Berita Jakarta

Berdiri di Atas Genangan Air Besar, Kampung Apung Cengkareng Dulunya Tempat Pemakaman Umum

Tak banyak yang tahu jika di Jakarta, ada sebuah kampung apung yang masih berdiri tegap di atas genangan air di Cengkareng, Jakarta Barat.

Warta Kota/Nuri Yatul Hikmah
Potret munculnya makam tua akibat kekeringan di kampung apung Kapuk Teko, Cengkareng, Jakarta Barat. Tak banyak yang tahu jika di Jakarta, ada sebuah kampung apung yang masih berdiri tegap di atas genangan air di Cengkareng, Jakarta Barat. Dulunya kampung ini ternyata adalah tempat pemakaman umum 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Tak banyak yang tahu bahwa di Jakarta masih ada sebuah kampung apung yang berdiri tegap di atas genangan air besar.

Setiap rumah yang ada di kampung ini adalah rumah panggung.

Kampung Apung berada di Cengkareng, Jakarta Barat dan diisi oleh ratusan kepala keluarga (KK).

Kampung itu terletak di Kapuk Teko, Cengkareng, Jakarta Barat. 

Menilik soal asal muasalnya, rupanya kampung tersebut menyimpan sejarah panjang sebelum benar-benar ditabiat sebagai 'Kampung Apung'.

Menurut cerita Siti Robiah (60) yang telah tinggal di Kampung Apung Cengkareng sejak 1980, menyebut bahwa dahulu, tanah dasar tempat ia dan tetangganya bermukim, bukanlah waduk yang digenangi air.

Siti Robiah (60) warga Kampung Apung Kapuk Teko
Siti Robiah (60) warga Kampung Apung Kapuk Teko, Cengkareng, Jakarta Barat.

Melainkan sebuah tempat pemakaman umum (TPU) yang dinamai TPU Kapuk Teko. 

Selain itu, kampungnya pada tahun 1980-an, bukan bernama kampung apung, melainkan Bioskop Kapuk Teko.

Menurutnya, tempatnya tinggal itu berubah nama menjadi kampung apung, setelah adanya banjir dan air yang menggenangi seluruh area pemakaman TPU Kapuk Teko.

Air payau yang masuk itu, tak bisa keluar lagi hingga permanen menjadi sebuah genangan besar.

Saat peristiwa itu, Siti mengaku sedang pindah dari kampung tersebut ke kampung halamannya, di Bularaja, Tangerang, Banten. 

Namun ketika kembali lagi, ia menyaksikan ada satu yayasan yang telah berdiri tepat di depan rumahnya.

Yayasan itu dinamai Komunitas Kampung Apung.

Baca juga: Potret Kekeringan di Kampung Apung Cengkareng, Makam Lama yang Terencam Kembali Muncul

Sejak saat itulah, kampung tersebut lambat laun dikenal sebagai Kampung Apung.

"Iya dulunya pemakaman. Dulu mah enggak ada air, soalnya dulu di sana terbuka belum dibikin ruko," ujar Siti Robiah saat ditemui di rumahnya, Senin (30/10/2023).

"Jadi air hujan besar (masuk banjir) enggak bisa keluar. Dulu mah kuburannya enak buat main anak kecil (seperti lapangan). Kalau sekarang air dari mana-mana masuk sini. Masuk bisa, keluar enggak bisa," lanjutnya.

Menurut Siti, rumah-rumah panggung yang berada di Kampung Apung itu mulanya hanya berjumlah dua saja.

Lambat laun, banyak orang yang membangun rumah dengan konsep yang sama.

Yakni ditinggikan dengan kayu, bambu, atau beton sebagai sanggahannya ke dasar tanah. 

"Awalnya Kampung Teko, terkenalnya Bioskop Kampung Teko. Gara-gara itu (yayasan Kampung Apung) dibikin, jadi ada dua rumah apung yang dibangun," kata Siti.

"Yang bikin bekas mantan RW di depan, jadi sekarang mah tersebutnya rumah apung bukan Kampung Teko," imbuh dia.

Wanita paruh baya yang tinggal di sebuah petakan triplek berukuran 3x3 meter itu menyampaikan, menetap di kampung apung itu bak simalakama.

Satu sisi, dirinya mendapatkan kenyamanan tinggal, namun juga ia khawatir akan adanya banjir bandang yang mungkin menenggelamkan tempat tinggalnya.

Meski kini debit air di kampung apung tersebut tengah surut, sama seperti saat pertama kali dirinya masuk ke tempat tersebut, namun ia berharap cemas apabila musim hujan tiba.

Baca juga: Rayakan HUT ke-17, Putra Chandra Sentosa Berbagi Ratusan Paket Sembako untuk Warga Kampung Apung

"Ini sudah lama enggak banjir-banjir, alhamdulillah, kalau banjir enggak kerja-kerja, bengkel (tempat suaminya kerja) tenggelam," ungkap Siti.

"Makanya saya beli tempat tidur ini (tingkat dua) takut ada banjir, mending kan. Dulu saya enggak punya tempat tidur, tidur lesehan sampai ambil meja di rumah apung, tidur saya meringkuk saja, sedih kalau banjir," lanjutnya.

Bahkan, wanita yang kini memiliki lima cucu tersebut menyebut bahwa lantai rumahnya yang terbuat dari kayu, pernah amblas akibat banjir di kampung apung tersebut.

"Jeblos, kemarin habis dibenerin. Sering, kalau habis banjir kan air naik. Karena sering kena air jadi lapuk kayunya," ungkap Siti.

Siti mengaku sebenarnya ia tidak berharap banyak atas lingkungan tempat tinggalnya.

Baca juga: VIDEO Fenomena Munculnya Makam Tua di kampung Apung Akibat Kekeringan

Sebab Siti menyadari bahwa dirinya hanyalah seorang pengontrak yang tiap bulannya menyetor Rp 500 ribu kepada pemilik bangunan.

Akan tetapi, Siti tetap berharap pemerintah bisa membantu memperbaiki infrastruktur jalan serta pondasi bangunan di kampung apung itu.

Sebab kata Siti, air yang masuk ke area tersebut berasal dari segala penjuru.

Air yang masuk tidak bisa keluar lantaran tidak ada jalannya dan akhirnya membentuk genangan di sana.

"Air dari mana-mana ke kali masuk sini, masuk bisa keluar enggak bisa. Kalau dulu, masuk bisa keluar bebas ke sana (area belakang kampung). Karena dulu belakang belum ada pabrik, sekarang enggak bisa lagi," kata Siti.

"Ya iya itu aja (infrastruktur) bantu bagusin," katanya. (m40)

Baca berita WartaKotalive.com lainnya di Google News

 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved