Pilpres 2024

Keterangan 4 Menteri Soal Bansos di MK Tak Sesuai Kenyataan, Ini Faktanya Menurut Timnas AMIN

Timnas Anies-Muhaimin (AMIN) nilai keterangan 4 menteri di MK tidak sesuai kenyataan. AMIN membeberkan fakta sesungguhnya versi mereka.

istimewa
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bansos cukup strategis untuk membantu kelompok masyarakat yang tak mampu. Hal itu dikatakan saat bersaksi di sidang MK, Jumat (5/4/2024).Tim Hukum Nasional (THN) Timnas Anies-Muhaimin (AMIN) membantah pernyataan dan keterangan 4 menteri yang bersaksi di persidangan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konsitusi (MK). Sebab, apa yang disampaikan para menteri tersebut, tidak sesuai dengan apa yang terjadi di masyarakat. Berikut fakta menurut Timnas AMIN 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Tim Hukum Nasional (THN) Timnas Anies-Muhaimin (AMIN) membantah pernyataan dan keterangan 4 menteri yang bersaksi di persidangan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konsitusi (MK) 

Sebab, apa yang disampaikan para menteri tersebut, tidak sesuai dengan apa yang terjadi di masyarakat.

Ketua THN Timnas AMIN Ari Yusuf Amir mengatakan, pihaknya sama sekali tidak mempermasalahkan pemberian perlindungan sosial seperti yang disampaikan ke 4 menteri.

Namun yang menjadi permasalahan adalah anggaran negara yang sebagian besar berasal dari pajak masyarakat, tapi digunakan untuk meningkatkan elektabilitas calon tertentu.

"Kami punya beberapa buktinya dan sudah kami sampaikan kepada majelis hakim," ucap Ari dalam keterangannya, Sabtu (6/4/2024).

Ari menambahkan ada beberapa indikasi adanya penggunaan uang pajak masyarakat untuk meningkatkan perolehan suara salah satu calon yang didukung Presiden Jokowi.

Baca juga: Panas! Detik-detik Refly Harun Semprot Hotman Paris di Sidang MK

Seperti saat presiden berkunjung 30 kali selama periode 22 Oktober 2023 – 1 Februari 2024.

Di mana 50 persen di antaranya dilakukan di Jawa Tengah.

"Jika memang daerah yang dikunjungi adalah daerah yang memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi, cukup banyak daerah yang kemiskinannya tinggi tapi tidak dikunjungi seperti Aceh," jelas dia.

Kemudian, menurutnya penjelasan Menkeu Sri Mulyani yang menjadikan kenaikan subsidi energi sebagai alasan tentu tidak tepat.

Karena kata Ari kenaikan belanja bansos bisa dilihat setelah subsidi energi dikesampingkan.

Dari data APBN Kinerja dan Fakta, yang diterbitkan secara bulanan oleh Kemenkeu, terlihat realisasi Bansos  (Program Keluarga Harapan), Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar, Program Bantuan Iuran JKN) tahun 2023 adalah 156 Triliun, atau hampir 13 Triliun lebih tinggi dari jumlah yang dianggarankan yaitu 143.52 triliun.

Jika targetnya adalah masyarakat miskin, sementara jumlah masyarakat miskin justru turun (9.57 persen pada tahun 2022 menjadi 9.36 persen pada tahun 2023).

"Kenaikan ini menjadi pertanyaan. Apalagi jika dibandingkan dengan realisasi bulan Januari 2022, 2023, 2024. Pada tahun 2022, Realisasi Bansos pada bulan Januari adalah Rp 2.47 Triliun. Sementara pada tahun 2023 mencapai Rp 3.88 triliun. Angka tersebut melonjak menjadi Rp 12.45 Triliun pada tahun 2024. Apa yang menyebabkan kenaikan realisasi bansos sebesar 220 persen ini secara spesifik di bulan Januari 2024?," ucapnya.

Baca juga: Demo Makzulkan Jokowi di DPR, Refly Harun Serukan Pilpres Ulang, Paslonnya AMIN dan Ganjar-Mahfud

Jika disebabkan kenaikan harga beras, ada yang aneh karena jumlah impor beras lebih tinggi dari pada penurunan produksi beras.

Pada tahun 2023, produksi beras turun 0.6 juta ton dibandingkan 2022. 

Sementara impor beras, naik 2.63 juta ton dibandingkan dengan 2022. Logikanya, dengan kenaikan import yang  jauh lebih besar dari penurunan produksi, harga akan stabil. 

"Jika kita lihat subsidi non energi, jumlah pupuk bersubsidi yang disalurkan turun 17 persen, tapi realisasi anggarannya naik 41 persen. Jumlah orang yang mendapatkan subsidi KUR juga turun 39 persen, tapi subsidi kredit program – yang sebagian besarnya adlaah KUR – justru meningkat 60 persen," ungkapnya.

Menurutnya, penerima bansos adalah masyarakat miskin dan bansos efektif untuk meningkatkan perolehan suara petahana atau kandidat yang didukung petahana.

Karena itu, setidaknya ada 2 potensi implikasi negatif penggunaan bansos ountuk meningkatan perolehan suara. 

Pertama yakni upaya pengentasan kemiskinan tidak akan maksimal karena dampak dari bansos terhadap probabilitas kemenangan tergantung dari jumlah orang miskin.

Kedua, tidak terciptanya persaingan elektoral yang sehat karena kandidat petahana/yang didukung petahana mendapatkan keuntungan akibat dukungan kebijakan bansos oportunistik. 

"Dalam kondisi terburuk, kandidat yang tidak kompeten namun didukung oleh petahana akan memiliki kemungkinan terpilih lebih tinggi dibandingkan dengan kandidat lainnya yang jauh lebih competent. Bisa dibayangkan bagaimana kondisi Indonesia di masa yang akan datang jika hal ini terjadi," ungkapnya.

Frasa Khusus

Sementara Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mempertanyakan frasa 'penugasan Presiden' dalam pelaksanaan tugas Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy.

Hakim Arief Hidayat mencurigai frasa penugasan Presiden itu adalah tugas khusus dan tertentu yang menjadi bagian dari cawe-cawe Presiden Jokowi di Pilpres 2024 untuk memenangkan Prabowo-Gibran.

Sebab menurut Hakim Arief Hidayat, frasa penugasan Presiden tidak perlu dicantumkan karena sebelumnya ada keterangan bahwa pelaksanaan tugas PMK adalah berdasarkan agenda pembangunan nasional.

Hal itu diungkapkan Arief Hidayat dalam sidang lanjutan sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (5/4/2024) dengan agenda memeriksa 4 menteri Jokowi.

"Saya membaca keterangannya bapak Menko PMK. Di sini ada kata-kata begini, 'Pelaksanaan tugas PMK dimaksudkan untuk memberikan dukungan pelaksanaan inisiatif dan pengendalian kebijakan berdasarkan agenda pembangunan nasional dan penugasan Presiden'." kata Arief.

"Apa sih yang dimaksud dengan penugasan Presiden? Apakah penugasan-penugasan tertentu karena Presiden juga cawe-cawe itu?," tanya Arief.

Sebab menurut Arief, frasa itu sebenarnya tidak perlu dicantumkan.

"Karena kalau saya membaca, sebetulnya, agenda pembangunan nasional itu, ya sudah termasuk Presiden akan menugaskan apa, ya ada di situ. Tapi kok ada frasa yang khusus. Penugasan Presiden," tegas Arief.

"Nah apakah di lain-lain tempat, apakah di Bapak Menko Ekonomi, Bu Menteri Keuangan, atau Menteri Sosial, ada agenda pembangunan nasional dan penugasan Presiden. Ini kan seolah-olah ada frasa khusus. Presiden punya misi tertentu, visi tertentu. Untuk melaksanakan apa biasanya ini dilakukan?" kata Arief.

Baca juga: Refly Harun Semprot Qodari: Jangan Pura-pura Independen Tapi Bagian dari Konspirasi, Anda Pengecut!

Sebelumnya Arief menyampaikan bahwa empat menteri Kabinet Indonesia Maju dipanggil Mahkamah Konsitusi (MK) pada sidang lanjutan sengketa pemilihan presiden (Pilpres) 2024, Jumat (2024), karena Mahkamah merasa tidak elok memanggil Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Pilpres kali ini lebih hiruk-pikuk, diikuti beberapa hal yang sangat spesifik yang sangat berbeda dengan Pilpres 2014 dan 2019. Ada pelanggaran etik yang dilakukan di MK, di KPU (Komisi Pemilihan Umum(, dan banyak lagi yang menyebabkan hiruk-pikuk itu," ujar Arief.

"Yang terutama mendapatkan perhatian sangat luas dan didalilkan pemohon adalah cawe-cawe-nya kepala negara. Cawe-cawe-nya kepala negara ini Mahkamah juga (menilai), apa iya kita memanggil Presiden RI, kan kurang elok," kata eks Ketua MK itu melanjutkan.

Arief lantas menegaskan bahwa Jokowi merupakan kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.

Seandainya Jokowi hanya berstatus sebagai kepala pemerintahan, menurut Arief, Mahkamah akan memanggilnya ke ruang sidang.

Namun, karena ayah dari calon wakil presiden (cawapres) Gibran Rakabuming Raka itu juga berstatus kepala negara, MK menilai bahwa Jokowi harus dijunjung tinggi oleh semua pemangku kepentingan.

"Makanya kami memanggil para pembantunya, yang berkaitan dengan dalil pemohon," ujar Arief.

Baca juga: Hotman Paris Kena Sindir Hakim MK di Sidang Gugatan Pilpres 2024, Begini Ekspresinya

"Karena begini. Dalil pemohon mengatakan keberpihakan lembaga kepresidenan dan dukungan Presiden Joko Widodo dalam Pilpres. Itu kemudian memunculkan beberapa hal," katanya lagi.

Arief kemudian membeberkan dalil pemohon Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud mengenai dugaan keterlibatan apartur sipil negara (ASN), lurah, kepala desa, hingga aparat TNI/Polri yang tidak netral dan terlibat dalam penggalangan massa.

Selain itu, muncul pula sangkaan bahwa 271 penjabat kepala daerah juga "bermain", sesuatu yang kata Arief perlu dibuktikan di sidang.

Arief juga mengatakan, dua pemohon mendalilkan bahwa bansos dikerahkan dan memiliki korelasi dengan efek elektoral dalam pemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.(m27)

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google NEWS

 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved