Berita Nasional
Pengamat Dukung Wacana Jokowi Gantikan Megawati, Buharnuddin Muhtadi: Ide Menarik, Sehat Buat PDIP
Guntur Soekarnoputra mewacanakan Jokowi menggantikan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketum PDIP. Hal ini memicu polemik. Namun banyak yang dukung.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Selain isu Pilpres 2024, publik juga disuguhkan wacana suksesi di tubuh PDIP.
Seperti diketahui, partai terbesar di Indonesia itu dipimpin Megawati Soekarnoputri, dan tak tergantikan.
Hingga muncul sindiran bahwa PDIP adalah partai kerajaan, yakni partai itu hanya bisa dipimpin oleh trah keturunan Soekarno, Presiden ke-1 RI.
Namun, putra sulung Soekarno, Guntur Soekatnoputra lewat artikel yang berjudul Indonesia, Jokowi, dan Megawati Pasca-2024 di Harian Kompas, Sabtu (30/9/2023), berani menyuarakan hal yang berbeda.
Baca juga: Elektabilitas AMIN Meningkat, Cak Imin Ingin Bobol Kandang Banteng: Target Kalahkan PDIP di Jateng!
Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, buka suara terkait wacana Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi penerus Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP.
Wacana tersebut pertama kali digulirkan oleh Guntur Soekarnoputra, putra sulung Soekarno, Presiden ke-1 RI.
Menurut Burhanuddin, artikel tersebut membuat orang-orang bisa menafsirkan bahwa keturunan biologis Soekarno membuka opsi PDIP bisa dipimpin oleh mereka yang bukan keturunan langsung dari Soekarno.
Berdasarkan pandangan Burhanuddin, ide dari Guntur Soekarnoputra soal Jokowi menjadi penerus Megawati itu menarik.
Baca juga: Diam-diam, PSI Surati PDIP Secara Resmi untuk Bisa Bertemu Megawati, Hasto: Surat Sudah Diterima
"Karena diusulkan putra sulung Soekarno dan sekaligus kakak dari Ibu Mega," ucapnya dikutip dari YouTube Kompas TV.
"Orang bisa menafsirkan bahwa putra sulung sendiri membuka opsi, membuka pintu kalau misalnya PDIP bisa dipimpin oleh mereka yang bukan berasal dari keturunan langsung Soekarno. Dalam hal ini beliau menyebut nama Jokowi," lanjut Burhanuddin Muhtadi.
"Yang kedua, beliau juga menyebut faktor usia terkait dengan regenerasi di PDIP pasca-Ibu Mega. Nah, menurut saya sih, idenya menarik," terangnya.
Meski begitu, keputusan soal siapa yang akan menjadi penerus Megawati merupakan mandat dari peserta Kongres ke-VI PDIP pada tahun 2025 mendatang.
Jika nantinya peserta kongres masih menganggap bahwa keturunan biologis Soekarno itu tak bisa diabaikan dalam konteks regenerasi pasca-Ibu Mega, menurut Burhanuddin, itu bagian dari pilihan PDIP yang harus dihormati.
"Tetapi lagi-lagi yang punya mandat adalah peserta kongres PDIP, kalau misalnya peserta kongres PDIP masih menganggap bahwa keturunan biologis Soekarno itu tak bisa diabaikan dalam konteks regenerasi pasca-Ibu Mega, ya, itu bagian dari pilihan PDIP yang kita harus hormati," jelas Burhanuddin.
"Kalau misalnya Mas Guntur punya ide, dan itu juga diterima bahwa bukan hanya keturunan biologis, tetapi yang penting adalah lanjut ide-ide atau pemikiran ideologi Soekarno, itu juga terserah dari peserta kongres," ucapnya.
Burhanuddin lalu menegaskan, wacana soal Jokowi menjadi penerus Megawati merupakan suatu wacana publik yang sehat untuk demokrasi dan untuk PDIP.
"Tapi yang paling penting adalah ini adalah satu wacana publik yang sehat buat demokrasi dan saya yakin sehat buat PDIP," tuturnya.
Sebelumnya, pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, Ujang Komaruddin, menyatakan wacana itu sangat mustahil.
Menurut Ujang, karena AD/ART PDIP yang membuat sistem keputusan memilih calon presiden dari PDIP berada di tangan Megawati Soekarnoputri sepenuhnya.
“Ya isu pengambilalihan Ketua Umum PDI Perjuangan ini kan sudah lama ya," ujarnya, Minggu (1/10/2023).
"Jokowi meskipun pengen pun tetap saja tidak bisa, karena sudah 'dipagari' dengan AD/ART-nya bahwa semuanya berdasarkan keputusan Ketum Megawati," imbuhnya.
"Sebelumnya juga berdasarkan AD/ART PDIP sistemnya kan bukan pemilihan, tapi usulan dari struktur partai tingkat bawah, yang usulannya semua adalah prerogatif Megawati," lanjut Ujang.
Menurutnya, selama masih ada Megawati, maka kepemimpinan dan keputusan akhir apapun di PDIP bakal berada di tangan Megawati sepenuhnya.
Menurutnya, meskipun ada keinginan, Jokowi tetap tidak bisa menjadi Ketum PDIP.
“Istilahnya 'pemilik saham' PDIP kan Megawati, dan Jokowi bukan salah satu pemilik saham PDIP," katanya.
"Begitu pun soal bahwa kepemimpinan PDIP akan diteruskan oleh trah Soekarno, nah Jokowi bukan trah Soekarno," imbuhnya.
"Megawati pasti akan memberikan atau mendelegasikan kepemimpinan PDIP kepada anak-anaknya untuk melanjutkan estafet trah Soekarno itu," terang Ujang.
Oleh karena itu, Ujang melihat adanya skenario pembenturan antara Jokowi dengan Megawati, di balik upaya untuk menaikkan nilai tawar Ganjar Pranowo yang didukung relawan Kami-Ganjar untuk menjadi calon presiden di Pilpres 2024.
“Seharusnya pihak-pihak yang memiliki ide mendorong Jokowi untuk bisa menjadi Ketum PDIP di 2024 tahu soal ini," ucapnya.
"Aksi semacam 'kompor-kompor' berharap atau mendorong Jokowi menjadi Ketum PDIP itu, saya pikir sama saja seperti upaya atau skenario 'membenturkan' Jokowi dengan Megawati. Politik adu domba kan biasa saja terjadi di politik kita," jelas Ujang.
Sementara itu, pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga menilai, usulan dari Guntur itu memang tepat.
Dirinya sependapat, Jokowi dinilai layak untuk menempati kursi Ketum PDIP.
"Guntur menilai Joko Widodo paska purna bhakti presiden layak menempati posisi ketua umum PDIP," ucapnya.
"Kapasitas Jokowi memang layak menempati posisi tersebut. Pengalamannya juga sudah lebih dari cukup untuk menjadi ketum," lanjut Jamiluddin.
Akan tetapi kata Jamiluddin, yang menjadi pertanyaan, apakah Megawati rela kursi ketum nantinya diestafetkan kepada Jokowi, menurut dia, hal itu kecil kemungkinan terjadi.
Sebab, kata Jamiluddin, Megawati Soekarnoputri hanya akan menyerahkan tongkat kepemimpinan PDIP hanya kepada keturunannya atau anak-anaknya.
"Masalahnya, apakah Megawati mau menyerahkan tongkat estafet kepemimpinan PDIP kepada Jokowi ? Hal itu kemungkinan sangat kecil mengingat Megawati tampaknya sudah mempersiapkan anaknya untuk menggantikannya," kata Jamiluddin.
Sejauh ini, Jamiluddin berpandangan, Megawati sudah mulai mempersiapkan dua anaknya untuk nantinya menempati posisi sebagai Ketum PDIP.
Kedua anak Megawati yang dimaksud yakni Puan Maharani dan Prananda Prabowo.
Dari segi Puan, Megawati lebih condong memberikan potensi di eksternal dengan kerap memberikan kesempatan Ketua DPR RI itu untuk bertemu para pimpinan parpol lain.
Sementara dari segi Prananda, Megawati nampak seakan memberikan kepada putranya mandat untuk membenahi internal PDIP.
"Puan selama ini lebih banyak disiapkan mewakili Megawati dalam urusan eksternal. Karena itu, Puan banyak bertemu dengan pimpinan partai," katanya.
"Prananda tampaknya ditugasi untuk membenahi internal partai. Karena itu, Prananda lebih banyak melakukan konsolidasi ke dalam partai," sambung Jamiluddin.
Atas hal itu, menurut analisis Jamiluddin, usulan atau opini dari Guntur Soekarnoputra yang menyebut Jokowi layak menempati posisi Ketum PDIP usai tak lagi jadi presiden akan sulit terwujud.
Megawati dinilai, akan lebih mempercayakan anaknya yang merupakan keturunan biologis atau trah Soekarno asli untuk memimpin partai berwarna merah itu.
"Jadi, Puan dan Prananda sama-sama berpeluang untuk menjadi ketum PDIP," tukasnya.
Kata Guntur Soekarnoputra
Sebagaimana diketahui, masa kerja Jokowi sebagai presiden akan berakhir pada 2024 mendatang.
Melihat situasi tersebut, Guntur berpendapat, ke depan Jokowi tetap dibutuhkan untuk berada dalam lingkaran kekuasaan dan pemerintahan, paling tidak sebagai ketua umum partai politik.
"Mengingat pemikiran dan pengalamannya yang tentu masih sangat dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini, hal itu perlu dipertimbangkan," kata Guntur dalam opininya.
Ia pun mengusulkan Jokowi untuk menjadi Ketua Umum PDIP mengingat usia Megawati tidak lagi muda.
"Apakah tak mungkin Jokowi meneruskan estafet kepemimpinan di PDIP sebagai ketua umum PDIP dan Megawati menjadi ketua dewan pembinanya?" ucap Guntur.
Guntur melanjutkan, menurutnya, Jokowi merupakan anak ideologis Bung Karno karena selama menjabat di pemerintahan mampu melaksanakan ide-ide Bung Karno.
"Yang berarti selama 22 tahun di pemerintahan, Jokowi konsisten melaksanakan ide-ide Bung Karno," ungkap Guntur.
Karenanya, Guntur menilai langkah Jokowi untuk menjadi ketua umum PDIP sangat dimungkinkan dan sudah barang tentu kalau mau dilakukan melalui suatu kongres luar biasa yang benar-benar demokratis.
"Dalam hal ini, jika nanti disetujui Megawati akan menjadi ketua dewan pembina, dapat saja kepada Megawati diberikan lagi hak prerogatif layaknya sebelumnya. Masalahnya adalah, apakah Megawati, Jokowi, dan partai mau?" imbuhnya.
Megawati: Tak Mungkin!
Namun, Megawati Soekarnoputri kembali mengingatkan seluruh kadernya untuk patuh terhadap anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) partai.
"Nggak mungkin orang lain itu tiba-tiba bisa menjadi ketua umum. Karena terus siapa yang mau milih? Kalau tiba-tiba orang luar yang dipilih dan itu melanggar AD/ART," tegas Megawati dalam penutupan rapat kerja nasional (Rakernas) IV PDIP, Minggu (1/10/2023).
Menurut Megawati, dirinya dan Jokowi adalah petugas partai.
Karena hal tersebut diatur dalam AD/ART PDIP, meskipun keduanya adalah presiden Republik Indonesia.
Maka, menurut Megawati sangat aneh jika 'orang luar' mempersoalkan label petugas partai tersebut.
"Itu adalah AD/ART di partai kita. Saya pun petugas partai, saya ditugasi oleh kongres partai, dipilih oleh kalian untuk bertanggung jawab sebagai ketua umum," ucapnya.
Ia menilai sebutan petugas partai terhadap dirinya maupun Jokowi merupakan amanat AD/ART yang tak perlu dipersoalkan pihak eksternal.
Apalagi tanpa label tersebut, Megawati dan Jokowi tak bisa menduduki kursi pemimpin tertinggi RI.
"Sering terjadi kontradiktif, ada yang mengatakan, presiden itu dipilih oleh rakyat, iya betul, tapi kalau tidak ada organisasi partai politiknya yang memberikan nama (bakal capres)," ucapnya.
"Itu kan mekanismenya begitu untuk dipilih," tandas Megawai yang pernah menjadi Presiden ke-5 RI.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News
Berita Nasional
Jokowi
Megawati Soekarnoputri
Megawati
PDIP
Direktur Eksekutif IPI Burhanuddin Muhtadi
| Balik Arah, Jokowi Setarakan Gus Dur dengan Soeharto untuk Jadi Pahlawan Nasional |
|
|---|
| Rekam Jejak Hakim Khamozaro yang Rumah Terbakar Saat Tangani Kasus Korupsi Sumut |
|
|---|
| BRINS Menangi Ajang Top Human Capital Award, Budi Legowo Optimistis Kinerja Makin Kompetitif |
|
|---|
| Bukan Soeharto, Ternyata Ini Kiblat Prabowo Subianto Selama Jadi Presiden RI |
|
|---|
| Purbaya Perpanjang Fasilitas PPN hingga Akhir 2027, Sektor Properti Diproyeksikan Bangkit |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/jokowi-dan-mega-di-hut-pdip-kemayoran.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.