Berita Jakarta
Wacana Subsidi KRL Berbasis NIK Sudah Sejak 2018, Djoko: Ditolak Istana untuk Kepentingan Pilpres
Trubus Rahardiansyah menyebut jika kenaikan tarif KRL ini tidak ada kaitannya dengan pemilihan presiden (Pilpres).
Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Feryanto Hadi
Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Nuri Yatul Hikmah
WARTAKOTALIVE.COM, PALMERAH — Wacana penyesuaian tarif commuter line (KRL) Jabodetabek yang direncanakan berlaku pada 2025 mendatang, rupanya telah digodok sejak 2018 lalu.
Pasalnya, tarif KRL terendah yakni Rp 3.000 belum mengalami kenaikan sejak 2016.
Kendati demikian, rencana itu belum kunjung digelontorkan lantaran pihak Istana menolak upaya Kementerian Perhubungan menaikkan harga tarif KRL pada tahun tersebut.
Hal itu sebagaimana disampaikan oleh pengamat transportasi Universitas Soegijapran, Djoko Setijowarno saat dihubungi, Senin (2/9/2024).
"Berulang kali sebenarnya sudah dilakukan upaya oleh Kementerian Perhubungan untuk menaikkan tarif KRL ini. Karena sejak 2016 sampai sekarang belum ada kenaikan. Tapi setiap ada usulan itu, pihak Istana menolak dengan alasan nantinya Pilpres dan sebagainya," kata Djoko.
Baca juga: Wacana Subsidi Tarif KRL Pakai NIK, Pengamat Minta Benahi Dulu Fasilitasnya
"Ya mungkin khawatir kalah dan sebagainya, jadi alat politik," imbuhnya.
Padahal, lanjut Djoko, masyarakat telah banyak merasakan kenaikan, mulai dari upah minimum regional (UMR) hingga kebutuhan pokok.
Oleh karena itu, Djoko memandang bahwa tuntutan naik tarif itu seharusnya tidak hanya dibebankan pada KRL saja.
Melainkan para pemerintah daerah (Pemda) juga menyiapkan transportasi umum di kawasan-kawasan perumahan untuk mempermudah mobilitas warganya agar beralih ke transportasi umum.
"Karena dari studi tahun 2014 kalau saya tidak salah dari Balitbang itu menunjukkan bahwa meskipun tarif KRL itu murah, tetapi pengeluaran pengguna KRL masih tinggi, masih di atas 30 persen," ungkap Djoko.
Tingginya pengeluaran itu, lanjut dia, dikarenakan biaya transportasi dari rumah-rumah warga ke stasiun sangatlah tinggi.
"Itu adalah kewajiban dari kepala kaerah, first mile, angkutan pertama yang harus diberikan dari kawasan perumahan menuju stasiun yang terdekat," jelas Djoko.
"Sehingga nanti tidak ramai seperti sekarang, orang harus parkir, dibayar parkir dan sebagainya," imbuhnya.
Baca juga: PT KAI Subsidi KRL Jabodetabek Pakai NIK, Pengamat: Waktunya tak Tepat, Benahi Dulu Fasilitasnya
Cegah Kelompok Anarkis Masuk ke Permukiman, Warga Palmerah Jakarta Barat Bersama-sama Jaga Kampung |
![]() |
---|
Jalan Asia Afrika Kembali Normal Usai Kericuhan, Massa Bertahan di Depan Senayan City |
![]() |
---|
AI di ITCS Tidak Terelakkan, Basri Baco Ingatkan Jangan Sampai Hapus Peran Manusia |
![]() |
---|
Dua Tahun Beroperasi, LRT Jabodebek Layani 43 Juta Penumpang |
![]() |
---|
Pemprov DKI Jakarta Dinilai Berpihak ke Rakyat, DPRD Ingatkan Tantangan Banjir hingga Kemacetan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.