Berita Nasional

Kalah di Mahkamah Konstitusi, PDIP Kini Berharap Rasa Keadilan dari PTUN

Usai kalah di MK, PDIP Keluarkan 5 sikap, salah satunya berharap mendapatkan rasa keadilan dari PTUN terkait pencalonan Gibran

Editor: Rusna Djanur Buana
KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA
Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri bersama Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, dalam sebuah kesempatan pada Kamis (15/2/2024). Setelah kalah di MK, PDIP kini berharap PTUN kabulkan gugatan terhadap pencalonan Gibran. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA--Setelah kalah di Mahkamah Konstitusi MK, PDI Perjuangan kini berharap mendapat keadilan dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

PDIP berharap PTUN bisa memberikan rasa keadilan, terutama terkait dengan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres di Pilpres 2024.

Harapan PDIP itu tercantum dalam poin keempat, dari lima poin sikap PDIP setelah gugatan mereka terkait sengketa Pilpres ditolak oleh MK.

Usai keputusan MK yang menolak seluruh gugatan paslon nomor urut 01 dan 03, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P menggelar rapat koordinasi nasional (Rakornas) di Kantor Pusat, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta, Senin (22/4/2024) malam.

Awalnya,  pertemuan itu digelar tertutup untuk awak media.

Selang beberapa menit, awak media dipersilakan naik ke lantai atas menuju ruangan rapat.

Di situ sudah hadir Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto, Ketua Bappilu PDIP Bambang Wuryanto, Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah, Djarot Saiful Hidayat, Yasonna Laoly hingga Ketua Bidang Kehormatan Komarudin Watubun.

Baca juga: Usai Putusan MK, Megawati Kumpulkan Parpol Pengusung Ganjar, Tentukan Oposisi atau Koalisi

Hasto mengatakan, rapat kali ini juga menghasilkan sejumlah sikap PDIP menanggapi putusan MK mengenai sengketa pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

"Pertama, PDI Perjuangan menilai bahwa para hakim MK tidak membuka ruang terhadap keadilan yang hakiki, melupakan kaidah etika dan moral, sehingga MK semakin melegalkan Indonesia sebagai negara kekuasaan," kata Hasto membacakan sikap PDI-P, Senin malam.

Konsekuensinya, Hasto menyebut, Indonesia masuk dalam kegelapan demokrasi yang semakin melegalkan bekerjanya Othoritarian Democracy melalui abuse of power Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Sikap yang kedua, PDIP menilai bahwa demokrasi di Indonesia terbatas pada demokrasi prosedural.

Dampaknya, menurut Hasto, legitimasi kepemimpinan nasional ke depan akan menghadapi persoalan serius, terlebih dengan berbagai persoalan perekonomian nasional dan tantangan geopolitik global.

"Tiga, PDI Perjuangan mengkhawatirkan bahwa berbagai praktik kecurangan Pemilu secara masif, termasuk penggunaan sumber daya negara dan instrumen negara, akan semakin mewarnai pelaksanaan pemilu ke depan," ujar Hasto.

Hasto mengatakan, berbagai kecurangan pemilihan umum (Pemilu) yang dibiarkan akan cenderung diterapkan kembali dengan tingkat kerusakan terhadap nilai-nilai demokrasi yang semakin besar.

Di lain sisi, kecurangan Pemilu itu juga dinilai berpotensi mematikan prinsip kedaulatan rakyat dalam menentukan pemimpinnya.

"Empat, meskipun MK gagal di dalam menjalankan fungsinya sebagai benteng konstitusi dan benteng demokrasi, namun mengingat sifat keputusannya yang bersifat final dan mengingat, maka PDI Perjuangan menghormati keputusan MK," kata Hasto.

Baca juga: Ketua TKN Prabowo-Gibran Dua Kali ke Rumah Megawati, Hasto: Tak Ada Urusan Politik

"Dan akan terus berjuang di dalam menjaga konstitusi, dan memperjuangkan demokrasi melalui pelaksanaan Pemilu yang demokratis, jujur dan adil, serta berjuang untuk menggunakan setiap ruang hukum termasuk melalui PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara)," ujar seperti dilansir Kompas.com.

Sikap kelima, PDIP turut mengucapkan terima kasih kepada seluruh elemen bangsa yang berjuang menjaga konstitusi dan demokrasi berkedaulatan rakyat.

Ucapan terima kasih secara khusus disampaikan kepada para guru besar, para cendekiawan, seniman dan budayawan, dan kelompok masyarakat sipil lainnya yang telah berjuang melawan berbagai bentuk abuse of power Presiden Jokowi.

"PDI Perjuangan juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pendukung Ganjar–Mahfud, baik partai politik maupun para relawan yang telah berjuang mati-matian melawan berbagai bentuk kecurangan Pemilu," kata Hasto.

"Percayalah bahwa keputusan hakim MK yang menolak seluruh dalil gugatan akan dicatat dalam sejarah, dan keputusan tersebut harus dipertanggung jawabkan terhadap masa depan.

Sebab, kebenaran dalam politik akan diuji oleh waktu. Satyam Eva Jayate," ujarnya lagi.

Gugatan ke PTUN

PDIP menggugat KPU ke PTUN sejak Selasa (2/4/2024) lalu.

PDIP mengajukan gugatan ini atas dugaan perbuatan KPU melawan hukum.

Menurut kuasa hukum PDIP, Gayus Lumbuun, gugatan dilayangkan ke PTUN karena KPU menerima pencalonan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai capres-cawapres pada Pilpres 2024.

"Kami memasukkan gugatan melalui PTUN spesifik tentang perbuatan melawan hukum oleh pemerintahan yang berkuasa dalam hal ini utamanya adalah KPU," kata Gayus di PTUN, Jakarta, saat itu.

Sebagai partai pengusung Ganjar-Mahfud, lanjut Gayus, partai berlambang banteng moncong putih itu merasa dirugikan karena tindakan KPU.

Baca juga: VIDEO Usai Menang di MK, Prabowo Lambaian Tangan Hingga Acungkan Pose 2 Jari

"Bahwa PDIP sebagai partai pengusung Ganjar-Mahfud merupakan salah satu pihak yang dirugikan atas perbuatan melawan hukum tersebut," tuturnya.

Hal senada juga disampaikan anggota Badan Bantuan Hukum dan Advokasi (BBHA) PDIP, Erna Ratnaningsih.

Ia berpendapat KPU melanggar hukum karena menerima pendaftaran Prabowo-Gibran menggunakan PKPU 19/2023 yang lama.

PKPU tersebut, sambungnya, masih merujuk UU Pemilu khususnya terkait batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden 40 tahun.

Sementara KPU baru merevisi atau mengubah PKPU 19 menjadi PKPU 23/2023 sesuai putusan MK nomor 90 setelah proses berakhirnya pendaftaran capres-cawapres pada 25 Oktober 2023, yaitu pada 3 November 2024.

"Artinya tindakan KPU ini, melanggar ketentuan hukum, melanggar kepastian hukum, di mana dia memberlakukan peraturan yang berlaku surut," ujarnya.

Mahfud tidak terlibat

Calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 3, Mahfud MD, mengaku tidak terlibat dalam gugatan yang dilayangkan PDIP terhadap KPU ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Hal ini disampaikan oleh Mahfud selepas Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan sengketa Pilpres 2024.

"Saya tidak tahu. Saya tidak mengikuti, ya. Itu kan yang meminta kan teman-teman PDIP dan saya tidak terlibat," tutur Mahfud dalam jumpa pers di Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta, Senin (22/4/2024).

Mahfud menyebut tidak mengetahui dasar-dasar yang dijadikan alasan PDIP untuk menggugat KPU.

"Saya tidak tahu dasar-dasarnya apa yang dijadikan alasan untuk menggugat ke PTUN, saya tidak mengikuti," sambungnya.

Ucapkan selamat pada Prabowo

Setelah gugatan kubunya dan kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar ditolak MK, Mahfud mengucapkan selamat kepada Prabowo-Gibran sebagai pemenang Pilpres 2024.

"Saya dan Mas Ganjar tadi di MK sudah menyatakan menerima putusan ini dengan lapang dada dan mengucapkan selamat kepada Pak Prabowo dan Mas Gibran atas putusan ini. Selamat bertugas, mudah-mudahan negara ini semakin baik," katanya.

Ia berharap Prabowo-Gibran bisa menjalankan tugasnya dengan baik untuk memimpin Indonesia.

"Kami menerima putusan ini dan mengucapkan selamat bekerja dan kita jaga negara ini dengan sebaik-baiknya," tuturnya.

Mahfud juga menyampaikan pihaknya tidak akan mengajukan upaya hukum lain setelah gugatan hasil Pilpres 2024 mereka ditolak MK.

"Artinya pemilu, pilpres itu dari sudut hukum sudah selesai, tidak ada lagi upaya hukum yang bisa dilakukan," ucap Mahfud.

MK menyatakan menolak seluruh gugatan yang diajukan Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin.

Dari dua gugatan ini, terdapat tiga hakim MK yang menyatakan dissenting opinion atau pendapat berbeda.

Ketiga hakim MK itu adalah Saldi Isra, Enny Nurbainingsih, dan Arief Hidayat.

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved