Demonstrasi
Pedangdut Machica Mochtar Khawatir Anaknya yang Hilang usai Ikut Aksi di Gedung DPR Dipukuli Polisi
Muhammad Iqbal Ramadhan putra Machica Mochtar ikut unjuk rasa penolakan pengesahan Revisi UU Pilkada di DPR MPR RI
Penulis: Arie Puji Waluyo | Editor: Feryanto Hadi
Laporan Wartawan WARTAKOTALIVE.COM, ARIE PUJI WALUYO
WARTAKOTALIVE.COM, TANGERANG SELATAN - Pedangdut Machica Mochtar mengaku masih menunggu kabar tentang keberadaan dan kondisi anaknya, Muhammad Iqbal Ramadhan usai mengikuti aksi unjuk rasa.
Muhammad Iqbal Ramadhan putra Machica Mochtar ikut unjuk rasa penolakan pengesahan Revisi UU Pilkada di DPR MPR RI, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2024).
Machica mengakui dirinya belum menerima kabar lagi dimana Iqbal berada.
Hanya saja ia sempat berkomunikasi dengan sang anak Kamis malam, yang memberitahukan sedang diamankan di Polda Metro Jaya.
Tak hanya keberadaannya, Iqbal juga menyampaikan kondisinya yang terluka. Hidungnya patah saat mengikuti aksi unjuk rasa.
"Setelah itu saya hubungi ke nomor yang dipakai anak saya semalam, katanya anak saya dalam keadaan baik dan jangan khawatir," kata Machica Mochtar ketika ditemui di kediamannya di kawasan Bintaro, Tangerang Selatan, Jumat (23/8/2024).
Machica mengakui sangat cemas. Ia sudah menghubungi teman-teman dari Iqbal, untuk mengetahui keberadaan anaknya. Namun hasilnya masih nihil.
"Belum ada info sampai sekarang. Teman-temannya sudah bergerak dan mencari. Saya mau ke Polda atau rumah sakit, tidak tahu dkmananya," ucapnya.
Rencananya, Machica akan membuat laporan polisi jika tidak mendapatkan kabar tentang Iqbal sampai Jumat malam. Hal tersebut karena ia sangat cemas dengan kondisi sang anak.
"Saya mau buat laporan kehilangan anak kalau sampai 1x24 jam tidak ada kabar," tegasnya.
Jika memang benar Iqbal diamankan polisi, Machica Mochtar memberikan pesan menyentuh kepada aparat yang berwajib, untuk menjaga anaknya.
"Saya mengimbau kepada pihak berwajib, dimana keberadaan anak saya, supaya saya bisa dibantu untuk tau, apakah anak saya sudah aman, keadaan dia, apa diobati? Saya khawatir, kalau aktivis itu bisa dipukul, dihajar, itu yang selalu terjadi," ujar Machica Mochtar.
Polisi bantah ada pemerasan
Viral cuitan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) soal ditahannya satu massa aksi kala demo mengawal putusan Mahkamah Konsititusi (MK) di DPR RI, Kamis (22/8/2024).
Dalam cuitan tersebut, YLBHI menyebut jika satu orang dari massa aksi itu ditahan di Polres Metro Jakarta Barat, namun diminta uang tebusan Rp 3 juta oleh aparat keamanan.
"Satu orang massa aksi yang ditahan di Polres Jakbar diminta uang tebusan Rp 3 juta rupiah oleh aparat keamanan. Gila," tulis cuitan @YLBHI di akun X, Jumat (23/8/2024).
Terkait hal itu, Wakil Advokasi YLBHI, Arif Maulana membenarkannya. Menurutnya, cuitan itu diunggah usai adanya pengaduan dari masyarakat.
"Jadi kami mendapatkan pengaduan dari seorang pengasuh yang menyampaikan kabar yang dia juga melampirkan buktinya, bahwa ada permintaan seperti itu (bantuan hukum karena diamankan Polres Jakbar)," kata Arif saat dihubungi wartawan, Jumat.
Baca juga: Ternyata Kaesang Sudah Urus Surat Tak Pernah Dipidana dan Bebas Utang untuk Maju di Pilgub Jateng
Menurutnya, total ada 105 pelajar yang diamankan Polres Jakbar usai demo terkait Pilkada 2024 di DPR RI.
Namun, sebagian besar dari ratusan orang tersebut sudah dibebaskan.
"Kami sedang berupaya untuk me reach out (menjangkau yang diamankan) di Jakarta Barat, karena dari info terakhir jumlah 105 itu sudah sebagian besar sudah dilepaskan oleh kepolisian," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Pencegahan Maladministrasi Ombudsman RI, Febrityas menyebut jika pihaknya sudah diminta oleh tim Reskrim Polres Metro Jakarta Barat untuk mengecek kondisi massa yang diamankan usai unjuk rasa di lapangan.
Menurutnya, saat ini hanya tersisa 28 orang saja yang masih berada di Polres Jakarta Barat.
"Kami lihat itu tinggal dari jumlah 105, tadi menurut keterangan 105 yang diamankan, sebagian sudah dipulangkan, sisa 28 orang. 28 orang dan itu pun tinggal menunggu dari pihak keluarga yang menjeput," ujar Febrityas saat ditemui di Mapolres Metro Jakarta Barat, Jumat.

Kendati begitu, Febri menyebut jika beberapa pihak keluarga sudah datang untuk memproses agar kasusnya segera selesai.
Selain itu, Febri juga mengecek apakah ada massa aksi yang mengalami luka-luka saat diamankan atau tidak.
"Ternyata tadi dari pihak Satreskrim Polres Jakbar menyampaikan bahwa mereka ini diamankan dan diperlihatkan bahwa kondisi mereka itu baik-baik saja, diberi makan selayaknya orang diamankan," kata Febri.
"Dan kami cek langsung memang mereka kondisi psikologinya baik-baik saja, mereka masih bisa tertawa dan bahagia ketemu orang tuanya," imbuhnya.
Dia pun memastikan bahwa semua massa aksi yang diamankan akan dipulangkan hari ini.
Menurutnya, orang-orang yang ditahan tersebut kebanyakan pelajar.
"Informasinya sih, mereka itu ada beberapa yang biasa nongkrong atau diajak temannya. Tapi setidaknya karena situasinya chaos atau rusuh tadi malam, daripada mereka kemudian nanti jadi korban, mereka diamankan," kata Febri.
"Mereka banyakan anak sekolah. Anak sekolah itu apakah mereka masuk dalam suatu forum aksi atau apa, setidaknya mereka itu seperti terpanggil saja karena situasi saat ini," imbuhnya.
Meskipun demikian, Febri memastikan jika tidak ada barang bukti apapun yang diamankan petugas dari mereka yang diamankan.
Sementara itu, terkait adanya informasi bahwa massa aksi yang ditahan di Polres Jakarta Barat dimintai Rp 3 juta, Febri menyebut jika hal itu tidak benar.
"Kami sempat sampaikan juga itu ke Pak Kasat. Pak Kasat juga menanyakan itu dari mana informasinya. Karena dari 105 kan informasinya satu diminta uang ya," kata Febri.
"Tapi mayoritas tadi keluruhan itu tidak ada yang diminta. Bahkan tadi kan kami tanya wawancara, 'Bu ada syaratnya apa aja?', ya hanya buat surat pernyataan aja tanpa ada biaya apapun," lanjutnya.
Oleh karena itu, Febri menyebut jika harus mengonfirmasikannya lagi kepada YLBHI yang lebih dahulu mengunggah cuitan itu di akun X.
Penanganan Aksi Demo Tolak RUU Pilkada di DPR oleh Aparat Dinilai Brutal
Penanganan aparat kepolisian yang dibantu oleh TNI pada aksi demonstrasi elemen masyarakat dan mahasiswa menolak revisi UU Pilkada di DPR, Kamis (22/8/2024) kemarin dinilai brutal.
Sehingga banyak pedemo yang mengalami luka-luka akibat penanganan yang dilakukan aparat.
Hal itu diungkapkan Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) dalam konferensi pers di Gedung YLBHI, Jakarta Pusat, Jumat (23/8/2024).
Andri Yunus selaku perwakilan TAUD mengatakan pihaknya dihalangi oleh aparat untuk memberikan pendampingan hukum pada peserta demo yang diamankan aparat.
Menurut Andri, saat unjuk rasa Kamis (22/8/2024) kemarin, pihaknya memantau dan menyaksikan langsung tindakan brutalisme aparat saat mengamankan sejumlah pedemo.
"Dalam proses pemantauan di DPR dan media, ada beberapa tindakan di luar nalar manusia yang dilakukan aparat kepolisian selama penanganan unjuk rasa," kata sosok Andri yang juga menjabat Kepala Divisi Hukum Kontras.
Baca juga: 3 Pembakar Mobil Polisi di Pospol Pejompongan Jakpus Saat Demo Tolak RUU Pilkada Dibekuk
Andri mengatakan sejumlah aksi brutal diantaranya pemukulan dengan tongkat oleh aparat, hingga penembakan gas air mata secara brutal dan tidak terukur.
Akibatnya kata dia, masyarakat sipil yang tidak ikut demo pun terdampak.
"Kami juga mengecam keterlibatan TNI dalam penanganan aksi demonstrasi," katanya.
Urusan yang berkaitan dengan kebebasan sipil dan demokrasi, kata dia, bukanlah ruang untuk diisi oleh TNI.
Selain itu, katanya dari keterangan korban yang didampingi oleh pihaknya, mengaku mengalami penyiksaan.
Korban yang jatuh saat terjadi kericuhan, kata dia, mengaku dianiaya oleh belasan polisi.
Baca juga: Ikut Demo di DPR RI, Ketum Ganjarist Dkk Kecam Jokowi, Minta Pemerintah Patuhi Putusan MK
"Dipukul dan ditendang di bagian kepala dan dipaksa mengakui bahwa korban pelaku pelemparan dan pengerusakan pagar gedung DPR RI," katanya.
Menurutnya korban justru dibawa ke titik yang satu lalu ke titik lain oleh aparat.
Selama itu pula korban dianiaya.
"Akibat dari tindakan brutalitas tersebut, ada korban yang mengalami luka di bagian hidung bahkan di area kepala dan itu berdarah," katanya.
Dibakar
Sementara itu sebuah mobil polisi dibakar massa di pos polisi (Pospol) Pejompongan, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2024) malam, oleh demonstran yang dipukul mundur dari depan Gedung DPR.
Saksi mata bernama Faris (22) mengungkapkan, peristiwa itu terjadi sekitar pukul 21.30 WIB.
Awalnya demonstran yang dipukul mundur aparat dari depan Gedung DPR/MPR RI, berlarian ke arah flyover menjelang perempatan Slipi, Jakarta Barat.
Mereka ada yang berlarian ke arah Bendungan Hilir, Jakarta Pusat.
"Pas massa pada kabur, pas banget ada polisi lagi mau ngeluarin mobil di Pospol Pejompongan," ujar Faris.
Massa kemudian menghancurkan mobil itu dengan batu.
Sebanyak empat polisi yang berada di dalamnya pun keluar dan berlarian ke arah Pospol Pejompongan.
"Ya sudah, habis itu dibakar sama-sama itu mobilnya," ujar Faris.
Baca juga: Pj Gubernur DKI akan Perbaiki Fasilitas yang Rusak Akibat Demo Tolak Revisi UU Pilkada
Aparat yang awalnya memukul mundur massa, mendengar bahwa mobil polisi dibakar.
Mereka langsung menuju ke tempat kejadian perkara.
Mereka melepaskan gas air mata hingga massa kembali mundur ke arah Bendungan Hilir.
Satpam Gedung BNI bernama Siprianus menambahkan, massa sempat melawan di Jalan Raya Pejompongan dengan melemparkan batu ke polisi.
"Massa tadi gabung sama warga ngelawan. Tapi karena ditembak gas air mata berkali-kali, massa mundur terus," ujar dia.
Pukul 22.40 WIB, api yang melahap mobil polisi sudah dijinakkan.
Polisi memadamkan api menggunakan alat pemadam api ringan (APAR).
50 Pedemo Ditangkap
Anggota DPR RI Fraksi PDI-P Adian Napitupulu menyebut sekitar 50 orang ditangkap polisi saat demo di depan Gedung DPR/MPR RI, Kamis (22/8/2024).
“Yang di DPR, tadi ditahan itu sekitar 50-an orang,” kata Adian di Polda Metro Jaya, Kamis (22/8/2024) malam.
Oleh karena itu, Adian menyambangi Polda Metro Jaya untuk memastikan berapa jumlah demonstrasi yang ditangkap oleh polisi.
“Kami mau cek datanya dulu sekaligus mau cek kondisi mereka. Menurut saya, itu penting ya,” katanya.
Dia mengaku, kehadirannya di Polda Metro Jaya bukan atas instruksi Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri.
“Spontanitas saja. Tadi melihat di jalan. Terus ngobrol sama teman-teman, 'eh, kita harus berbuat sesuatu. Paling tidak, kita harus melihat mereka, tanya, apakah semua sesuai prosedur hukum atau sebagainya',” ungkap Adian.
Terlepas dari itu, Adian ingin memastikan bahwa tidak ada tindak kekerasan yang dilakukan oleh pihak kepolisian saat penangkapan berlangsung.
Sementara itu, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi belum bisa memastikan penangkapan peserta aksi di depan Gedung DPR/MPR RI.
"Kami pastikan lagi, kami belum dapat informasi tersebut. Sejauh ini situasi masih terkendali," kata dia.
Baca juga: Revisi UU Pilkada Batal Disahkan, Demo Mahasiswa di DPR RI Berlanjut, TNI-Polri Kerahkan 5.012 Orang
Sebagai informasi, demonstrasi di depan Gedung DPR RI merupakan reaksi sejumlah aliansi masyarakat sebagai bentuk penolakan RUU Pilkada.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah aturan soal ambang batas (threshold) pencalonan gubernur dan wakil gubernur dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 pada Selasa (20/8/2024).
MK memutuskan, threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan ambang batas pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai sebagaimana diatur Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.
Berdasarkan Putusan MK ini, threshold pencalonan gubernur Jakarta hanya membutuhkan 7,5 persen suara pada pileg sebelumnya.
Namun, sehari usai Putusan MK, DPR dan pemerintah langsung menggelar rapat untuk membahas revisi Undang-Undang Pilkada.
Panitia Kerja (Panja) revisi UU Pilkada Badan Legislasi (Baleg) DPR RI berupaya mengakali Putusan MK dengan membuat pelonggaran threshold hanya berlaku buat partai politik yang tak punya kursi DPRD.
Ketentuan itu menjadi ayat tambahan pada Pasal 40 revisi UU Pilkada yang dibahas oleh panja dalam kurun hanya sekitar 3 jam rapat.
Sementara itu, Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang mengatur threshold 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah pileg tetap diberlakukan untuk partai-partai politik yang memiliki kursi parlemen.
Namun, Wakil Ketua DPR Sufmi Dafco Ahmad sudah memastikan pengesahan revisi UU Pilkada dibatalkan.
"Dengan tidak jadinya disahkan revisi UU Pilkada pada tanggal 22 Agustus hari ini, maka yang berlaku pada saat pendaftaran pada tanggal 27 Agustus adalah hasil keputusan JR MK yang diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora. Sudah selesai dong," ujar Dasco kepada Kompas.com, Kamis (22/8/2024).
Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News
Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09
Datangi RSCM, Kapolda Metro Minta Maaf kepada Ayah Almarhum Ojol yang Dilindas Mobil Rantis Brimob |
![]() |
---|
Kadiv Propam Polri Irjen Pol Abdul Karim Pastikan Oknum Brimob yang Lindas Ojol Sudah Diamankan |
![]() |
---|
Wilayahnya Jadi Sasaran Tembakan Gas Air Mata Polisi, Warga Palmerah Geram hingga Blokir Jalan |
![]() |
---|
Kapolri Perintahkan Propam Usut Oknum Brimob yang Lindas Driver Ojol saat Bubarkan Demo |
![]() |
---|
IPW: Personil Brimob yang Lindas Ojol Harus Ditangkap dan Diproses Hukum! |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.