Berita Jakarta

Lurah Kalianyar Berharap Pemerintah Beri Subsidi BPJS Kesehatan untuk Pekerja Konfeksi di Wilayahnya

Kebanyakan, mereka dipekerjakan secara lepas dan diupah berdasarkan jam kerja tiap sehari atau seminggu sekali.

Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Feryanto Hadi
Warta Kota/Nuri Yatul Hikmah
Potret kampung konfeksi di Kalianyar, Tambora, Jakarta Barat. 

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Nuri Yatul Hikmah


WARTAKOTALIVE.COM, TAMBORA — Ratusan pekerja konfeksi yang bertaruh hidup di kampung konfeksi, Kalianyar Jakarta Barat, rupanya memiliki penghasilan yang jauh di bawah rata-rata upah minimum regional (UMR) Jakarta.

Kebanyakan, mereka dipekerjakan secara lepas dan diupah berdasarkan jam kerja tiap sehari atau seminggu sekali.

Akan tetapi, upah itu pun masih jauh dari kata layak. Terlebih, mereka tidak memiliki ansuransi kesehatan maupun kematian. 

Sehingga, uang yang dikumpulkan mereka harus juga disisihkan untuk hal-hal tak terduga semacam itu.

Hal tersebut sebagaimana diungkap oleh Lurah Kalianyar, Dwi Cahyono saat ditemui di Kantor Kelurahan Kalianyar, Minggu (16/6/2024).

"(Upah) itu kebijakan masing-masing pemilik, ownernya bekerja sama dengan pemerintah, swasta. Kami tidak tahu menahu," kata Dwi.

Kendati demikian, Dwi berharap agar pemerintah mau memerhatikan kesejahteraan para pekerja konfeksi di wilayahnya.

Baca juga: Cerita Basuki, dari Tukang Jahit yang Diupah Rp 2.500 per-Lusin Kini Jadi Bos Konfeksi di Tambora

Potret kampung konfeksi di Kalianyar, Tambora, Jakarta Barat.
Potret kampung konfeksi di Kalianyar, Tambora, Jakarta Barat. (Warta Kota/Nuri Yatul Hikmah)

Sebab bagaimanapun juga, kehadiran mereka telah menggerakkan roda perekonomian daerah bahkan membantu mengentaskan pengangguran.

"Pemerintah saya mengharapkan sekali untuk memperhatikan kesejahteraan daripada warga masyarakat atau pegawai buruh konfeksi rumahan ini," kata Dwi.

"Terutama masalah BPJS kesehatan dan juga ansuransi kematian yang memang pegawai buruh ini tidak sesuai standar minimal dari upah minimum di Jakarta," imbuhnya.

Sementara itu, salah satu bos konfeksi rumahan bernama Mancis (45) mengaku mempekerjakan karyawannya sesuai banyaknya produk yang dihasilkan tiap penjahit.

Sehingga, antara satu orang dan orang lainnya penghasilannya tidak menentu.

"Umpama pusat motong ngasih harga Rp 10.000 dikasih ke tukang jahit Rp 6.000, saya mah dapat Rp 4.000 itu buat benang, bayar anak harian dan lain-lain," jelas Mancis saat ditemui di konfeksinya, RW 04 Kalianyar, Tambora, Jakarta Barat, Minggu.

Kendati demikian, Mancis mengungkap bahwa ia mengupah karyawannya tiap satu minggu sekali.


Hanya saja, saat ini upah yang diberikan tidak bisa maksimal lantaran pesanan konfeksinya tengah menurun 80 persen dibandingan saat Idul Fitri atau sebelum Covid-19.

"Umpama kotor (omzet) Rp 2 juta (seminggu) dikali 4 dalam sebulan, ya Rp 8 juta lah," katanya.

"Kalau upah tukang jahit rata-rata Rp 1,5 juta seminggu bisa lebih, bisa kurang tergantung skill (kemampuan), ada yang cepat, ada yang lambat. Kalo seumpama cepat bisa Rp 1,8 - Rp 2 juta," pungkasnya.

Akan tetapi, diakui Mancis jika upah tersebut hanya cukup untuk hidup sehari-hari. 

Oleh karenanya Mancis berharap ada uluran bantuan atau pembinaan dari pemerintah untuk pengembangan usaha konfeksi di Kalianyar. 

Kampung Konfeksi Kalianyar

Jika mengunjungi pemukiman penduduk di Kelurahan Kalianyar, Tambora, Jakarta Barat, mata akan disuguhkan dengan pemandangan berbeda yang menampilkan potret aktivitas warga tengah bergelut dengan gundukan kain dan mesin jahit.

Di antara satu rumah dan rumah lainnya yang saling berdempetan, terdengar suara deru mesin yang pedalnya diinjak oleh penjahit. 


Suara itu terdengar bersahutan, syahdu dan menyapa lembut telinga pejalan kaki atau pengguna jalan yang melintas di kawasan tersebut.


Itulah impresi pertama yang didapat setiap orang kala masuk ke 'Kampung Konfeksi' di Kalianyar, Tambora, Jakarta Barat.


Minggu (16/6/2024), Warta Kota mencoba menyusuri sebuah gang berama gang Kartika di Kampung Konfeksi Tambora, Jakarta Barat.


Saat berjalan menuju tempat tersebut, hilir mudik kendaraan yang membawa gundukkan kain hingga baju lusinan, menemani setiap langkah kami.


Kami menyaksikan para pengemudi motor, bajaj, hingga pendorong gerobak, mengantarkan muatan barangnya ke satu persatu rumah petakan yang membuka jasa konfeksi. 


Tak ayal, jika sejumlah transaksi keuangan antar sopir angkutan dan bos konfeksi nampak lumrah terjadi di sini. 

Bagaimana tidak, sepanjang jalan menuju gang Kartika, kami menyaksikan rumah-rumah produksi konfeksi yang sibuk dengan aktivitasnya. 

Ada yang tengah bergulat dengan mesin jahit, memotong bahan, menyetrika baju, hingga mengepaki pakaian yang telah selesai produksi. 

Dalam satu rumah produksi, nampak ada 5 hingga 10 karyawan yang bekerja tak kenal lelah.

Meski ada yang nampak menahan kantuk, mengaso sejenak untuk menyesap rokok, hingga menggambil secangkir kopi, namun para rumah konfeksi itu tak sedetikpun ditinggalkan karyawannya.

Tumpukkan pesanan serta kain yang belum rampung dikerjakan, seakan menjadi pekerjaan rumah (PR) yang harus segera diselesaikan. Walhasil, mereka selalu bergantian ketika hendak mengambil istirahat.

Terlebih, suasana di sekitar rumah-rumah konfeksi itu cukup sepi lantaran para pekerja fokus mengurusi borongannya.

Meski begitu, di kampung konfeksi itu, tidak semua warga menyulap rumahnya menjadi tempat produksi tekstil.

Rumah yang terutup dan tak ada deru mesin jahit, biasanya milik warga asli Kalianyar yang telah tinggal bertahun-tahun di kawasan padat penduduk itu. (m40)

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved