Berita Jakarta

Gibran Berpotensi Pimpin Dewan Kawasan Aglomerasi, PKS Sebut Nggak Punya Pengalaman

PKS tidak setuju dengan kemungkinan Gibran Rakabuming Raka lantaran tidak berpengalaman untuk bisa memimpin Dewan Kawasan Aglomerasi dalam RUU DKJ.

Wartakotalive/Fitriyandi Al Fajri
Sekretaris Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Muhamad Taufik Zoelkifli (MTZ) mengatakan PKS tidak setuju dengan kemungkinan Gibran Rakabuming Raka lantaran tidak berpengalaman untuk bisa memimpin Dewan Kawasan Aglomerasi dalam RUU DKJ. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Calon Wakil Presiden (Cawapres) dari nomor urut 02, Gibran Rakabuming Raka berpotensi memimpin Dewan Kawasan Aglomerasi sebagaimana Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ).

Dalam pasal 55 ayat 3 dalam RUU itu disebut bahwa Wakil Presiden akan memimpin Dewan Kawasan Aglomerasi yang terdiri dari Jabodetabek dan Cianjur.

Diketahui, paslon Capres dan Cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka masih memimpin perolehan suara Pilpres versi real count KPU hingga 58 persen.

Sementara rival politiknya dari paslon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) mendapatkan 24 persen dan sisanya paslon 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Sekretaris Fraksi PKS DPRD DKI Jakarta Muhamad Taufik Zoelkifli (MTZ) mengatakan, Gibran memang tak memiliki pengalaman dalam memimpin pemerintahan provinsi sebagai Gubernur.

Selama ini, dia hanya memiliki pengalaman memimpin sebuah kota sebagai Wali Kota Surakarta.

“Apakah kemudian Gibran berpengalaman? Yah Gibran nggak berpengalaman, tapi kemudian kenyataanya dia dipilih atau terpilih menjadi Wapres dalam tanda kutip,” ujar MTZ pada Senin (11/3/2024).

Baca juga: BREAKING NEWS: PKS Butuh Koalisi untuk Usung Mardani Ali Sera di Pilkada DKI Jakarta

Menurut dia, kesalahan pada persoalan ini bukan pada Pembentukan Dewan Kawasan Aglomerasi, karena sistem itu sudah sangat bagus.

Akan tetapi, kata dia, ada pada pencalonan Gibran yang menabrak ketentuan Pemilu sehingga pamannya, Anwar Usman yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) menyetujui, bahwa batas usia Capres-Cawapres 40 tahun atau menduduki jabatan yang dipilih dari Pemilu/Pilkada.

Sementara Gibran sendiri saat pencalonan sebagai Bacawapres RI berusia 36 tahun.

Karena itu, Gibran akhirnya lolos menjadi Bacawapres karena menjabat sebagai Wali Kota Surakarta lewat Pilkada pada 2020 lalu.

“Kalau Gibran ini kan salahnya bukan di rancangan (RUU DKJ) itu ya, Gibran ini kan kenapa bisa masuk yah salahnya sudah dari sononya gitu kira-kira ya. Ketika MK ikut campur tangan kemudian memberikan memberikan apa namanya, memberikan sesuatu yang tidak benar ya, tidak adil,” katanya.

MTZ mengatakan, rancangan pembentukan Dewan Kawasan Aglomerasi sudah sangat bagus demi mengoordinasikan penataan wilayah di tiga provinsi, yakni DKJ, Jawa Barat dan Banten.

Tidak hanya persoalan tata ruang, tetapi ragam persoalan juga dibahas mulai dari transportasi, perekonomian, sampah, polusi dan sebagainya.

Baca juga: Sindiran PKS untuk Gerindra yang Kabarnya Majukan Menantu Jokowi di Pilkada Sleman

“Jadi Daerah Khusus Jakarta dengan tetangga-tetangganya tuh kayak Bogor, Tangerang, Bekasi kemudian yang lainnya ya Depok dan lain-lain, supaya nanti masalah-masalah yang berkaitan misalnya tentang transportasi, kemacetan gitu ya itu bisa ditata lebih menyeluruh,” katanya.

Dia menyadari, persoalan yang ada di Jakarta sangat kompleks sehingga membutuhan dukungan dari sekitarnya.

Sebagai contoh penanganan banjir kiriman di Jakarta, pemerintah pusat sampai membangun Bendungan di Ciawi dan Sukamahi di Bogor.

Kemudian pengentasan sampah, Jakarta masih mengandalkan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) miliknya yang ada di Bantargebang, Kota Bekasi.

Selain itu, tingkat konsentrasi penduduk di Jakarta juga cukup tinggi, saat malam hari mencapai 10 juta, dan siang hari sampai 13-15 juta.

Tingginya penduduk yang ada di Jakarta karena berasal dari warga Bodetabek yang bekerja di Jakarta.

Karena itu, Pemerintah Indonesia merasa perlu adanya Dewan Kawasan Aglomerasi demi memudahkan penataan Jabodetabek dan Cianjur.

Sosok yang memimpin Dewan Kawasan Aglomerasi, lanjut MTZ, haruslah orang yang memiliki posisi lebih tinggi dibanding Gubernur.

Jika yang memimpin dewan ini tetap dari kalangan gubernur, dia khawatir koordinasi akan sulit dilakukan karena mereka memiliki kepentingan masing-masing dan secara birokrasi posisinya setara.

“Nanti siapa menjadi pimpinannya? Kalau gitu ya harus orang yang kedudukannya di atas dari Gubernur nah waktu itu diputuskan atau didrafkan adalah Wakil Presiden, supaya Gubernur Jakarta, Banten dan Jawa Barat bisa dikelola dengan baik,” ucap anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta ini.

MTZ juga meminta kepada pihak yang nantinya akan ditunjuk sebagai Dewan Kawasan Aglomerasi agar bisa mengoordinasikan tiga gubernur dengan baik.

Apalagi masing-masing gubernur memiliki wali kota dan bupati di bawahnya, yang bersinggungan dengan kebijakan penataan ruang tersebut.

“Jadi penataan itu bukan hanya membesarkan Jakarta atau hanya menguntungkan bagi Jakarta, tapi itu harus menguntungkan juga bagi daerah-daerah daerah sekitarnya. Jadi saling win win solution atau saling simbiosis mutualisme, saling menguntungkan,” tuturnya. (faf)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved