Berita Nasional

Serangan Balik Timnas Amin: Justru Kualitas KPU RI yang Lebih Rendah dari Saksi dan Ahli

Timnas Amin melakukan serangan balik kepada KPU RI. Menurut mereka, sengketa di KPU terjadi gara-gara KPU tak punya kualitas

Editor: Rusna Djanur Buana
Mahkamah Konstitusi
Tim kuasa hukum Anies Baswedan walk out di tengah sidang Mahkamah Konstitusi pada Kamis (4/4/2024) 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA--Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) menegaskan polemik Pemilu 2024 berhulu dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.

Jika KPU berkualitas dan punya integritas, proses pemilu tidak akan berakhir di Mahkamah Konstitusi.

Hal tersebut disampaikan Asisten Coach Timnas AMIN, Jazilul Fawaid menganggi komentar KPU yang menyebut semua saksi dan ahli yang diajukan kubu AMIN dan kubu Ganjar Mahfud tidak berkualitas.

Adapun saksi-saksi dan ahli tersebut didatangkan dalam sidang sengketa Pilpres 2024 di MK yang digelar maraton sepekan terakhir.

"Saya pikir bukan KPU yang punya tugas untuk menilai, mensahkan orang tidak berkualitas. Jangan-jangan KPU-nya yang enggak berkualitas," kata Jazilul saat ditemui di kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Sabtu (6/4/2024).

Sebaliknya, lanjut Jazilul karena KPU tidak cukup berkualitas, penyelenggaraan Pemilu tahun ini pun menjadi tidak berkualitas.

Buktinya kata Wakil Ketua MPR itu, kubu pasangan calon nomor urut 1 dan pasangan calon nomor urut 3 mengajukan gugatan sengketa Pilpres 2024 ke MK.

Baca juga: Babak Baru Sidang Pilpres, MK Akhirnya Panggil 4 Menteri Termasuk Sri Mulyani, Risma, dan Airlangga

"Karena KPU enggak berkualitas, lihat semuanya enggak berkualitas. Kenapa muncul gugatan? Karena KPU tidak berkualitas," tutur Jazilul.

Ia meyakini proses pemilu akan terselenggara dengan baik jika KPU mampu mengatasi masalah dengan baik.

Ia mengungkit masalah dalam Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) KPU RI yang sempat mengalami kendala dan menimbulkan kontroversi dan penafsiran luas bahwa terjadi penggelembungan suara.

Begitu pula dengan masalah pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto yang dipersoalkan banyak pakar hukum tata negara karena tindakan KPU RI.

Pada masalah ini, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bahkan telah menjatuhkan sanksi kepada para komisioner KPU RI dan menyatakan mereka melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu, sebab ketidakprofesionalan mereka menyebabkan ketidakpastian hukum tahapan Pilpres 2024.

Baca juga: Politikus Golkar Ini Mengaku Diuntungkan oleh Politik Gentong Babi Berupa Bansos dari Jokowi

"Jadi sebenarnya kalau dilihat kualitas antara KPU dengan saksi kemarin, (kualitas) KPU di bawahnya, lho," seloroh Jazilul seperti dikutip dari Kompas.com.

Hakim tidak tertarik Sebelumnya diberitakan, Ketua KPU RI Hasyim Asyari mengatakan, ahli dan saksi yang dihadirkan oleh para pemohon sengketa pemilihan presiden (Pilpres) 2024 tidak berkualitas.

Para pemohon dimaksud adalah calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, dan capres-cawapres nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Hasyim menyebut, dalam sidang, banyak saksi dan ahli yang dihadirkan para pemohon tidak mengundang respons dari majelis hakim konstitusi.

"Sepemahaman kami, hakim-hakim tidak tertarik memeriksa saksi dan ahli lebih lanjut, jadi bisa dikatakan ahli dan saksi yang diajukan tidak berkualitas," ujar Hasyim dalam konferensi pers, Jumat (5/4/2024).

Baca juga: VIDEO Ketua KPU Blak-blakan Sebut Saksi dan Ahli Anies-Ganjar di MK Tidak Bermutu

Ia juga mengomentari banyak fakta persidangan yang diajukan di dalam sidang, bukan saat pendaftaran perkara.

Berbeda dengan KPU, Hasyim menyebut lembaga yang dia pimpin mempertahankan berkas bukti dan fakta yang sudah disetor sejak awal.

"Berkaitan dengan perolehan suara di antaranya adalah alat bukti formulir di hasil di tingkat kecamatan dan di tingkat kabupaten," imbuh dia.

Hakim MK sindir Ketua KPU

Hakim konstitusi Arief Hidayat menyindir Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari yang berulang kali mendapatkan sanksi peringatan keras terakhir dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.

"Peringatan keras terakhir, ya besok kalau ada pelanggaran lagi ya harus dibuang," ujar Arief dalam sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (5/4/2024).

Arief yang merupakan guru besar hukum Universitas Diponegoro--dan Hasyim pernah menjadi asistennya di sana--meminta agar DKPP memberi penjelasan mengenai hal ini.

"Jangan terus keras terus, terakhir-terakhir terus, sampai tidak selesai-selesai, kan gitu. Itu agar bisa dijelaskan kepada kami," sebut Arief seperti dilansir Kompas.com

Setahun terakhir, setidaknya, Hasyim sudah 3 kali dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir. Kasus pendaftaran Gibran jadi sanksi peringatan keras terakhir kali ketiga untuknya.

Sebelumnya, pada April 2023, Hasyim disanksi peringatan keras terakhir berkaitan dengan kedekatannya secara pribadi dengan tersangka kasus korupsi sekaligus Ketua Umum Partai Republik Satu, Hasnaeni Moein.

Setelahnya, pada Oktober 2023, ia dinyatakan melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu terkait aturan soal keterwakilan caleg perempuan yang bertentangan dengan UU Pemilu.

Sebagai informasi, MK memanggil DKPP untuk bicara seputar ketidakabsahan pencalonan cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka dan masalah independensi KPU RI pada Pemilu 2024, sebagaimana didalilkan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud dalam gugatannya ke MK.

Dalam gugatannya ke MK, baik Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama meminta agar pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran didiskualifikasi.

Gibran dianggap tak memenuhi syarat administrasi, sebab KPU RI memproses pencalonan Gibran menggunakan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023.

Dalam PKPU itu, syarat usia minimum masih menggunakan aturan lama sebelum Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, yakni 40 tahun.

Terkait masalah itu, terdapat 4 aduan yang masuk ke DKPP dan DKPP menyatakan seluruh komisioner KPU RI melanggar etika dan menyebabkan ketidakpastian hukum terkait peristiwa itu.

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved