Berita Regional

Diduga Hamili Santriwati, Kiai Pengasuh Ponpes di Trenggalek Ngumpet saat Digeruduk Ribuan Warga

Warto mengaku sudah melaporkan kasus anaknya tersebut ke kepolisian, dan pihak penyidik pun sudah menemui langsung  korban dan Warto.

Editor: Feryanto Hadi
Tribun Jatim/Sofyan Arif
Massa menggeruduk Balai Desa Sugihan, Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek minta dipertemukan dengan pimpinan pondok pesantren yang diduga hamili santriwati 

"Jumlah korban berdasarkan laporan ada enam. Tapi tak menutup kemungkinan jumlah korban akan terus bertambah," kata Edward kepada awak media pada Senin (9/9/2024).

Edward menjelaskan, hasil keterangan sejumlah korban pelecehan itu terjadi sejak pertengahan tahun 2023 sampai Maret 2024 dengan berbagai modus.

Modusnya mulai pada saat santri perempuan melakukan suatu kesalahan, melanggar aturan ponpes, pelaku memberikan hukuman berupa tindakan yang dapat mempertontonkan aurat wanita.

"Kemudian saat waktu-waktu tertentu, di saat santri berada di tempat yang tidak terlalu ramai, pelaku sering melakukan atau menyentuh bagian fisik dari para korban," papar Edwar.

Dalam kasus ini, kata Edward, Kepolisian mengamankan barang bukti pakaian korban hingga rekeman CCTV pondok pesantren.

Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, KA dijerat pasal 82 UU Nomor 17 tahun 2016 tentang Perppu Nomor 1 tahun 2016 tentang Perubahan kedua UU no 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi UU.

"Ancaman hukuman maksimal 15 th penjara," kata dia.

Diduga Cabuli Puluhan Santriwati 

Diberitakan sebelumnya, pimpinan pondok pesantren (Ponpes) di Kecamatan Majalaya, Kabupaten Karawang diduga cabuli puluhan santriwati.

Kini sejumlah korban telah melaporkan perbuatan pelaku ke Polres Karawang.

"Ya semalam sejumlah korban melaporkan ke Polres Karawang terkait pelecehan seksual oleh oknum pimpinan ponpes inisial K," kata Kuasa hukum korban Saepul Rohman kepada awak media pada Kamis (8/8/2024).

Dia mengungkapkan, kejadian keji yang menimpa para santriwati itu terjadi pada empat bulan yang lalu.

Namun, kata dia, pada saat itu para korban belum berani untuk melaporkan kejadian tersebut kepada aparat penegak hukum (APH).

"Selama ini para korban belum berani laporan karena takut. Mereka masih berusia 13 sampai 15 tahun dan masih duduk di bangku SMP. Untuk jumlah korban mencapai 20 orang, kemungkinan bisa lebih," ujar Saepul.

Dirinya enjelaskan, dugaan aksi bejat itu dilakukan dengan modus memberikan hukuman kepada para santriwati. Hukuman diberikan itu mulai dikunci di ruangan hingga diminta membuka pakaiannya.

Sumber: Warta Kota
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved