Berita Jakarta

Prihatin dengan Korban Pemerkosaan, Sekolah Kristen Calvin Kampanyekan Bahaya Aborsi

Sekolah Kristen Calvin di Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara, mengkampanyekan bahaya aborsi bagi kesehatan fisik maupun mental sang ibu.

Warta Kota/Fitriyandi Al Fajri
Koordinator Sekolah Kristen Calvin Pdt Ivan Kristiano (tengah) dan Dokter Peneliti dari Universitas Oxford Dr. Calum Miller (kedua dari kiri) saat jumpa pers mengenai seminar publik bertajuk ‘Aborsi Dalam Perspektif Alkitab, Etika dan Medis’ yang digelar di ruang auditorium sekolah, Selasa (13/8/2024) petang. 

Namun berdasarkan penelitian yang ada, lanjut dia, mayoritas orang yang menjadi korban pemerkosaan justru tetap melanjutkan kehamilannya sampai bayinya lahir.

“Sering kali orang-orang yang melakukan pemerkosaan menginginkan wanitanya melakukan aborsi demi menutupi pelanggaran mereka,” ucap Miller.

Di negara asalnya Inggris, Miller bercerita bahwa pelaku pemerkosaan itu bisa ditangkap dengan melakukan tes DNA antara terduga pelaku dengan si bayi yang baru dilahirkan.

Jika dilakukan aborsi maka pelakunya bisa bebas dan tidak harus bertanggung jawab, karena tidak ada bayi untuk mencocokkan DNA dengan sang ayah.

“Tidak banyak penelitian tentang kesehatan mental terkait situasi ini, tapi ada penelitian yang menunjukkan bahwa wanita yang melakukan aborsi setelah pemerkosaan malah menyesali tindakannya,” tutur dia.

Miller mengatakan, penelitian yang ada menyebutkan bahwa stigma dari lingkungan sosial lebih membuat kaum perempuan tersiksa dibanding kejahatan seksual tersebut.

Kata dia, stigma bukan diselesaikan dengan cara aborsi tapi dengan menyelesaikan persoalan yang dihadapi korban itu di mata hukum.

“Kita harus menyelesaikan akar dari masalah ini dengan mencegah adanya pemerkosaan, dan membuat orang yang memperkosa untuk bertanggung jawab di mata hukum. Termasuk memberikan perempuan tersebut dukungan yang mereka butuhkan untuk mengatasi trauma yang ada, bukan dengan menghilangkan nyawa dari bayinya,” ucap dia.

Meski tidak dibenarkan untuk melakukan aborsi, lanjut dia, tapi ada kondisi tertentu bahwa praktik ini memang dianjurkan.

Misalnya nyawa si ibu yang mengandung bayi akan terancam keselamatannya setelah dicek melalui pemeriksaan medis.

“Kita tidak boleh punya maksud untuk mengakhiri nyawa seorang anak (bayi) tapi ketika nyawa ibunya dalam bahaya, sebagai penanganan terakhir seharusnya kita bisa melihat untuk memisahkan ibu dan anaknya. Dan sangat sedih sekali terkadang anaknya meninggal dari pemisahan ini,” jelasnya.

“Tapi di banyak kondisi seperti ini, jika ibunya meninggal maka anaknya juga meningal karena ibunya adalah penunjang kehidupan si bayi. Jadi tidak ada jalan untuk menyelamatkan bayinya,” tambahnya.

Miller juga mengamini, bahwa praktik aborsi bisa memberikan dampak negatif bagi kesehatan mental maupun fisik bagi sang ibu.

Banyak perempuan yang nekat melakukan aborsi, namun belakangan mengalami penyesalan dan ketidaktenangan setelah tega membunuh janin yang ada di dalam kandungannya.

“Aborsi memberikan masalah psikologi, bisa menimbukan masalah kecemasan dan akhirnya bunuh diri. Bahkan banyak yang jatuh ke lingkaran penyalahgunaan narkoba atau mengonsumsi minuman keras dengan tidak bertanggung jawab,” kata Miller.

Sumber: Warta Kota
Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved