Berita Jakarta

Hippindo Kritik Kebijakan Ganjil Genap Bikin Mall di Jakarta Sepi, Ini Kata Budihardjo

Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah kesal terhadap aturan ganjil genap di Jakarta, karena bikin suasana mall sepi pengunjung.

Editor: Valentino Verry
tribunnews
Ketua Umum Hippindo Budihardjo Iduansjah mengeluhkan aturan ganjil genap di Jakarta, sebab bikin mall sepi dari pengunjung. Dia berharap Pemprov Jakarta segera mengurangi jam ganjil genap itu. 

Video tersebut menunjukkan aktivitas lalu lalang pengunjung yang hanya jalan-jalan di sebuah pusat perbelanjaan dengan caption sebagai berikut:

"Pada sadar nggak, dua bulan ini mall-mall nggak seramai biasanya, masyarakat ke mal pun nggak belanja, cuma jalan-jalan."

Suasana sebuah mall di Kota Semarang, Jawa Tengah, terlihat sepi dari transaksi. Pengunjung hanya jalan-jalan dan tak belanja. Suasana ini viral di medsos.
Suasana sebuah mall di Kota Semarang, Jawa Tengah, terlihat sepi dari transaksi. Pengunjung hanya jalan-jalan dan tak belanja. Suasana ini viral di medsos. (tribunnews)

Dalam unggahan tersebut juga disebutkan bahwa daya beli masyarakat, khususnya dari kalangan kelas menengah, sedang mengalami penurunan.

"Malah ada tren baru, masyarakat kelas menengah sering ke mall, tapi nggak belanja, masyarakat makin selektif untuk membelanjakan uangnya, memilih alternatif yang lebih murah," tulis akun @semarangskyperject.

Akun tersebut juga menarasikan terjadi penurunan jumlah pengunjung yang signifikan di pusat perbelanjaan di Jalan Pemuda, Kota Semarang.

"Di weekdays biasanya dikunjungi 15-18 ribu pengunjung, kini hanya berkisar 10-12 ribu saja," tulis akun @semarangskyperject.

Menanggapi hal tersebut, Budihardjo mengatakan bulan delapan atau Agustus, biasanya mall memang sepi, karena pengeluaran masyarakat sudah habis saat bulan tujuh (Juli).

"Memang bulan delapan itu di dalam jadwalnya retail tuh adalah bulan sepi setiap habis bulan tujuh," kata Budihardjo kepada Tribunnews.

"Bulan tujuh itu anak sekolah biasanya mulai masuk dan momen sehabis liburan. Pengeluaran banyak untuk anak liburan dan sekolah. Jadi mereka menahan beli itu biasanya di bulan delapan," lanjutnya.

Kemudian, terkait dengan daya beli yang menurun, Budihardjo kurang setuju dengan hal itu. 

Menurut dia, daya beli masyarakat tidak terlalu turun.

Namun, di sini berperan faktor gempuran barang impor ilegal yang harganya sangat murah, lebih menarik minat masyarakat kelas menengah ke bawah.

"Kalau untuk yang dimaksud daya beli itu untuk kalangan menengah bawah, kami melihat adalah ada faktor impor ilegal barang murah," ujar Budihardjo.

"Faktor impor ilegal barang murah ini. Yang menjual WNA, barangnya dikirim ke luar negeri, sewa gudang doang, jual online," sambungnya.

Budihardjo menyebut praktik jualan barang impor ilegal itu berbahaya karena bisa membuat pabrik dan toko di dalam negeri tutup.

Sumber: Tribunnews
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved