Kolom Trias Kuncahyono

Pemilu 2024 di Kompleks KBRI Vatikan Diikuti Biarawati dan Biarawan, Harap Pemimpin Punya Kairos

Pemilu 2024 di KBRI Vatikan diikuti 1.601 orang pemilih, sebagian besar biarawati dan biarawan. Pesan Paus: Jangan paksanakan demokrasi barat.

Editor: Suprapto
Foto Erick/Trias Kuncahyono untuk Wartakotalive.com
Pemilu 2024 di KBRI Vatikan diikuti 1.601 orang pemilih, sebagian besar biarawati dan biarawan, termasuk Dubes Takhta Suci Vatikan Trias Kuncahyono beserta keluarga. Paus Fransiskus pernah berpesan agar negara barat jangan memaksakan demokrasi ala mereka di semua negara. 

Karena itu, kata Paus Fransiskus, saat berkunjung ke tanah kelahiran demokrasi, Yunani, Barat tidak perlu mengekspor demokrasi ke negara lain.

Namun, yang harus dilakukan adalah membantu negara lain untuk mematangkan demokrasi sesuai dengan karakteristik mereka.

Sebab, tidak setiap orang (negara) menginginkan “demokrasi Barat.”

Rakyat China, misalnya, mungkin berpikir bahwa sistem politik mereka yang menganut sistem negara satu-partai, adalah sebuah “demokrasi rakyat.”

Kita dulu memiliki “demokrasi terpimpin” lalu kini “demokrasi Pancasila.”

Terlepas dari semua itu, satu hal yang disepakati umum bahwa gagasan demokrasi–yang secara umum diartikan sebagai ‘pemerintahan oleh rakyat”–adalah gagasan yang kuat dan universal.

Meskipun para ilmuwan sosial memiliki definisi yang berbeda-beda tentang demokrasi, tapi gagasan tentang self-government, pemerintahan mandiri inilah yang menjadi intinya.

Maka kita semua harus terlibat dalam pengambilan keputusan politik yang berdampak pada kita. Apa yang dilakukan para biarawati dan biarawan WNI di Italia kemarin adalah wujud dari keterlibatan itu.

Dengan senang hati mereka membuang rasa dingin dan pergi ke kompleks KBRI untuk memberikan suara. Seakan apa yang dikatakan Mgr Soegijapranata dulu bergema lagi: jadilah 100 persen Katolik, 100 persen Indonesia.

Baca juga: Megawati Bertemu Paus Fransiskus di Vatikan, Kerukunan Umat Beragama di Indonesia Jadi Sorotan

***

Tapi kata Ben Ansell dalam Why Politics Fails, The Five Traps of the Modern World –and How to Escape Them (2023), demokrasi seringkali membuahkan hasil yang tidak konsensual. Seringkali orang tidak setuju.

Ketidak-sepakatan ini yang menjadi jebakan demokrasi. Tidak ada yang namanya ‘kehendak rakyat.’

Kalau bukan kehendak rakyat, lalu, kehendak siapa?

Maka itu, rasanya harus diakui bahwa “gara-gara” demokrasi sering kali terjadi menjadi adu mulut, pertengkaran, cekcok antara pihak yang menang dan yang kalah; memisahkan teman dan tetangga, serta mempolarisasi kita. Maka harus diupayakan agar demokrasi berhasil.

Artinya, bila demokrasi berhasil berarti menghentikan kegagalan politik. Maka kata Joseph Schumpeter, apa pun hal lain yang mungkin penting dalam demokrasi, intinya adalah memperoleh ‘kekuasaan untuk mengambil keputusan melalui kontestasi kompetitif untuk mendapatkan suara hati rakyat.’

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved