Berita Nasional
Kebijakan Iuran Tapera bagi Pekerja Banyak Diprotes, Jokowi Santai: Pro dan Kontra Itu Hal Biasa
Menurut Presiden hal yang biasa apabila ada pro dan kontra pada setiap kebijakan yang baru diterbitkan pemerintah.
"Oleh sebab itu FPKS perlu memberikan beberapa catatan agar adanya aturan ini memberikan manfaat seluas-luasnya bagi seluruh masyarakat," ucap Suryadi dalam keterangannya, Selasa (28/5/2024).
Suryadi menuturkan, yang pertama terkait golongan kelas menengah yang sudah memiliki rumah, misalkan sudah telanjur membelinya atau dari warisan orang tua, tapi masih juga diwajibkan untuk ikut program ini.
“Dalam aturan PP No. 25/2020 (tidak direvisi) disebutkan bagi Peserta non-MBR, maka uang pengembalian Simpanan dan hasil pemupukannya dapat diambil setelah kepesertaan Tapera-nya berakhir, yaitu karena telah pensiun, telah mencapai usia 58 tahun bagi Pekerja Mandiri; meninggal dunia; atau tidak memenuhi lagi kriteria sebagai Peserta selama 5 tahun berturut-turut,” ucap Suryadi.
Fraksi PKS, lanjut SJP, mengusulkan golongan kelas menengah ini dapat dibantu untuk dapat membeli properti yang produktif seperti misalnya ruko dan sebagainya.
Sehingga dengan demikian akan semakin meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelas menengah.
“Penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) tahun 2023, menyebutkan bahwa kebijakan ekonomi Jokowi saat ini cenderung melupakan kelas menengah,” ujar dia.
Padahal pemerintah harus fokus pada pengembangan kelas menengah yang kuat dan inovatif karena mereka adalah motor utama pembangunan jangka panjang.
“Fraksi PKS mendorong agar kelas menengah ini juga diperhatikan. Di satu sisi, penghasilan mereka melebihi kriteria MBR, sehingga tidak dapat membeli hunian subsidi.
Namun, di sisi lain, penghasilan mereka juga masih pas-pasan untuk membeli hunian nonsubsidi, sehingga akan semakin terbebani jika harus mencicil rumah sendiri tapi juga masih harus menyisihkan uang untuk Tapera”, ungkap Anggota DPR RI dari Dapil NTB 1 ini.
Fraksi PKS, imbuh Suryadi, juga meminta agar kelas menengah tanggung seperti Generasi Milenial dan Gen Z saat ini lebih khusus lagi diperhatikan.
“Impian mereka untuk punya rumah sendiri akan menjadi semakin sulit terwujud karena penghasilannya tak pernah cukup untuk mencicil KPR. Dan tidak mungkin harus menunggu lama pensiun atau berusia 58 tahun baru dapat membeli rumah,” urainya.
Yang kedua, lanjut SJP, terkait Pekerja Mandiri yang pendapatannya tidak tetap, kadang cukup, kadang kurang, bahkan tidak ada penghasilan sama sekali.
“Tentunya iuran untuk Pekerja Mandiri ini perlu diatur oleh BP Tapera secara bijaksana dan perlu diklasifikasikan dengan baik agar tidak memberatkan para Pekerja Mandiri,” jelasnya.
Yang ketiga, tambah Suryadi, terkait penyediaan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Terdapat Kepmen PUPR No. 242/KPTS/M/2020 yang mengatur batasan maksimal penghasilan MBR pada kelompok sasaran KPR Sejahtera, KPR SSB (Subsidi Selisih Bunga) dan SSM (Subsidi Bantuan Uang Muka), yaitu maksimal Rp 8 juta per bulan.
“Hal ini perlu dikaji lebih dalam apakah batasan ini perlu ditingkatkan mengingat saat ini masih banyak rumah bersubsidi yang terbengkalai karena tidak diserap oleh masyarakat,” pungkasnya.
Tidak Pernah Terlihat, Silfester Matutina Diklaim Masih Ada di Jakarta, Bersiap Ajukan PK Kedua |
![]() |
---|
Terungkap Sosok Emak-emak yang Siap Demo Hanya Pakai Bra Demi Jokowi |
![]() |
---|
Sah! Indonesia Tolak Atlet Israel di Kompetisi Senam Artistik |
![]() |
---|
Modus Korupsi Pertamina, Untungkan Perusahaan Singapura |
![]() |
---|
Ditolak Warga karena Langgar Aturan, Irjen Waris Agono Kirim Tim Selidiki Jetty Memeli Milik STS |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.