Kecelakaan Maut

Kecelakaan Maut SMK Lingga Kencana Picu Polemik Soal Study Tour, Ini Tanggapan dari Guru

Belajar dari Kecelakaan Maut SMK Lingga Kencana, Guru Tak Masalahkan Adanya Study Tour, Selama Dipersiapkan Matang

Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Dwi Rizki
Warta Kota/M Rifqi Ibnumasy
Suasana aksi solidaritas 1000 lilin untuk mendoakan korban kecelakaan rombongan bus SMK Lingga Kencana di Jembatan GDC, Sukmajaya, Kota Depok, Senin (13/5/2024). 

WARTAKOTALIVE.COM, PALMERAH - Pro dan kontra terkait pelaksanaan study tour atau perjalanan wisata belajar di kalangan siswa, saat ini menjadi ramai diperbincangkan usai insiden kecelakaan tragis yang mengakibatkan 11 orang rombongan SMK Lingga Kencana Depok meninggal dunia.

Diketahui, kecelakaan itu terjadi saat rombongan siswa kelas 12 SMK Lingga Kencana Depok, selesai berlibur di Sari Ater, Subang, Jawa Barat, Sabtu (11/5/2024) lalu.

Duka yang mendalam itu seakan mengores luka trauma di benak masyarakat, khususnya orangtua korban.

Bahkan tak jarang, mereka meminta agar pemerintah menghapuskan kegiatan study tour sebagai acara pelepasan siswa siswi ke jenjang yang lebih tinggi.

Terkait hal itu, salah satu guru di SMPN 220 Jakarta, Lindon Kristian Praktiko menyebut jika study tour sebenarnya sebuah tradisi yang diwariskan di sejumlah sekolah.

Akan tetapi menurutnya, tak semua sekolah menerapkan tradisi tersebut lantaran terbatas pada peraturan. Terutama, bagi sekolah-sekolah negeri di Jakarta.

"Saya sendiri mengajar di sekolah negeri, dan acara seperti ini sudah lama dihilangkan kalau tidak salah semenjak pak Ahok (Basuki Tjahaja Purnama) menjabat gubernur," kata Lindon saat dihubungi Warta Kota, Minggu (18/5/2024).

"Tetapi untuk di beberapa sekolah swasta, acara ini masih tetap eksis tiap tahunnya," imbuhnya.

Lindon berujar, kegiatan study tour sebenarnya memiliki tujuan baik, yakni untuk memberikan kesan dan pengalaman tersendiri bagi para siswa siswi.

Terlebih pada siswa kelas 12 SMA, acara seperti itu bak momen terakhir kali mengakhiri masa sekolah wajib, sebelum menempuh pendidikan yang lebih tinggi.

"Jadi untuk panitia pelaksanaannya biasanya balik lagi ke sekolah masing-masing. Beda sekolah, beda aturan kegiatannya," kata Lindon.

"Kalau yang pernah saya jalankan semasa mengajar di swasta, kegiatan study tour biasanya dipegang guru dan ada juga perwakilan koordinator kelas (perwakilan orangtua)," lanjutnya.

Menurut Lindon, sebagai guru dirinya hanya mengikuti peraturan yang berlaku saja, apalagi saat ini dia ditugaskan mengajar di sekolah negeri.

Namun apabila kegiatan study tour diadakan, Lindon berharap pihak pelaksana tidak banyak memberatkan orang tua murid. Seperti persoalan biaya dan lain sebagainya.

"Kalaupun mau diadakan kiranya dengan pertimbangan, baik tentang tempat, lokasi, dan biaya," kata Lindon.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved