Pilpres 2024

Anwar Usman Cemas Dipecat, Hari ini Putusan MKMK, Gibran Tetap Jadi Cawapres Prabowo

Ketua MK Anwar Usman sedikit cemas menghadapi nasib, karena berpotensi dipecat setelah membela Gibran, keponakannya lewat putusan yang kontroversial.

Editor: Valentino Verry
Tangkapan video youtube kompas.com
Ketua MK Anwar Usman resah jelang putusan MKMK, karena diduga melanggr kode etik. Dia terancam dipecat dari jabatannya. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman sedikit resah jelang putusan Majelis Kehormatan MK (MKMK).

Sesuai jadwal hari ini, Selasa (7/11/2023), Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie bersama dua hakim anggota yakni Bintan Saragih dan Wahiduddin Adams akan membacakan putusan, terkait putusan MK nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan Almas Tsaqibbirru.

Baca juga: Jelang Putusan MKMK, Relawan Prabowo-Gibran Gelar Aksi di Patung Kuda Minta Tidak Sewenang-wenang

Menurut pakar hukum Universitas Kristen Indonesia (UKI) Sangap Surbakti, substansi tugas dan keberadaan MKMK hanya menyangkut etika dan perilaku hakim MK.

"Sekali lagi saya ingatkan, putusan MK itu final dan mengikat sebagaimana yang tertuang dalam UU No 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi," ujarnya, Senin (6/11/2023).

"Jadi, Prof Jimly jangan mengurusi hal yang tidak substansi atas MKMK itu," imbuh Sangap yang dikutip dari Tribunnews.com.

Sangap mengambil contoh kasus mantan Ketua MK, Akil Mochtar, yang dipecat akibat perkara tindak pidana korupsi.

Baca juga: Pengamat: Apapun Putusan MKMK Tidak Bisa Halangi Gibran Rakabuming Cawapres

"Apakah ketika Pak Akil dipecat karena perkaranya itu lantas putusan perkara yang dia tangani batal atau disidang ulang? Kan tidak. Sepengetahuan saya sampai hari ini putusan itu tetap berlaku," ucapnya.

Sangap yang juga Ketua Pengurus Pusat (PP) Jaringan Nasional Aktivis 98 ini menyoroti soal pernyataan Jimly yang menyebut putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 dapat dibatalkan oleh MKMK.

Menurut Sangap, pernyataan Jimly tersebut merupakan bentuk manuver politik, karena bikin resah pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.

"Jadi begini, MKMK inikan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi, jadi dia (Jimly) berbicara soal bagaimana Mahkamah ke depannya saja, bukan mencampuri keberlakuan putusan yang telah diambil," ucapnya.

Baca juga: Jimly Pastikan MKMK Miliki Rekaman CCTV Kejanggalan Pendaftaran Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres

"Saya jadi apatis terhadap keberadaan MKMK yang dipimpin Jimly ini," tambah Sangap.

Sebelumnya, Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menyatakan Anwar Usman benar terbukti bersalah dalam memutuskan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia minimal capres-cawapres.

"Iyalah (terbukti bersalah)," kata Jimly, di Gedung MK, Jumat (3/11/2023).

Jimly mengungkapkan Anwar Usman merupakan hakim yang paling banyak dilaporkan.

"Total ada 21 semuanya (laporan), namun yang terkait Anwar Usman ada 15 laporan" kata Jimly.

Ketua MMK Jimly Asshiddiqie bersama Binan Saragih dan Wahiduddin Adams akan membacakan putusan MKMK, Selasa (7/11/2023).
Ketua MMK Jimly Asshiddiqie bersama Binan Saragih dan Wahiduddin Adams akan membacakan putusan MKMK, Selasa (7/11/2023). (KOMPAS.COM/LUTFY MAIRIZAL PUTRA)

Jimly menjelaskan bahwa pihaknya memiliki waktu 30 hari untuk memproses seluruh laporan.

Namun, Jimly merasa bersyukur karena ia mampu menyelesaikannya dalam tempo 15 hari.

Jimly pun boleh berbangga karena seluruh proses sidang pemeriksaan pelapor sudah selesai.

Kini MKMK hanya tinggal memeriksa Anwar Usman yang dilakukan Jumat (3/11/2023).

"Tinggal kami merumuskan putusan dan itu butuh waktu, karena semua laporan itu harus dijawab satu per satu," kata Jimly.

Kemudian terkait bukti-bukti penguat dugaan pelanggaran etik Anwar Usman, Jimly mengatakan semuanya sudah lengkap.

Bukti-bukti tersebut termasuk keterangan ahli, saksi, rekaman kamera pengawas atau CCTV, dan sejumlah surat-menyurat.

Menurut Jimly untuk kasus ini ia tak merasa kesulitan untuk membuktikannya.

"Lagipula ini kasus tidak sulit membuktikannya," kata Jimly.

Dan terkait bukti-bukti yang menguatkan dugaan pelanggaran etik Anwar Usman, Jimly berujar jika itu adalah permasalahn tentang perbedaan pendapat atau dissenting opinion yang ditarik kembali, kisruh internal, dan perbedaan pendapat yang bocor ke luar.

"Informasi rahasia kok sudah pada tahu semua, ini membuktikan ada masalah," katanya.

Dari 21 laporan yang masuk, kata Jimly ada sembilan poin yang utama.

Pertama, pelapor mempermasalahkan hakim yang dinilai punya kepentingan tidak mengundurkan diri dalam memutuskan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait syarat batas usia capres-cawapres.

Dalam perkara tersebut, Ketua MK Anwar Usman yang merupakan adik ipar Presiden Jokowi ikut memutuskan perkara tersebut.

Putusan itu pun dianggap sarat kepentingan lantaran Gibran adalah keponakannya.

"Jadi yang dipersoalkan saat ini, utamanya itu soal hakim tidak mengundurkan diri, padahal dalam perkara yang (ditangani) dia punya kepentingan, dia punya hubungan keluarga," kata Jimly.

Permasalahan kedua, isu mengenai hakim membicarakan substansi berkaitan dengan materi perkara yang sedang diperiksa.

"Ketiga, ada hakim yang menulis dissenting opinion (perbedaan pendapat dalam putusan), tapi bukan mengenai substansi," ujarnya.

"Jadi dissenting opinion itu kan perbedaan pendapat tentang substansi, tapi di dalamnya juga ada keluh-kesah yang menggambarkan ada masalah dalam mekanisme pengambilan keputusan. Padahal itu adalah (urusan) internal," lanjut Jimly.

Permasalahan keempat, isu mengenai adanya hakim yang berbicara masalah internal MK di publik.

Menurut Jimly, hal itu tak boleh karena dapat menimbulkan ketidakpercayaan publik terhadap institusi MK.

Kelima, pelanggaran prosedur, registrasi dan persidangan yang diduga atas perintah ketua hakim.

Keenam, pembentukan MKMK yang dianggap lambat, padahal sudah diperintahkan oleh UU.

"Dewan etik Pak Bintan dulu mantan Dewan Etik, tapi setelah dua tahun terakhir ya sudah nggak ada, mati suri. Jadi nggak dibikin-bikin," tuturnya.

Ketujuh, soal manajemen dan mekanisme pengambilan keputusan.

Kedelapan, MK dijadikan alat politik, memberi kesempatan kekuatan dari luar menginterfensi ke dalam dengan nada kesengajaan.

Kesembilan, isu mengenai adanya pemberitaan di media yang sangat rinci.

Menurut Jimly, hal ini menjadi masalah internal MK.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved