Berita Jakarta

Polemik Wacana Kenaikan Tarif KRL Jabodetabek, Pengamat tak Setuju: Belajar pada Transportasi Jateng

Saat ini penumpang KRL Jabodetabdek sedang resah karena ada kabar tarif mau naik. Bagi mereka beban hidup bertambah, sementara gaji stabil.

Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Valentino Verry
Tribunnews.com
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengimbau PT KCI dan pemerintah Jakarta belajar soal transportasi ke Jateng, tanpa perlu menaikkan tarif KRL. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Tersiar informasi terkait wacana penyesuaian tarif kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek dan Transjakarta, setelah puluhan tahun tak ada kenaikan.

Diketahui, tarif KRL yang dimulai dari harga Rp 3.500, belum pernah mengalami perubahan sejak 2016. Begitupula dengan Transjakarta.

Baca juga: Selama Momentum Lebaran 2024 Jumlah Penumpang KRL Jabodetabek Mencapai 1 Juta Perhari

Tak ayal, hal itu menarik masyarakat untuk berpergian menggunakan KRL ke berbagai tempat di seputaran Jabodetabek.

Merespons hal tersebut, ada sejumlah pro dan kontra di masyarakat.

Salah satu warga bernama Putra (27) menyebut jika tarif KRL saat ini tidak perlu disesuaikan lagi, karena beban masyarakat sudah terlalu banyak.

"Enggak setuju lah karena kan sekarang barang-barang semua udah mahal dan kalau KRL naik, nanti orang malas lagi naik transportasi umum," kata Putra saat ditemui di Stasiun Palmerah, Jakarta Barat, Rabu (8/5/2024).

Menurutnya, tarif Rp 3.500 tidak akan berpengaruh besar bagi orang yang hanya sesekali menggunakan KRL.

Baca juga: Belajar dari YouTube, Tiktokers di Depok Bobol Sistem Top Up KRL, Raup Belasan Juta

Akan tetapi, menjadi beban tersendiri bagi pengguna yang setiap hari menggunakan KRL untuk bepergian.

"Buat pekerja kan dia pulang pergi bakal terasa juga walaupun naiknya Rp 500, Rp 1.000, kalau dikalkulasikan sebulan pasti ada kenaikan lumayan juga," ungkap Putra.

"Dan takutnya nanti naik lagi lainnya, Transjakarta ikut naik atau nanti ojol (ojek online) juga tarifnya bakal naik," lanjutnya

Sementara itu, pengguna lain bernama Yusuf (35) mengaku tak keberatan jika ada kenaikan tarif KRL.

Justru, dirinya beranggapan jika tarif KRL saat ini sudah terlalu murah.

Baca juga: KRL Tersangkut Kawat Spring Bed, Ketua RT Pondok Ranji: Itu bukan Milik Warga Saya!

"Bayangin dengan Rp 3.500 atau Rp 5.000 bisa keliling se-Jabodetabek, kalau menurut saya itu udah sangat murah," kata Yusuf di Stasiun Palmerah.

"Kalau misalkan pemerintah terus memberikan subsidi, itu tidak akan mendewasakan masyarakat," ujarnya.

Di samping itu, Yusuf beranggapan jika sebaiknya pemerintah menaikkan pajak kendaraan pribadi serta tarif parkir.

Tujuannya, agar lebih banyak masyarakat yang menggunakan transportasi umum.

"Menurut saya sekarang kan KRL Rp 3.500, naikin Rp 5.000 juga enggak masalah," jelasnya.

Penumpang KRL sedang menunggu, dalam waktu dekat ada rencana PT KCI menaikkan tarifnya.
Penumpang KRL sedang menunggu, dalam waktu dekat ada rencana PT KCI menaikkan tarifnya. (warta kota/nuril yatul)

"Karena anda bisa bayangin enggak usah jauh-jauh di Jakarta, di kota kecil untuk dua kali perjalanan menggunakan dua transportasi yang sama itu pasti harganya minumum Rp 10.000 dan menurut saya di Jakarta cukup murah," lanjutnya.

Terkait pro dan kontra tersebut, pengamat transportasi Djoko Setijowarno membeberkan data bahwa pada 2023, pemerintah melalui DIPA Kemenkeu menganggarkan PSO untuk perkeretaapain sebesar Rp 3,5 triliun.

Sebanyak Rp 1,6 triliun (0,48 persen) diberikan untuk PSO KRL Jabodetabek.

Sementara di tahun yang sama, lanjut Djoko, anggaran untuk bus perintis di 36 provinsi hanya diberikan Rp 177 miliar dan 11 persen dari PSO KRL Jabodetabek.

Hal itu menurutnya sangat tidak berimbang dibandingkan kepentingan layanan transportasi umum di daerah 3T (Terdepan, Tertinggal dan Terluar).

"Jika ada penyesuaian tarif KRL Jabodetabek, maka anggaran PSO perkeretaapian dapat dialihkan untuk menambah anggaran bus perintis yang dioperasikan di seantero nusantara supaya tidak ada ketimpangan anggaran," kata Djoko kepada Warta Kota, Rabu.

Oleh karenanya, ia menyarankan solusi agar masyarakat lemah tidak terbebani oleh kenaikan tarif KRL Jabodetabek adalah dengan berkaca pada transportasi umum di wilayah Jawa Tengah.

"Pemprov DKI dan PT KCI bisa menerapkan cara yang diberlakukan Pemprov Jawa Tengah (Trans Jateng) dan Pemkot Semarang (Trans Semarang) dalam memberikan subsidi penumpang bus," ungkapnya.

Diketahui, tarif bus Trans Semarang yang dikelola Pemerintah Kota Semarang dihargai Rp 4.000.

Namun, ada tarif khusus Rp 1.000 yang diberikan pelajar/mahasiswa, pemegang kartu identitas anak (KIA), anak usia di bawah lima tahun (balita), disabilitas, isian (usia 60 tahun ke atas) dan veteran.

Sementara Trans Jateng yang dikelola Pemprov Jawa Tengah bertarif Rp 4.000 dan diberikan tarif Rp 2.000 untuk pelajar, mahasiswa dan buruh.

"Pihak Pengelola Transjakarta dan PT KCI bisa membuka pendaftaran bagi warga yang mau mendapatkan tarif khusus itu," jelas Djoko memberi masukan.

"Jika buruh, selain menunjukkan KTP, mereka juga bisa menunjukkan surat keterangan dari tempat bekerja atau RT setempat," lanjutnya.

Apabila dalam praktiknya seseorang tersebut ketahuan berbohong, maka petugas bisa mencabut keringanan tersebut dan untuk sementara waktu tidak boleh menggunakan bus Transjakarta.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Ikuti saluran WartaKotaLive.Com di WhatsApp: https://whatsapp.com/channel/0029VaYZ6CQFsn0dfcPLvk09

 

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved