Berita Regional

Diduga Hamili Santriwati, Kiai Pengasuh Ponpes di Trenggalek Ngumpet saat Digeruduk Ribuan Warga

Warto mengaku sudah melaporkan kasus anaknya tersebut ke kepolisian, dan pihak penyidik pun sudah menemui langsung  korban dan Warto.

Editor: Feryanto Hadi
Tribun Jatim/Sofyan Arif
Massa menggeruduk Balai Desa Sugihan, Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek minta dipertemukan dengan pimpinan pondok pesantren yang diduga hamili santriwati 

WARTAKOTALIVE.COM, TRENGGALEK - Ribuan massa menggeruduk Balai Desa Sugihan, Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek, Minggu (22/9/2024) malam.

Aksi tersebut merupakan lanjutan dari aksi yang dilakukan oleh masa yang sama pada pagi harinya.

 Mereka menuntut pertanggungjawaban atas kasus kekerasan seksual terhadap seorang santriwati hingga melahirkan seorang bayi.

Massa yang merupakan warga Desa Karangrejo, Kecamatan Kampak menagih janji untuk dipertemukan dengan kiai atau pimpinan Pondok Pesantren Mambaul Hikam, Desa Sugihan yang diduga telah menghamili santrinya sendiri.

Janji tersebut mereka dapatkan usai menggeruduk pondok pesantren tersebut di pagi harinya.

Dari pantauan Tribun Jatim Network, masa mulai memadati balai desa pukul 20.15 WIB dengan menaiki mobil bak terbuka. Nampak korban dan sang bayi yang juga ikut dalam rombongan tersebut.

Baca juga: Akan Dilawan Pengikut HRS Jika Bikin Onar, Pasukan Berani Mati Jokowi Tak Nongol di Jakarta Hari Ini

"Keinginan kami hanya satu, yaitu dipertemukan dengan pimpinan pondok," kata orator, Mujiat.

Mereka disambut oleh Kepala Desa Sugihan, lalu Kapolsek Kampak, dan juga KBO Reskrim Polres Trenggalek.

Sayangnya dalam kesempatan itu sang kiai tidak kunjung didatangkan hingga membuat masa geram.

Mereka menilai penyidikan yang dilakukan oleh Polres Trenggalek lambat, karena kasus tersebut sudah bergulir dari korban hamil hingga melahirkan seorang bayi laki-laki yang kini sudah berusia lebih kurang dua bulan.

Karena massa semakin tak terkendali sejumlah perwira Polres Trenggalek pun juga menyusul mendatangi lokasi.

Mulai dari Kasat Sabhara Polres Trenggalek, hingga Wakapolres Trenggalek, Kompol Herlinarto.

Kedatangan perwira dengan melati satu di pundak tersebut tidak lantas membuat masa buyar, mereka bersikukuh ingin dipertemukan dengan pimpinan pondok untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Hingga pukul 23.00 WIB masa masih menduduki Balai Desa Sugihan dan enggan untuk membubarkan diri sebelum bertemu dengan sang kiai.

Keluarga marah

Sebelumnya, keluarga korban bersama tetangga meminta pertanggungjawaban pondok pesantren karena korban diduga hamil setelah mengalami kekerasan seksual di pondok pesantren tersebut.

Nampak sang bayi yang sudah berumur lebih kurang dua bulan beserta ibunya juga diajak dalam rombongan itu.

"Saya tidak terima karena anak saya bercerita kalau dihamili oleh pemimpinnya pondok, tapi sampai sekarang saya sendiri belum bisa bertemu dengan pemimpin pondok bahkan polisi-pun diam saja," kata bapak korban, Warto, Minggu (22/9/2024).

Warto mengaku sudah melaporkan kasus anaknya tersebut ke kepolisian, dan pihak penyidik pun sudah menemui langsung  korban dan Warto.

Dari beberapa kali pertemuan dengan penyidik, Warto diminta agar tidak nekat melabrak pemimpin pondok pesantren dan menyerahkan kasus tersebut ke aparat penegak hukum yang tengah mendalami kasus tersebut.

"Saya menurut, tapi kenyataannya di kepolisian prosesnya seperti ini. Polisi dulu mengatakan masih kekurangan saksi, sehingga perlu menunggu sang bayi lahir terlebih dahulu, lha sekarang bayi sudah besar, tapi tidak ada hasilnya dari Polres," lanjut warga Desa Karangrejo, Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek tersebut.

Baca juga: Oknum ASN Pemkot Bekasi Larang Tetangganya Ibadah, Pj Wali Kota Cari Tahu Dulu Duduk Perkaranya

Warto meminta penyidik bisa menjalankan tugasnya dengan cepat. Karena jika kasus tersebut tidak segera terungkap, maka masyarakat akan semakin gerah tidak justru semakin lupa.

"Kalau sudah ditemukan siapa pelakunya, saya juga tidak ingin punya mantu seperti itu, karena kelakuannya sudah seperti binatang. Saya hanya ingin proses hukum berjalan," jelasnya.

Sayangnya Warto gagal menemui pemimpin pondok dan hanya dijanjikan akan ditemui pada malam harinya.

Sementara itu, wartawan juga masih berusaha menemui pengurus ponpes untuk mendapatkan konfirmasi tentang dugaan kasus pelecehan seksual.

Kasus Lain, Pimpinan Ponpes di Majalaya Karawang Cabuli Puluhan Santriwati

Polres Karawang menangkap menangkap KA, seorang pemilik ponpes di Kecamatan Majalaya, Karawang yang mencabuli enam santriwati.

Penangkapan setelah adanya laporan dari para korban ke pihak Kepolisian.

Kapolres Karawang, AKBP Edwar Zulkarnain, mengatakan, pihaknya menangkap tersangka K pada akhir Agustus 2024 lalu.

Jumlah korban yang melapor di kasus tersebut sebanyak 6 orang.

"Jumlah korban berdasarkan laporan ada enam. Tapi tak menutup kemungkinan jumlah korban akan terus bertambah," kata Edward kepada awak media pada Senin (9/9/2024).

Edward menjelaskan, hasil keterangan sejumlah korban pelecehan itu terjadi sejak pertengahan tahun 2023 sampai Maret 2024 dengan berbagai modus.

Modusnya mulai pada saat santri perempuan melakukan suatu kesalahan, melanggar aturan ponpes, pelaku memberikan hukuman berupa tindakan yang dapat mempertontonkan aurat wanita.

"Kemudian saat waktu-waktu tertentu, di saat santri berada di tempat yang tidak terlalu ramai, pelaku sering melakukan atau menyentuh bagian fisik dari para korban," papar Edwar.

Dalam kasus ini, kata Edward, Kepolisian mengamankan barang bukti pakaian korban hingga rekeman CCTV pondok pesantren.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, KA dijerat pasal 82 UU Nomor 17 tahun 2016 tentang Perppu Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan kedua UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU.

"Ancaman hukuman maksimal 15 th penjara," kata dia.

Diduga Cabuli Puluhan Santriwati 

Diberitakan sebelumnya, pimpinan pondok pesantren (Ponpes) di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Karawang diduga cabuli puluhan santriwati.

Kini sejumlah korban telah melaporkan perbuatan pelaku ke Polres Karawang.

"Ya semalam sejumlah korban melaporkan ke Polres Karawang terkait pelecehan seksual oleh oknum pimpinan ponpes inisial K," kata Kuasa hukum korban Saepul Rohman kepada awak media pada Kamis (8/8/2024).

Dia mengungkapkan, kejadian keji yang menimpa para santriwati itu terjadi pada empat bulan yang lalu.

Namun, kata dia, pada saat itu para korban belum berani untuk melaporkan kejadian tersebut kepada aparat penegak hukum (APH).

"Selama ini para korban belum berani laporan karena takut. Mereka masih berusia 13 sampai 15 tahun dan masih duduk di bangku SMP. Untuk jumlah korban mencapai 20 orang, kemungkinan bisa lebih," ujar Saepul.

Dirinya enjelaskan, dugaan aksi bejat itu dilakukan dengan modus memberikan hukuman kepada para santriwati. Hukuman diberikan itu mulai dikunci di ruangan hingga diminta membuka pakaiannya.

"Jadi dalihnya seolah-olah korban ini sedang menerima hukuman, disuruh buka bajunya satu-satu. Ada juga yang lagi mengaji, mereka diraba-raba bagian payudaranya dari belakang," tutur Saepul.

Saepul mengatakan, sejauh ini ada enam korban melaporkan ke Polres Karawang.

Namun, untuk jumlah korban diduga ada sebanyak 20, bahkan bisa lebih.

Saat ini para korban dalam kondisi mengalami traumatis.

Ia berharap aparat penegak hukum (APH) dapat bertindak tegas dalam menangani kasus tersebut.

"Kami berharap pihak kepolisian secepatnya mengusut tuntas kasus ini agar ada keadilan bagi mereka,” tandas Saepul.

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News

Artikel ini telah tayang di TribunJatim.com

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved