anak polisi.
Supriyani merupakan guru honorer di SD Negeri 4 Baito, Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara.
Walaupun menuntut bebas, JPU menilai Supriyani melakukan tindak kekerasan kepada anak yang dilakukan secara spontan.
JPU menuntut bebas Supriyani karena menilai tindakan tersebut tidak dilatari sifat jahat.
"Walaupun perbuatan pidana dapat dibuktikan, akan tetapi tidak dapat dibuktikan adanya sifat jahat atau mens rea," kata JPU Ujang Sutisna saat membacakan surat tuntutan di PN Andoolo.
Sehingga, JPU menyimpulkan bentuk tindak pidana yang menimpa Supriyani merupakan bentuk mendidik siswa.
Baca juga: Kapolsek dan Kanit Reskrim Baito Dicopot Imbas Kasus Supriyani, Kapolres Konsel: Hanya Cooling Down
Sehingga tidak ada sifat yang memberatkan.
Menanggapi hal ini Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menilai bahwa pada satu sisi, redaksional tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencerminkan cara pandang bahwa "actus non facit reum nisi mens sit rea".
"Yaitu perbuatan seseorang tidak membuatnya bersalah kecuali jika terbukti adanya niat jahat," ujar Reza kepada WartaKotalive.com, Senin.
Pada sisi lain, kata Reza terbukti atau tidaknya niat Terdakwa, ia jelas akan merasa dirugikan.
"Pasalnya, di persidangan Terdakwa bersikukuh tidak melakukan perbuatan memukul sebagaimana dituduhkan JPU," kata Reza.
"Walau tuntutannya adalah bebas, namun kalimat JPU (“perbuatan pidana dapat dibuktikan” dan “mendidik”) bermakna bahwa Terdakwa paham (cognitive competence) dan berkehendak (volitional competence) untuk mengarahkan pukulannya semata-mata ke tubuh si anak." katanya.
"Pukulan yang mengenai tubuh anak itu bukan ketidaksengajaan," tambah Reza.
Reza menuturkan ketika terdakwa secara lengkap mempunyai dua compentence tersebut, maka kesalahannya justru berada pada level tertinggi.
"Artinya, pada dasarnya, jika dikenai hukuman, maka hukumannya adalah yang terberat. Beruntung bahwa “mendidik” dijadikan JPU sebagai alasan pembenar atas pemukulan tersebut," kata Reza.
Kerugian, menurut Reza, tidak hanya dialami terdakwa.
Baca juga: Kabar Gembira! Guru Honorer Supriyani di Konowe Diangkat Jadi Guru PPPK oleh Kemendikdasmen
"Si anak, yang dalam dakwaan JPU menjadi sasaran pemukulan, pun dirugikan," katanya.
Begini penalarannya, menurut Reza Indragiri.
"Ketika JPU mengakui tidak mampu membuktikan mens rea terdakwa, ketidakmampuan itu malah dijadikan dasar untuk menyimpulkan--tepatnya mengasumsikan--bahwa pukulan terdakwa pasti didorong oleh niat baik," kata Reza.
Persoalannya, tanya Reza, apa niat atau tujuan terdakwa memukul si anak?
"Jika memukul sebatas ekspresi amarah Terdakwa, maka perilaku itu tentu sama sekali tidak layak disebut sebagai niat baik. Justru merupakan niat jahat," katanya.
Jadi, tambah Reza, apakah terdakwa benar-benar berniat baik atau sesungguhnya berniat jahat, semestinya diungkap secara terang benderang di persidangan.
"Jika tidak diungkap, apalagi ketika JPU langsung menyimpulkannya sebagai niat baik, justru si anak seketika terpotret sebagai anak badung dan kedegilannya itu menjadi alasan bagi terdakwa untuk mendidiknya dengan pukulan," papar Reza.
Pertanyaannya, kata Reza, apa tindak-tanduk si anak yang ditafsirkan terdakwa sebagai bentuk kenakalan?
"Dan apakah kenakalannya itu--kalau ada--memang layak untuk diganjar dengan hukuman berupa pukulan?" katanya.
Gambaran situasi serba mengambang itu, menurut Reza sama saja dengan memberikan stigma negatif terhadap si anak, dan itu bukanlah hal yang elok untuk dilakukan JPU.
"Terlepas dari perkara Terdakwa Supriyani, sikap bersama perlu dikunci: apakah pemukulan (kekerasan fisik) terhadap anak hingga derajat tertentu bisa dimaklumi?" tanya Reza.
"Ketika orangtua murid di rumah tidak mempraktikkan pukulan sebagai bentuk pendisiplinan, namun guru menerapkan perlakuan sedemikian rupa di sekolah, apakah adil jika orangtua diharuskan untuk serta-merta menerima ketentuan di sekolah itu?" kata Reza.
 
Seperti diketahui guru honorer Supriyani dituntut bebas Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut atas tuduhan menganiaya siswanya yang merupakan anak polisi.
Walaupun menuntut bebas, JPU Ujang Sutisna menilai Supriyani melakukan tindak kekerasan kepada anak yang dilakukan secara spontan.
JPU menuntut bebas Supriyani karena menilai tindakan tersebut tidak dilatari sifat jahat.
Baca juga: Guru Vs Anak Polisi di Konawe Selatan Sultra, Supriyani Diduga Diperas Rp 50 Juta untuk Damai
Aspek lain yang dijadikan pertimbangan JPU menuntut bebas Supriyani adalah guru honorer tersebut bersikap baik selama persidangan.
JPU juga mempertimbangkan kiprah Supriyani sebagai guru honorer sejak 2009, tidak pernah dipidana, dan mengasuh dua anak kecil.
"Berdasarkan uraian tersebut, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 80 ayat 1 juncto Pasal 76 huruf C Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, kami dari Jaksa Penuntut menuntut terdakwa Supriyani untuk lepas dari segala tuntutan hukum," kata Ujang.
JPU juga membebankan biaya perkara sebesar Rp5.000 kepada negara.
Kendati JPU menuntut bebas, kuasa hukum Supriyani, Andri Darmawan menginginkan sidang lanjutan dengan agenda pleidoi atau pembelaan.
Andri mengaku pihaknya mengajukan sidang pleidoi karena merasa aneh dengan JPU yang menuntut bebas, tetapi menganggap Supriyani melakukan kekerasan terhadap anak.
Menurut Andri, tuntutan JPU belum jelas karena alasannya tidak masuk sebagai pembenar ataupun pemaaf.
"JPU menuntut bebas, tetapi memang dia menyatakan ada perbuatan tetapi tidak mens rea, ini menurut kami sesuatu yang aneh," kata Andri.
Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09
Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News
| 41 Siswa Terluka setelah Atap Gedung SMKN 1 Gunung Putri Bogor Ambruk Akibat Hujan dan Angin Kencang | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| Numpang Istirahat di Masjid Agung Sibolga, Pemuda Tewas Dianiaya | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| Kasus Fidusia, Kuasa Hukum Sebut Neni Nuraeni Hanya Jadi Korban Suami | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| Penyebab Raja Surakarta Meninggal Dunia, Alami Kritis Berminggu-minggu | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|
| Kereta Petani dan Pedagang di Lintas Rangkasbitung–Merak Disiapkan, Setiap Hari Layani 14 Perjalanan | 
				      										 
												      	 | 
				    
|---|

                
												      	
												      	
												      	
												      	
												      	
				
			
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.