Formula E 2024

Pj Gubernur DKI Heru Minta Jakpro Cari Tanggal yang Pas Gelar Formula E karena Bentrok dengan Pemilu

Formula E bakal diselenggarakan pada 8 Juni 2024 dan sudah memasuki jadwal Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Penulis: Miftahul Munir | Editor: Sigit Nugroho
layar tangkap Kompas TV
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, meminta kepada PT Jakpro untuk mengatur jadwal ulang penyelenggaraan Formula E 2024. 

Anies Baswedan  buka suara saat diwawancara oleh Andy F Noya yang video wawancaranya ditayangkan di YouTube Metro TV pada 18 Juni lalu.

Awalnya, Andy Noya menanyakan soal rumor penjegalan yang selama ini kerap dilontarkan pendukung Anies Baswedan.

"Salah satu yang disebut upaya untuk menjegal Anda, menurut para pendukung Anda, adalah kasus formula E yang sedang diproses di KPK," kata Andy.

Menjawab hal itu, Anies Baswedan enggan menjawab secara gamblang.

Dikatakan Anies Baswedan, dalam suatu peristiwa yang terjadi bisa ditafsirkan bermacam-macam.

Demikian juga, jelas Anies Baswedan dengan kasus Formula E.

Ketika KPK melakukan proses penyelidikan dalam kegiatan Formula E maka hal itu akan ditafsirkan oleh masing-masing orang.

"Opini itu bisa banyak ya Bang Andy. Sebuah peristiwa bisa ditafsirkan berbeda-beda."

"Peristiwa yang sama, tafsirnya bisa beda-beda sehingga ketika KPK melakukan proses penyelidiikan atas kegiatan Formula E, maka intepretasinya itu, tiap orang punya intepretasi sendiri-sendiri," ungkapnya.

Anies Baswedan pun mengajak untuk melihat perkembangan kasus ini kedepannya.

Ia tetap berpendirian tidak melakukan tindakan korpupsi sesuai audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Kita lihat saja dalam perjalanan ini . Sudah hampir 1,5 tahun dari proses pembahasan di KPK."

"Apa yang ditemukan BPK dulu itu lah yang menjadi rujukan," katanya.

Sudirman Said Sikapi Isu Anies Bakal Jadi Tersangka: Denny Indrayana Tidak Mungkin Ngarang

Anggota Tim 8 Koalisi Perubahan, Sudirman Said meyakini pernyataan Denny Indrayana yang menyebut calon presiden (capres) Anies Baswedan akan jadi tersangka KPK bakal menjadi kenyataan.

Ia menyampaikan Denny Indrayana tidak mungkin mengarang dengan menyebut Anies Baswedan diincar untuk menjadi tersangka oleh KPK.

"Prof Denny itu hampir seluruh yang dikatakan itu menjadi kebenaran ya, ya dia seorang intelektual, seorang akademisi tidak mungkin ngarang-ngarang," kata Sudirman di Sekretariat Bersama Koalisi Perubahan, Jakarta pada Rabu (21/6/2023).

Ia menuturkan pernyataan Denny Indrayana bisa jadi peringatan dini bagi semua pihak agar tidak ada pihak yang mau menjegal Anies Baswedan dengan menjadikannya tersangka.

"Kalau orang ditetapkan sebagai orang yang memiliki masalah hukum, betul-betul masalah kita hormati. Tetapi kalau itu bagian dari langkah politik penjegalan orang atas hak politiknya itu harus dilawan," ungkapnya.

Ia mengharapkan hal buruk tidak akan menimpa Anies Baswedan lewat penyalagunaan hukum untuk kepentingan politik.

"Pokoknya kita berdoa itu tidak terjadi, hal buruk tidak terjadi. Penyalahgunaan hukum tidak terjadi dan semua peroleh perlakuan yang adil semua mendapatkan kesempatan untuk berkompetisi bukan sama-sama tidak suka kemudian digunakan segala cara," ujar dia.

Denny Indrayana Duga Ada Upaya jadikan Anies Tersangka di KPK untuk Jegal Langkah sebagai Capres

Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana kembali mengeluarkan hipotesisnya.

Kali ini, dia menduga kalau pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) akan tetapkan bakal calon presiden (capres) dari Koalisi Perubahan Anies Baswedan sebagai tersangka.

Denny menyebut, adanya dugaan penetapan tersangka terhadap Anies Baswedan itu kaitannya dengan perkara dugaan korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Bahkan kata Denny, hasil hipotesisnya itu sudah bukan jadi rahasia publik, atau dalam kata lain, sudah ada beberapa pengamat yang menyatakan hal demikian.

"Anies segera jadi tersangka korupsi di KPK. Kabar itu sudah menjadi informasi yang beredar di banyak kesempatan," katanya Denny Indrayana dalam keterangan tertulisnya, Rabu (21/6/2023).

"Bukan hanya saya, banyak yang sudah mengatakannya, Feri Amsari, Zainal Arifin Mochtar, misalnya, dalam beberapa podcast sudah menyatakan," sambungnya.

Guru Besar Hukum Tata Negara tersebut lantas yakini kalau narasi soal Anies Baswedan akan dijadikan tersangka itu erat kaitannya dengan Pilpres mendatang.

Ia menduga, ada kekuatan dari pemerintahan yang ingin menjegal atau gagalkan pencapresan Anies Baswedan melalui penetapan tersangka itu.

"Pentersangkaan adalah salah satu skenario pamungkas Istana untuk menjegal Anies Baswedan menjadi kontestan dala Pilpres 2024," kata Denny Indrayana.

Bahkan dirinya menyatakan ada seorang anggota DPR RI yang sudah menyampaikan hal demikian.

Hal ini sekaligus kata Denny, makin membuktikan kalau putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperpanjang masa jabatan pimpinan KPK itu akan dijadikan alat untuk politik.

"Makin terbaca, kenapa masa jabatan para pimpinan KPK diperpanjang MK satu tahun. Untuk menyelesaikan tugas memukul lawan-oposisi, dan merangkul kawan-koalisi, sesuai pesanan kuasa status quo," ucap dia.

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana dan bakal calon presiden Anies Baswedan.
Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana dan bakal calon presiden Anies Baswedan. (Kolase Tribunnews.com)

Atas kondisi ini, Denny menilai kalau cawe-cawe Jokowi terkait dengan Pilpres ini sudah terlalu jauh, dan harus dihentikan.

Dirinya lantas membeberkan 10 poin utama terkait hipotesisnya atas cawe-cawe Jokowi dalam Pilpres mendatang.

Pertama kata dia, di tahap awal, Presiden Jokowi dan lingkaran dalamnya mempertimbangkan opsi untuk menunda pemilu, sekaligus memperpanjang masa jabatan Presiden.

Kedua, masih di tahap awal menurut Denny, segaris dengan strategi penundaan pemilu, sempat muncul ide untuk ubah konstitusi guna memungkinkan Presiden Jokowi menjabat lebih dari dua periode.

"Ketiga, menguasai dan menggunakan KPK untuk merangkul kawan dan memukul lawan politik," ungkapnya.

Selanjutnya, keempat, Jokowi juga disebut Denny menggunakan dan memanfaatkan kasus hukum sebagai political bargaining yang memaksa arah parpol dalam pembentukan koalisi pilpres.

Kelima, jika ada petinggi parpol yang keluar dari strategi pemenangan, maka dia beresiko dicopot dari posisinya.

"Keenam, menyiapkan komposisi hakim Mahkamah Konstitusi untuk antisipasi dan memenangkan sengketa hasil Pilpres 2024," tutur dia.

Ketujuh, Presiden Jokowi juga disebut tidak cukup hanya mendukung pencapresan Ganjar Pranowo, tetapi juga memberikan dukungan kepada Prabowo Subianto.

Kedelapan adalah Presiden Jokowi kata Denny, membuka opsi mentersangkakan Anies Baswedan di KPK.

"Ini sudah menjadi rahasia umum, terkait dugaan korupsi Formula E," ungkapnya.

Kesembilan, pemerintah juga kata dia mengambil alih Partai Demokrat melalui langkah politik yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Terakhir, kesepuluh yang menyempurnakan adalah Presiden Jokowi disebut berbohong kepada publik.

Presiden Jokowi berulang kali mengatakan urusan capres adalah kerja para Ketum Parpol, bukan urusan Presiden.

"Belakangan, baru Beliau akui akan cawe-cawe dalam Pilpres 2024. Satu-persatu, tulisan saya di 24 April 2023 itu mulai terbukti," kata dia.

Atas kondisi ini dirinya berharap, Presiden Jokowi menghentikan cawe-cawenya, termasuk mentersangkakan dan menjegal Anies.

Sebab menurut dia, Kalau masih diteruskan, akan timbul pertanyaan di publik terkait peran dan maksud Presiden Jokowi dalam pemilu kali ini.

"Salah satu hipotesis yang tidak terhindar terlintas di kepala saya adalah, Presiden Jokowi justru mengundang ketidakpastian dan kegaduhan, yang ujungnya menunda pemilu, dan memperpanjang masa jabatannya sendiri. Semoga hipotesis saya keliru," tukas dia.

(TribunNetwork/THF/Tribunnews.com)

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved