Pilpres 2024

Sudirman Said Soal Putusan DKPP: Bangsa ini Sedang Menunggu Kepekaan Moral Presiden

Co-Captain Timnas AMIN mengatakan, seluruh elemen bangsa tengah menunggu Presiden Jokowi bersuara terkait cacat etik pencalonan Gibran

|
Wartakotalive/Yolanda Putri Dewanti
Co Timnas AMIN, Sudirman Said soal kritisi 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin (Timnas AMIN) buka suara soal putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait pencalonan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka.

Co-Captain Timnas AMIN Sudirman Said mengatakan, seluruh elemen bangsa tengah menunggu Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersuara terkait cacat etik atas pencalonan anak sulungnya itu.

"Bangsa ini sedang menunggu kepekaan moral Presiden Joko Widodo, sebagaimana presiden-presiden yang lalu yang mencerminkan kebesaran moral seorang pemimpin," ucap Sudirman dalam keterangannya, Rabu (7/2/2024).

Sudirman juga mengajak seluruh masyarakat dan kaum terpelajar untuk memperkuat sikap kritis terkait peristiwa pelanggaran etika yang sudah terang dilakukan di tingkat Mahkamah Konstitusi (MK) dan KPU tersebut.

Baca juga: Polri Bantah Isu Operasi Tekan Rektor Agar Nyatakan Presiden Jokowi Baik

"Kaum terdidik punya kewajiban moral memberi teladan dan menentukan arah jalannya peradaban kita. Para Pemimpin, terlebih seorang presiden, memiliki tanggung jawab menjadi teladan terdepan dan contoh terbaik," imbuhnya.

Sebelumnya, seluruh komisioner KPU RI dinilai melanggar kode etik karena memproses pendaftaran Gibran sebagai cawapres tanpa mengubah syarat usia minimum capres-cawapres pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023.

DKPP menegaskan, putusan itu hanya berlaku secara etik untuk para komisioner teradu, dan tidak berdampak secara hukum pada pencalonan Gibran.

Sebelumnya, Ketua Umum Tim Hukum Nasional Pasangan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar, Ari Yusuf Amir mengapresiasi putusan DKPP yang hadir di masa injury time.

Ari mengatakan, DKPP sudah memberi sanksi berupa peringatan keras dan terakhir untuk Ketua KPU RI atas pelanggaran yang dilakukan.

Ari menjelaskan, pelanggaran yang dilakukan oleh Ketua KPU RI karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka menjadi calon Wakil Presiden 2024, tanpa mengubah PKPU No 19 tahun 2023 terkait syarat usia Capres Cawapres usai keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi nomor 90 tahun 2023. 

“Tindakan komisioner KPU tersebut melanggar Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Penyelenggara Pemilu," ujarnya melalui keterangan tertulis, Rabu (7/2/2024). 

Baca juga: Putusan DKPP Tak Pengaruhi Partai Golkar Tetap Gas Full untuk Satu Putaran Prabowo Gibran

Ari kemudian membeberkan, dalam Pasal 11 huruf A Peraturan DKPP menyatakan dalam melaksanakan prinsip berkepastian hukum, penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak sesuai Undang-undang.

Masih Pasal 11, kata Ari, huruf C menyebutkan, melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu, dan menaati prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. 

"Selain melanggar Pasal 11 (huruf A dan C), Komisioner KPU juga melanggar prinsip profesional dan prinsip ketaatan pada asas kecermatan dalam bertindak seperti diatur dalam Pasal 15 huruf C Peraturan DKPP," ucapnya. 

Selain itu, lanjut Ari, KPU RI juga melanggar asas kepentingan umum seperti yang diatur Pasal 19 huruf A, yaitu penyelenggara Pemilu bersikap dan bertindak menjunjung tinggi Pancasila, UUD 1945, dan peraturan perundang-undangan.

Oleh karena itu, Ari mengaku, Pasal yang digunakan DKPP untuk memvonis komisioner KPU itu menunjukkan ada pelanggaran serius. 

Baca juga: DKPP Putuskan Ketua KPU Langgar Etika, Anies: Segala Sifat Buruk Nanti akan Terlihat

Peringatan keras dan terakhir pernah diberikan oleh DKPP kepada Ketua KPU, Hasyim dalam kasus dugaan pelecehan kepada Hasnaeni atau yang dikenal dengan sebutan wanita emas.

"Dan dalam dua kasus itu DKPP menjatuhkan sanksi yang sama, peringatan keras dan terakhir. Tentu publik bertanya apa makna dari kata terakhir, karena dalam kasus wanita emas juga disanksi peringatan keras dan terakhir," tanya Ari.

Ari menuturkan, apa yang sudah diputuskan oleh DKPP kepada KPU RI di masa injury time tidak mengubah apapun.

Terlebih keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terhadap Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, tidak berdampak apapun.

Kendati demikian, rakyat Indonesia masih menjunjung nilai-nilai moral dan Pemilu 2024 berada di ujung tanduk masalah legitimasi. 

"Pemilu bisa saja memenuhi syarat legal (karena peraturan yang diubah dengan melanggar etika), tapi kehilangan legitimasinya," ucap Ari. 

Pengacara senior itu menilai, Pemilu bisa saja kehilangan pengakuan publik atas keabsahannya karena berbagai pelanggaran etik yang dipertontonkan.

Hal itu ia ungkap merujuk dari putusan MK, keterlibatan Presiden RI, ASN, dan pemberian sembako di Pemilu 2024 serta pelanggaran etik KPU RI.

Tentunya, pelanggaran yang dilakukan akan mempengaruhi pemilih pada pesta demokrasi 2024.

"Jika mereka bersedia melakukan tobat dengan menarik diri dari segala perilaku curang dan tidak patut, kemudian rakyat benar-benar diberi ruang untuk memilih berdasar hati nurani, maka hasil Pemilu akan memperoleh legitimasinya," tegasnya. 

Oleh sebab itu, Ari meninta KPU dan Bawaslu sebaiknya taat hukum dan menjaga imparsialitas. 

Tindak tegas segala kecurangan, tak perlu takut, karena rakyat akan membela yang benar.

"Bila KPU, Bawaslu dan penyelenggara negara tidak melakukan tobat maka darurat konstitusi membayangi hasil Pemilu 2024," imbuh Doktor Ilmu Hukum. (m27/m26)

 

Penulis: Yolanda Putri/Miftahul Munir/Wartakotalive.com

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved