Pilpres 2024

Jokowi Disorot PBB karena Dianggap Tak Netral di Pilpres, Bivitri Minta Pendukungnya Jangan Baper

Menurut Bivitri, perhatian dari dunia internasional itu seharusnya tak dianggap sebagai intervensi politik luar negeri.

Editor: Feryanto Hadi
Tribunnews/Mario Christian
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti ditemui 

Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat W Nugraha 


WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti berharap politisi tak berpikir sempit, soal Anggota Komite Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyoroti netralitas Presiden Joko Widodo di Pilpres 2024.

"Saya senang ada perhatian dari dunia internasional. Dan saya punya harapan politisi jangan mengecilkan itu menjadi dengan nasionalisme sempit," kata Bivitri kepada awak media di Jakarta Selatan, Selasa (19/3/2024) sore.

Menurut Bivitri, perhatian dari dunia internasional itu seharusnya tak dianggap sebagai intervensi politik luar negeri.

Ia menegaskan itu bukanlah bentuk intervensi.

"Kita itu Indonesia pertama memang anggota PBB. Ini bukan organisasi abal-abal. Jadi jangan dikecilkan dengan nasionalisme sempit," sambungnya.

Menurutnya komentar dunia internasional merupakan hal yang biasa.

Ia mencontohkan misalnya soal kemenangan Kim Jong Un di Korea Utara.

"Kita juga mengomentari Korea Utara Kim jong-un yang menang 100 persem. Itu hal yang biasa dan pertanda apa yang dilakukan dalam negeri kita. Itu memang pasti jadi perhatian dunia internasional," jelasnya.

Ia juga menilai tudingan tersebut seharusnya bisa dijawab oleh perwakilan Indonesia di sidang PBB.

"Harusnya itu bisa dijawab. Kalau nggak salah waktu itu tidak dijawab," tutupnya.

Sebagai informasi, anggota Komite HAM PBB Bacre Waly Ndiaye menyebut kampanye yang digelar setelah putusan MK di menit akhir yang mengubah syarat pencalonan capres-cawapres.

Sehingga memperbolehkan anak presiden untuk ikut dalam pencalonan adalah bentuk ketidaknetralan Jokowi.

"Apa langkah-langkah yang diterapkan untuk memastikan pejabat-pejabat negara, termasuk presiden, tak bisa memberi pengaruh berlebihan terhadap pemilu?" lanjut Ndiaye mempertanyakan.

Anggota Komite HAM PBB dari Senegal itu juga mempertanyakan apakah pemerintah Indonesia telah menyelidiki berbagai dugaan intervensi pemilu tersebut.

Pertanyaan lain pun dilontarkan Ndiaye terkait jaminan hak politik untuk warga negara Indonesia dalam pemilu yang digelar pada 14 Februari 2024 lalu itu.

Namun, pertanyaan-pertanyaan itu tak dijawab oleh Perwakilan Indonesia yang dipimpin oleh Dirjen Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Tri Tharyat.

Timnas AMIN: Harusnya Malu dan Koreksi Diri

Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Indonesia menjadi sorotan dalam Sidang Komite HAM PBB atau ICCPR di Jenewa, Swiss.

Masalah netralitas Presiden Jokowi dan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden dalam Pilpres 2024, dipertanyakan oleh Anggota Komite HAM PBB Bacre Waly Ndiaye pada sidang yang digelar Selasa (12/3/2024).

Baca juga: Anggota Komnas HAM PBB Usik Netralitas Jokowi di Pilpres 2024, Roy Suryo: Ini Berbahaya

Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional Anies-Muhaimin (Timnas AMIN) Billy David Nerotumilena mengatakan hal tersebut membuat kemunduran demokrasi yang sudah tidak dapat disembunyikan lagi.

"Tentu jadi perhatian publik terutama juga masyarakat internasional. Tidak bisa disembunyikan dan terpampang nyata," ujar Billy kepada wartawan, Senin (18/3/2024).

Billy menegaskan, pemerintah sudah seharusnya malu dan melakukan koreksi internal dari penilaian yang diberikan oleh Komite HAM PBB tersebut.

Namun, dia melihat hal ini menjadi kontradiktif lantaran Jokowi sendiri absen dalam pertemuan PBB tersebut.

Baca juga: Aktivis HAM Tagih Janji Jokowi Soal Kasus Munir, Usman Hamid: Itu Termasuk Pelanggaran HAM Berat

Begitupun dengan Perwakilan Indonesia yang hadir dalam Sidang Komite HAM PBB itu yang tak menanggapi sorotan tersebut.

"Karena mereka melihat bukan hanya tuduhan semata, tapi mulai media massa, penilaian instansi yang kredibel seperti guru-guru besar, organisasi nonpemerintah, koalisi masyarakat sipil dan lain-lain," ucapnya.

"Komite HAM PBB tentu juga memiliki indikator penilaian teknokratik yang bisa membuktikan hal tersebut," imbuh Billy.

Sebagai informasi, Anggota Komite HAM PBB Bacre Waly Ndiaye menyebut kampanye yang digelar setelah putusan MK di menit akhir yang mengubah syarat pencalonan capres-cawapres, sehingga memperbolehkan anak presiden untuk ikut dalam pencalonan adalah bentuk ketidaknetralan Jokowi.

Jubir Timnas AMIN, Billy David, mengatakan Presiden Jokowi harusnya malu, Komnas HAM PBB sebut tidak netral.
Jubir Timnas AMIN, Billy David, mengatakan Presiden Jokowi harusnya malu, Komnas HAM PBB sebut tidak netral. (istimewa)

"Apa langkah-langkah yang diterapkan untuk memastikan pejabat-pejabat negara, termasuk presiden, tak bisa memberi pengaruh berlebihan terhadap pemilu?" lanjut Ndiaye mempertanyakan.

Anggota Komite HAM PBB dari Senegal itu juga mempertanyakan apakah pemerintah Indonesia telah menyelidiki berbagai dugaan intervensi pemilu tersebut.

Pertanyaan lain pun dilontarkan Ndiaye terkait jaminan hak politik untuk warga negara Indonesia dalam pemilu yang digelar pada 14 Februari 2024 lalu itu.

Namun, pertanyaan-pertanyaan itu tak dijawab oleh Perwakilan Indonesia yang dipimpin oleh Dirjen Kerja Sama Multilateral Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Tri Tharyat.

Dalam sidang berupa sesi tanya-jawab tersebut delegasi Indonesia malah menjawab pertanyaan-pertanyaan lain.

Roy Suryo: Ini Berbahaya

Menurut Roy Suryo, muncul kabar yang memalukan dari forum internasional saat Sidang Komite HAM PBB / ICCPR (International Covenant on Civil and Political Rights) Komite Hak Asasi di Jenewa, Swiss, Selasa (12/3/2024).

Ini bukan hanya sekadar berita miring tentang praktek nepotisme atau dinasti politik yang kian menghiasi media ternama asing.

Baca juga: Wali Kota Depok Yakin Mata Hati ASN Terbuka, Pengamat Justru Soroti Netralitas Jokowi

"Ini sangat serius dan tidak boleh dianggap enteng, sebab yang terjadi adalah sudah ada Anggota Komnas HAM PBB yang mempertanyakan netralitas Presiden RI di Pilpres 2024," ucap Roy Suryo.

Adalah Bacre Waly Ndiaye yang mempertanyakan netralitas Presiden Jokowi dalam pencalonan Gibran di Pilpres 2024.

Bacre Waly Ndiaye menyampaikan hal itu terkait jaminan hak politik untuk warga negara Indonesia (WNI) dalam Pemilu 2024.

Masalahnya sidang tersebut dihadiri semua perwakilan negara anggota ICCPR termasuk RI, sehingga menjadi isu internasional yang marak dibahas semua negara peserta.

Baca juga: Pertanyakan Netralitas Jokowi di Pilpres 2024, Ray Rangkuti: Netral Bagaimana?

Pembahasan seputar isu HAM terbaru di sejumlah negara dibahas di forum itu dengan sesi tanya jawab antara masing-masing anggota komite HAM PBB kepada perwakilan negara yang dibahas.

Secara rinci Ndiaye bahkan memulai pertanyaan dengan menyinggung putusan MK tentang perubahan syarat usia capres-cawapres.

"Kampanye digelar setelah putusan di menit akhir yang mengubah syarat pencalonan, memperbolehkan anak presiden untuk ikut dalam pencalonan," kata Ndiaye dalam sidang yang ditayangkan di situs UN Web TV, Selasa (12/3/2024).

Menurut Roy Suryo, Ndiaye juga bertanya apakah pemerintah sudah menyelidiki dugaan-dugaan intervensi pemilu tersebut?

Baca juga: Netralitas Jokowi Tetap Diragukan Meski Makan Siang Bareng Tiga Capres, Pengamat: Drama Politik

"Detailnya pertanyaan yang dikemukakan oleh pria asal Senegal ini secara tidak langsung membuktikan bahwa peristiwa pelanggaran etik di Indonesia ini telah benar-benar menjadi konsumsi masyarakat Internasional," kata Roy Suryo.

"Masalahnya sekarang adalah kalaupun KPU (dengan segala kebobrokan sistem Sirekap) tetap nekat mengumumkan hasil perhitungan berjenjang manual tanpa kontrol, apakah Hasil Perhitungan tersebut bisa sah secara hukum?" lanjutnya.

"Karena meski banyak saksi yang menolak menandatangani berita acara saja, (konon) hasilnya tetap dianggap sah oleh KPU?" imbuh Roy.

"Terus bagaimana proses Check and Balance-nya kalau sudah begini? Apakah memang boleh pengumuman dilakukan secara sepihak, bahkan tengah malam sebagaimana periode sebelumnya?" katanya lagi.

Jika saat ini Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) merasa kuat dan tak tersentuh, PBB mulai mencermati.
Jika saat ini Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) merasa kuat dan tak tersentuh, PBB mulai mencermati. (wartakotalive.com, Rendy Rutama Putra)

Menurut Roy, khusus soal Sirekap saat ini semakin banyak pakar IT yang membenarkan temuannya semenjak awal sistem IT KPU tersebut digunakan.

Bukan hanya Agus Maksum, Pratama Persada, Onno W Purbo dan beberapa nama lain yang sudah banyak membuat analisis ilmiah tentang kebobrokan Sirekap tersebut, tetapi bahkan kin mulai muncul OrDal (Orang Dalam) dari Kampus tempat perancang Sistem tersebut, alias dari Kampus Ganesha Bandung.

Mereka di antaranya adalah Hairul Anas (SekJen IA-ITB, Sirung KPU), Dr. ir. Leony Lidya, MT (Dosen ITB), Dr Soegianto Soelistiyono (Unair), Prof Romli Atmasasmita LLM (Guru Besar Hk Internasional) dan Bernard Mevis Pardomuan Malau, ST CHFI MCP GSM (Pakar IT).

"Meski Sirekap bukan hasil resmi sesuai UU, namun Proses dan konsekuensi Hukum di dalamnya tidak bisa dilepaskan begitu saja dari Legitimasi Pemilu 2024 ini," ucap Roy.

"Dengan demikian akankah semakin menurunkan kredibilitas secara Internasional dan bahkan sampai dibahas lagi di level PBB sebagaimana yang baru saja terjadi? Bagaimana Legitimasinya kalau sudah begini ...? AMBYAR," tandasnya.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved