Airlangga Hartarto Mundur

Nurul Arifin Ungkap Prestasi Airlangga Saat Pimpin Golkar: Berkontribusi Besar untuk Partai & Bangsa

Nurul Arifin beberkan peran Airlangga Hartarto membesarkan Partai Golkar selama memimpin partai berlambang pohon beringin itu.

Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Sigit Nugroho
Tribunnews.com
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bidang Komunikasi, Nurul Arifin, buka suara terkait mundurnya Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar, Sabtu (10/8/2024). 

"Maka, jika tidak ditemukan hal-hal yang bersifat logis dan konstitusional, tentu saja, harus dilihat dari aspek lain. Misalnya dari aspek usia, kesehatan atau ada persoalan hukum. Dan kesemuanya, hanya Airlangga yang tahu," paparnya.

BERITA VIDEO: Meutya Hafid Beberkan "Rahasia" Airlangga Mundur Dari Ketum Golkar

Dampak Terhadap Pilkada Bogor 2024

Airlangga Hartarto Mengunduran diri dari kursi Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar pada Minggu (11/8/2024).

Keputusan Airlangga itu membuat publik di Tanah Air kaget.

Walhasil, muncul berbagai spekulasi merebak di tengah masyarakat mengenai motif pengunduran diri Airlangga.

Salah satunya terkait dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.

Pengamat Politik dari Lembaga Studi Visi Nusantara Maju (LS Vinus), Yusfitriadi, mengatakan bahwa mundurnya Airlangga dilatarbelakangi oleh hal yang sangat dahsyat.

"Saya melihatnya isu yang sedang menjadi fokus semua partai politik saat ini adalah usungan calon dalam Pilkada 2024," kata Yusfitriadi di Cibinong, Senin (12/8/2024).

Yusfitriadi menjelaskan bahwa pendaftaran pasangan calon dalam Pilkada 2034 hanya tinggal menunggu hari, sehingga kemunduran Airlangga secara mendadak erat kaitannya dengan Pilkada.

Baca juga: VIDEO Meutya Hafid Beberkan "Rahasia" Airlangga Hartarto Mundur Dari Ketum Golkar

"Pembicaraan replikasi KIM (Koalisi Indonesia Maju) pada Pilkada di hampir semua propinsi dan kabupaten/kota menjadi potensi monopopli kekuatan politik," ujar Yusfitriadi.

Yusfitriadi mengungkapkan, kemunduran Airlangga secara mendadak kemungkinanya dilatarbelakngi 2 faktor.

Pertama, Airlangga dipaksa mundur oleh oligarki kekuasaan.

Ada indikasi partai pemilik presiden terpilih Prabowo Subianto (Partai Gerindra-Red) dengan suporting Presiden Jokowi memaksakan untuk mengusung dan memenangkan kadernya di semua daerah.

"Walaupun kader yang diusung tidak memiliki elektabilitas yang cukup, namun tetap dipaksakan. Tentu saja Partai Gerindra tidak bisa sendiri, partner koalisi yang paling diperhituhgkan Gerindra adalah Partai Golkar," jelasnya.

Sementara, Partai Golkar juga memiliki kader-kader yang cukup kuat, matang dan rata-rata memiliki elektabilitas yang tinggi.

Baca juga: VIDEO Elite Golkar "Bongkar" Airlangga Hartarto Berkorban Demi Hal Ini!

"Airlangga sebagai ketua umum Partai Golkar sangat rasional berpihak kepada kader partai. Dia merasa sudah mengorbankan banyak hal untuk Jokowi dan Prabowo, termasuk mengusung Gibran dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2034," tuturnya.

Kedua, Airlangga dipaksa mundur oleh tokoh dan elite Partai Golkar.

"Airlangga mungkin sangat tunduk dan patuh terhadap Jokowi dan Prabowo dalam mengusung siapa yang dikehendaki oleh olikargi kekuasaan, dan mengorbankan kader-kader partai sendiri," papar Yusfitriadi.

Jika kemungkinan ini yang terjadi, lanjut Yusfitriadi, Airlangga dipandang oleh tokoh-tokoh dan elit partai telah menjatuhkan wibawa Partai Golkar.

"Kebijakan Airlangga ini dianggap sebagai upaya memberangus kader sendiri dan berpotensi meruntuhkan masa depan Partai Golkar," terangnya.

Dalam konteks kemungkinan mundur karena dipaksa oleh oligarki kekuasaan, Yusfitriadi melihat ada banyak instrumen yang menjadi alat memaksa Airlangga mundur.

BERITA VIDEO: Para Petinggi Golkar Bicara Pasca Mundurnya Airlangga dari Ketum

"Instrumennya bisa dengan jabatan negara, kasus-kasus hukum dan lain-lain. Hal inipun kemungkinan terjadi pada kekuatan partai yang lain, dalam rangka mengajak bergabung dengan koalisi partai oligarki," ungkapnya.

Lalu apa pengaruh mundurnya Airlangga terhadap terhadap Pilkada di Kabupaten dan Kota Bogor?

Menurut Yusfitriadi, dampak mundurnya Airlangga ini pasti sangat besar terhadap pencalonan Bupati dan Wakil Bupati Bogor serta Walikota dan Wakil Wali Kota Bogor.

"Jika spekulasi pertama yang terjadi, tentu semua partai, termasuk Partai Golkar akan diminta oligarki untuk merapat kepada partai penguasa dan berpotensi monopoli kekuatan partai," ucapnya.

Kondisi ini akan berpotensi menciptakan adanya pasangan calon tunggal di Kabupaten Bogor dengan mengusung Waekjen Partai Gerindra, Rudi Susmanto.

"Siapapun pasangannya, Rudy Susmanto berpotensi akan melawan kotak kosong," kata Yusfitriadi.

Namun jika kemungkinan yang kedua yang terjadi, maka Partai Golkar dan partai lain akan berkoalisi dan melawan oligarki seperti yang terjadi di propinsi Banten.

"Dalam kondisi ini, tentu saja bakal calon bupati dari Partai Goljar Jaro Ade di Kabupaten Bogor dan Rusli Prihatevy di Kota Bogor akan menguat dan berpotensi menang," tandas Yusfitriadi. (*)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di WhatsApp

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved