Travel

Konservasi Anggrek Endemik Merapi dan Budidaya Kopi Membuat Pemuda Mriyan Enggan ke Kota Besar

Kelompok agroforestri di Desa Mriyan Boyolali semula hanya melakukan budidaya angrek endemik Merapi dan kopi. Kini mereka sudah punya kedai kopi.

Editor: Rusna Djanur Buana
Istimewa/TN Gunung Merapi via Kompas.com
Anggrek Vanda tricolor di Taman Nasional Gunung Merapi salah satu jenis tanaman anggrek endemik yang dibudidayakan kelompok pemuda di Dukuh Gumuk, Desa Mriyan Boyolali. 

Mereka merawat anggrek di tempat tersebut selama 1,5 hingga 2 tahun sebelum dilepasliarkan ke area Gunung Merapi.

Masyarakat juga bisa membeli anggrek-anggrek tersebut dari warga, tapi untuk dikembalikan ke Taman Nasional Gunung Merapi dan tidak bisa dibawa pulang.

Tak hanya dirawat di green house, di lokasi konservasi tersebut juga ada laboratorium kultur jaringan untuk memperbanyak anggrek.

“Sebelas orang dari kami itu enggak ada yang punya latar belakang pendidikan pertanian. Namun, setelah mendapat pendampingan kami bisa melakukannya,” tukasnya.

Pada tahun 2017, warga di Desa Mriyan ini juga dibimbing untuk mengembangkan budidaya tanaman kopi di lereng-lereng Merapi di luar kawasan Taman Nasional Gunung Merapi.

Selain untuk konservasi air dan mencegah longsornya tanah, menurutnya, dari tanaman kopi ini bijinya bisa diolah sendiri dengan memberdayakan pemuda-pemuda yang tinggal di Desa Mriyan.

"Alhamdulillah pemuda disini itu nggak ada yang merantau, nggak ada yang ke luar desa. Tetap masih konsisten dengan pekerjaannya sebagai tani, sebagai anak desa,” ucapnya.

Punya Kedai Kopi

Saat ini para pemuda Desa Mriyan ini bahkan sudah mendirikan Kedai Kopi Gumuk di desanya.

Selain menyuguhkan kopi bertajuk "Gumuk Coffee" yang menjadi salah satu kuliner kopi yang wajib dicoba.

Di kedai sederhana ini, kopinya dibuat dengan sentuhan soft fruity dan asam namun tidak menyengat serta tersaji dengan kacang dan pisang kepok rebus.

Seruputnya menjadi lebih indah dengan hamparan langit yang seakan menyatu dengan desa. Gastronomi kuliner kearifan lokal yang sederhana namun membahagiakan.

Parli, salah satu barista dalam kedai Kopi Gumuk mengatakan dulu sebelum didampingi LPTP dan Aqua Klaten, kopi di desa Mriyan ini hanya dikonsumsi di rumah-rumah saja dan belum dikenal orang.

“Tapi kopi kita sekarang bisa dikenal di daerah-daerah lain. Apalagi kalau setiap Sabtu dan Minggu itu biasanya para gowes pada mampir minum kopi di Kedai Kopi Gumuk ini.

Kami juga diberi pelatihan untuk bisa menjadi barista yang baik. Dari pelatihan itu, kami sudah bisa roasting kopi sekarang,” katanya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved