Kasus Korupsi

Ahli Hukum Pidana Sebut Pandemi Covid-19 dan Masalah Keamanan Jadi Alasan Pembenar di Kasus BTS 4G

Ahli Hukum Pidana, Chairul Huda sebut pandemi Covid-19 dan masalah keamanan jadi alasan pembenar di kasus BTS 4G.

Editor: PanjiBaskhara
shutterstock
Ilustrasi: Ahli Hukum Pidana, Chairul Huda sebut pandemi Covid-19 dan masalah keamanan jadi alasan pembenar di kasus BTS 4G. 

WARTAKOTALIVE.COM - Pandemi Covid-19 dan gangguan keamanan dari kelompok bersenjata di Papua bisa jadi alasan pembenar tak adanya perbuatan melawan hukum, dalam perkara dugaan korupsi proyek pengadaan base transceiver station (BTS) 4G BAKTI Kominfo.

Hal itu disampaikan Ahli Hukum Pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda, saat memberikan keterangan di sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/3/2023)

Chairul, yang dimintai pendapatnya oleh kuasa hukum terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak, menjelaskan ada sejumlah alasan pembenar atas suatu perbuatan yang dianggap melawan hukum sebagaima disebutkan dalam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 (UU Tipikor).

Diantaranya, suatu perbuatan bisa dikecualikan dari unsur melawan hukum bila ada dua kepentingan hukum saling bertentangan.

Selain itu, timbulnya keadaan di luar kendali yang mengakibatkan adanya kewajiban hukum yang terpaksa tidak bisa dilakukan.

Pelanggaran terhadap norma pidana, lanjut Chairul, bisa juga tidak masuk unsur perbuatan melawan hukum bila dilakukan dengan alasan untuk mengedepankan norma yang lebih tinggi.

“Dalam hukum pidana, ada alasan pembenar yang tertuang dan diatur dalam undang-undang, antara lain untuk membela diri dan sebagainya."

"Namun, ada juga alasan-alasan pembenar yang tidak spesifik dituangkan dalam undang-undang. Misalnya, ada kondisi yang tidak diprediksi dan di luar kendali sehingga sebuah kewajiban kontraktual tidak bisa dilakukan, atau yang kita sebut dengan kondisi kahar."

"Namun, dalam perkara ini, saya lebih menyorot soal adanya pembatasan yang dilakukan pemerintah terkait dengan penanganan Covid-19, yang pada dasarnya adalah upaya menyelamatkan nyawa."

"Dalam norma pidana, penyelamatan nyawa ini merupakan norma yang lebih tinggi yang harus diutamakan ketimbang kewajiban hukum lainnya" papar Chairul.

Pada perkara ini jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa, telah terjadi perbuatan melawan hukum oleh para terdakwa mengakibatkan timbulnya kerugian perekonomian dan keuangan negara sebesar Rp8,03 triliun, berdasarkana perhitungan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Salah satu dalilnya adalah tetap dilakukannya pembayaran penuh oleh BAKTI selaku pemilik proyek, meskipun konsorsium pelaksana tidak bisa menyelesaikan pembangunan 4.200 BTS 4G sampai dengan 31 Desember 2021 sesuai kontrak.

Berdasarkan keterangan para saksi, proyek pembangunan BTS 4G memang tidak bisa diselesaikan pada Desember 2021 karena beberapa alasan.

Antara lain merebaknya varian Delta COVID-19 yang diikuti dengan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) secara ketat, sehingga menghambat rantai pasok dan mobilisasi material dan pekerja.

Selain itu, adanya gangguan keamanan, khususnya di wilayah Papua dan Papua Barat, yang buat Polda Papua meminta penghentian sementara pembangunan proyek BTS 4G.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved