Pembunuhan

Janggal, Oknum Paspampres dan 2 Prajurit TNI yang Culik dan Bunuh Warga Aceh, Rekam Aksi Penyiksaan

Oknum Paspampres dan 2 Prajurit TNI rekam penyiksaan dan penganiayaan warga Aceh hingga tewas dinilai Pakar Psikologi Forensik patut dipertanyakan

Kolase Wartakotalive.com/Istimewa
Foto Kolase: Imam Masykur, pemuda asal Kabupaten Bireuen, Aceh tewasdianiaya oleh Praka R, anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) dan dua rekannya prajurit TNI. Imam Masykur diculik, dimintai uang Rp50 juta hingga dianiaya berujung tewas yang kemudian jasadnya dibuang ke di Sungai Cibogo, Kabupaten Karawang, Jawa Barat pada Jumat, 18 Agustus 2023. Pakar Psikologi Forensik mempertanyakan kenapa pelaku rekam penyiksaan dan penganiayaan, karena janggal. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Publik dihebohkan dengan aksi kejahatan tiga oknum anggota TNI yang menculik dan menganiaya warga Aceh, pedagang kosmetik di Tangsel atas nama Imam Masykur (25).

Ketiga oknum TNI itu telah diamankan Polisi Militer Kodam Jaya. Mereka adalah Praka Riswandi Manik alias RM, Praka HS, dan Praka J.

Praka RM diketahui bertugas sebagai anggota Paspampres di Batalyon Pengawal Protokoler Kenegaraan.

Sementara Praka HS adalah anggota Direktorat Topografi TNI Angkatan Darat dan Praka J merupakan anggota TNI di Kodam Iskandar Muda.

Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan kecepatan kerja TNI dalam menangani kasus ini, diyakini, akan bisa mempertahankan marwah institusi TNI di hadapan publik.

Namun kata Reza, ada beberapa pekerjaan yang bisa ditindaklanjuti.

Baca juga: Hotman Paris Bela Pemuda Tewas Dianiaya Oknum Paspampres, Panglima TNI Perintah Hukum Mati

"Pertama, terkait investigasi. Lazimnya, sesuai misi ke-2 kejahatan, pelaku harus melakukan segala upaya guna menghindari pertanggungjawaban pidana. Mulai dari--misalnya--menghilangkan barang bukti, merusak CCTV, membangun alibi, dan menghapus jejak-jejak kejahatannnya," kata Reza kepada Wartakotalive.com, Selasa (29/8/2023).

Namun kata Reza, para pelaku justru melakukan aksi yang bertolak belakang dengan sengaja membuat rekaman penganiayaan yang bisa menjadi barang bukti kejahatan.

"Bahwa para pelaku melakukan hal-hal yang bertolak belakang dengan misi kedua itu, menimbulkan pertanyaan. Terkesan mereka sengaja membuat rekaman penganiayaan tidak hanya untuk diperlihatkan ke keluarga korban, tapi juga untuk disodorkan ke pihak lain sebagai bukti bahwa mereka sudah 'bekerja'," papar Reza.

Baca juga: Warga Tak Berkutik saat Imam Masykur Diculik Diduga Oknum Paspampres, Pelaku Ngaku Bawa Surat Tugas

Karenanya Reza mempertanyaka apakah pelaku di bawah pengaruh narkoba atau merasa ada pihak tertentu yang melindunginya.

"Apakah para pelaku berada di bawah pengaruh narkoba? Apakah mereka merasa dilindungi pihak tertentu yang menjamin akan meniadakan pertanggungjawaban pidana?," kata Reza.

Kedua yang bisa ditindaklanjuti, menurut Reza adalah kompensasi.

Baca juga: Gaya Songong Paspampres Pembunuh Imam Masykur, Doyan Pamer Senjata Api

"Para pelaku yang berstatus sebagai anggota TNI sudah sepatutnya disebut sebagai oknum. Alasannya, perbuatan mereka bukan merupakan arahan lembaga," katanya.

"Setiap kali terjadi perbuatan pidana berat yang dilakukan oleh personel Polri, saya selalu katakan bahwa kejadian dimaksud seharusnya berdampak pula terhadap organisasi Polri," ujar Reza.

Polri, konkretnya, menurut Reza, seharusnya memberikan kompensasi kepada keluarga korban.

Baca juga: Imam Masykur, Pemuda Aceh yang Tewas Diduga Dianiaya Paspampres, Berikut Ini Fakta-fakta Lengkapnya

"Jadi, di samping pertanggungjawaban individual si pelaku, sebagaimana police misconduct compensation, sangat bagus jika Paspampres atau bahkan TNI juga memberikan kompensasi kepada keluarga korban," katanya.

Ketiga yang ditindaklanjuti, menurut Reza, Resolusi Majelis Umum PBB 47/133.

"Dari kasus ini media mengangkat diksi penculikan. Apalagi karena korban sampai meninggal dunia, penting untuk didalami, apakah penculikan dimaksud tergolong sebagai penculikan konvensional atau sudah termasuk dalam penghilangan orang secara paksa," ujar Reza.

Sebagai catatan, kata Reza, PBB mengklasifikasi penghilangan orang secara paksa sebagai pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia.

"Terus terang, ada ingatan traumatis kolektif yang rawan terpicu bangkit kembali," katanya.
 
Keempat, menurut Reza yang ditindaklunjti adalah non diskriminasi.

Baca juga: Oknum Paspampres Aniaya Pemuda Aceh hingga Tewas, Memeras Rp 50 Juta tak Dikabulkan

"Saya angkat topi terhadap ketegasan Panglima TNI, bahwa ia akan mengawal kasus ini agar pelaku dihukum berat, maksimal hukuman mati, minimal hukuman seumur hidup," kata Reza.

Namun pada kasus pidana lain, kata Reza, pernyataan Panglima TNI cenderung normatif.

Misalnya kata Reza pernyataan Panglima TNI : "Itu pasti akan diproses hukum sesuai ketentuan yang berlaku." Juga: "Sudah saya tandatangani dan langsung ditahan untuk dilaksanakan penyidikan lebih lanjut."

Baca juga: Danpom TNI Tahan Oknum Paspampres yang Diduga Culik dan Bunuh Pemuda Asal Aceh, Ini Identitasnya

Ada pula kata Reza pernyataan, "Tunjukan mana impunitas yang diterima oleh prajurti TNI. Kalau salah pasti dilaksanakan penyidikan dan dihukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan."

"Tidak keliru pernyataan-pernyataan normatif seperti itu. Tapi, agar tampak kesetaraan sikap Panglima terhadap seluruh personel TNI, pernyataan tentang hukuman yang patut dijatuhkan ke personel aktif TNI seyogianya juga Panglima eksplisitkan pada kasus korupsi BASARNAS," katanya.

"Apa gerangan yang, menurut Panglima, pantas dikenakan ke tersangka atau terdakwa pada kasus itu sekiranya mereka divonis bersalah?," kata Reza.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google NEWS

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved