Pilpres 2024

Hasto Kristiyanto Pastikan Gibran Bukan Kader PDIP Lagi: Dia Sudah Pamit dan Kembalikan KTA

Hasto mengatakan, Gibran telah pamit dari keanggotaan partai politik berlogo banteng moncong putih itu.

Editor: Feryanto Hadi
Wartakotalive.com/Yulianto
Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto 

WARTAKOTALIVE.COM, BALI-- Gibran Rakabuming Raka kini secara resmi bukan lagi kader PDI Perjuangan

Hal ini ditegaskan oleh Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto usai menghadiri deklarasi dukungan Ganjar-Mahfud dari Keluarga Besar Alumni Angkatan Muda Muhammadiyah Bali, Sabtu 4 November 2023.

Hasto mengatakan, Gibran telah pamit dari keanggotaan partai politik berlogo banteng moncong putih itu.

Bahkan, putra sulung Presiden Joko Widodo itu dikatakan telah mengembalikan Kartu Tanda Anggota (KTA) PDIP ke DPC PDIP Solo.

Pamit Gibran, kata Hasto, telah diterima oleh PDIP.

“Sudah diselesaikan oleh DPC Kota Solo. Karena Mas Gibran kan menerima KTA dari DPC Surakarta.”

“Sehingga Mas Gibran tidak lagi beranggota PDI Perjuangan karena sudah pamit. Pamitnya sudah diterima,” ungkapnya.

Baca juga: Ganjar Ultimatum Siapa yang Mengusik dan Memecah PDIP Akan Berhadapan dengan Banteng Ketaton

Hasto menerangkan, sesuai UUD 1945, Capres-Cawapres diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik.

PDIP dan sejumlah partai politik dikatakan telah mengusung pasangan Ganjar-Mahfud.

Sementara Gibran yang sebelumnya kader PDIP itu diusung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai Cawapres untuk mendampingi Prabowo Subianto, Ketua Umum Gerindra.

“PDIP bersama PPP, Perindo, Hanura sudah mengusung Pak Ganjar-Prof Mahfud MD. Lalu Pak Prabowo-Mas Gibran kan diusung oleh gabungan partai-partai yang banyak dan besar,” tuturnya.

Sehingga, secara otomatis ketika seseorang dicalonkan oleh partai politik lain, berdampak pada KTA yang tak boleh merangkap.

Hal ini yang menyebabkan Gibran mengembalikan kartu keanggotaannya sebagai kader PDIP ke DPC PDIP Solo.

“Ini kan berbeda dengan undang-undang partai politik. Sehingga otomatis ketika seseorang sudah dicalonkan partai lain, otomatis KTA-nya gak boleh rangkap. Sudah (Gibran kembalikan KTA),” pungkas Sekjen DPP PDIP, Hasto Kristiyanto.

Denny Indrayana Ajukan Uji Formil Putusan MK No 90, Tentukan Nasib Gibran

Diberitakan sebelumnya, pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai bakal calon presiden masih dihadapkan pada riak-riak penolakan dari beberapa pihak

Dua pakar hukum tata negara Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar resmi mengajukan uji formil Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 ke MK.

Keputusan itulah yang membuat Gibran menjadi memenuhi syarat sebagai bakal calon presiden meski belum berusia 30 tahun.

Putusan MK itu mengubah Pasal 169 huruf q UU Pemilu soal batas usia capres-cawapres.

MK membolehkan anggota legislatif dan kepala daerah di segala tingkatan maju sebagai capres-cawapres sebelum 40 tahun.

Denny dan Zainal Arifin juga meminta agar provisi atau putusan sela dilakukan secepat kilat.

Pemilu butuh kepastian hukum

Hal ini mengingat tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden berakhir pada 25 November 2023, sehingga dibutuhkan kepastian hukum segera melalui persidangan secara cepat.

"Menyatakan memeriksa permohonan para pemohon secara cepat dengan tidak meminta keterangan kepada MPR, DPR, Presiden, DPD, atau pihak terkait lainnya," tulis keduanya dalam gugatan itu.

"Dalam Pasal 54 UU MK juncto Putusan Nomor 102/PUU-VII/2009 disebutkan, bahwa permintaan keterangan pihak-pihak tersebut tidak bersifat wajib, melainkan pilihan, karena ditulis dengan kata 'dapat', bukan 'wajib," jelas mereka.

Di samping itu, Denny dan Zainal meminta agar Ketua MK Anwar Usman tak turut mengadili gugatan uji formil mereka.

Hal tersebut berdasarkan Pasal 17 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan tidak sah sebuah putusan yang dihasilkan dari majelis hakim yang tidak mundur dari potensi konflik kepentingan pada perkara tersebut.

Baca juga: Jelang Keputusan MKMK, Gerindra: Ada Operasi Rahasia untuk Gagalkan Gibran Jadi Cawapres Prabowo

UU yang sama mengamanatkan agar jika situasi itu terjadi, maka perkara tersebut harus disidang ulang dengan komposisi majelis hakim yang berbeda.

Denny dan Zainal menjelaskan, bila sejak awal Anwar mundur dari perkara itu, maka hasil akhir putusannya akan berbeda karena komposisi hakim yang setuju dan menolak sama-sama empat orang.

Dengan komposisi 50:50, maka perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu seharusnya ditolak karena Wakil Ketua MK Saldi Isra ada dalam posisi menolak.

Ketentuan semacam itu diatur berdasarkan Pasal 66 ayat (4) dan 67 ayat (6) Peraturan MK Nomor 2 Tahun 2023, bahwa tatkala komposisi hakim yang setuju dan menolak seimbang, maka posisi Ketua dan Wakil Ketua MK akan menjadi penentu.

"Oleh karena itu, apabila YM Anwar Usman taat pada hukum dan etika untuk mengundurkan diri, maka Pasal 169 huruf q UU Pemilu sebagaimana dimaknai dalam Putusan 90/PUU-XXI/2023 tidak akan eksis," jelas Denny dan Zainal.

Baca juga: Jika Ketua MK Dinyatakan Bersalah, Prabowo Cuma Punya Satu Hari untuk Ganti Gibran

Terlebih, Anwar saat ini menjadi hakim dengan laporan dugaan pelanggaran etik serta konflik kepentingan paling banyak (15 dari 21 laporan) menyusul Putusan 90 tersebut, menilik hubungan kekerabatannya sebagai ipar Presiden Joko Widodo.

Majelis Kehormatan MK (MKMK) yang telah merampungkan pemeriksaan terhadap semua pihak terlapor dan terkait sudah menyimpulkan bahwa Anwar merupakan hakim yang paling bermasalah dalam kasus pelanggaran etik ini.

Denny dan Zainal juga meminta MK menunda berlakunya putusan itu dan menangguhkan segala kebijakan berkaitan dengan putusan itu.

Sementara itu, dalam pokok permohonannya, keduanya meminta agar MK menyatakan pembentukan Putusan 90 itu inkonstitusional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, lantaran terdapat cacat hukum dalam proses lahirnya putusan tersebut.

Namun, gugatan yang diajukan Denny bersama Zainal itu belum diregistrasi MK. Gugatan itu baru tercatat dalam Akta Pengajuan Permohonan Pemohon (AP3) dengan nomor 146/PUU/PAN.MK/AP3/11/2023, sebagaimana dikutip situs resmi MK, Sabtu (4/11/2023).

Baca juga: Gibran Resmi Cawapres Prabowo, Ganjar Pranowo: Mari Bertarung secara Fair dan Sehat

Sebagai informasi, Putusan 90 ini telah memberi tiket untuk putra sulung Jokowi yang juga keponakan Anwar, Gibran Rakabuming Raka, untuk melaju pada Pilpres 2024 dalam usia 36 tahun berbekal status Wali Kota Solo yang baru disandangnya tiga tahun.

Gibran pun secara aklamasi disepakati Koalisi Indonesia Maju (KIM) sebagai bakal cawapres pendamping Prabowo Subianto sejak Minggu (22/10/2023), dan telah didaftarkan sebagai bakal capres-cawapres ke KPU RI, Rabu (25/10/2023).

Anwar membantah dirinya terlibat konflik kepentingan dalam memutus perkara ini, meski pendapat berbeda (dissenting opinion) hakim konstitusi yang tak setuju Putusan 90 itu mengungkap bagaimana keterlibatan Anwar mengubah sikap MK dalam waktu pendek.

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribun-Bali.com 

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved