Eksklusif Warta Kota

Dirut RS Persahabatan: Terpapar Polusi Udara Bisa Timbulkan Asma hingga Kanker Paru

Dirut RS Persahabatan Prof Agus Dwi Susanto mengatakan buruknya kualitas udara di Jakarta berdampak pada kesehatan, simak di sini

Penulis: Rendy Rutama | Editor: Dian Anditya Mutiara
Wartakotalive/Yulianto
Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan Prof.Dr.dr.Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), FISR, FAPSR, saat ditemui Wartakotalive.Com di RSUP Persahabatan, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (16/8/2023). 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - DKI Jakarta menjadi kota dengan kualitas udara terburuk di dunia berdasarkan data Air Quality Index (AQI), Kamis (10/8) lalu.

Angka tersebut berubah-ubah setiap harinya. Namun, posisi Jakarta kerap berada di "10 besar" bergantian dengan kota lain di antaranya Dubai, Uni Emirat Arab dan Johannesburg, Afrika Selatan.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto menyebut meningkatnya polusi udara lantaran musim kemarau yang panjang yakni Juli-September 2023.

Rabu (16/8) lalu, Warta Kota berkesempatan mewawancarai Direktur Utama (Dirut) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan Prof Agus Dwi Susanto secara eksklusif.

Jurnalis Warta Kota Rendy Rutama menanyakan seputar kualitas udara di Jakarta hingga efek kesehatan yang ditimbulkan.

Berikut wawancara eksklusif Warta Kota bersama dokter yang juga Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (Ketum PDPI).

Wawancara berlangsung di ruang kerja Agus di RSUP Persahabatan, Pulogadung, Jakarta Timur. Berikut hasilnya:

Apa dampak kesehatan yang muncul dari buruknya kualitas udara di DKI Jakarta?

Jadi memang akhir-akhir ini kualitas udara di Jakarta masuk kategori kurang sehat sesuai standar yang disebutkan dan sumber pengukurannya itu bervariasi.

Meskipun harus dipahami kualitas udara ada fluktuasinya, kadang sehat, kadang kurang tapi fakta menunjukkan beberapa minggu terakhir kondisinya (udara di Jakarta) tidak sehat.

Hal ini berdampak ke kesehatan yaitu dari akut sampai kronik.

Dampak akut muncul dalam beberapa hari setelah terkena polutan di atas ambang normal yang disebabkan mungkin dari gas-gas yang bersifat iritan.

Apabila mengenai mukosa mata, kulit, dan saluran napas, ini akan menimbulkan keluhan seperti mata merah, gatal, kulit-kulit terasa kering.

Kalau masuk ke mukosa pernapasan hidung, menyebabkan hidung berair, bersin-bersin. Kalau masuk ke tenggorokan jadi sakit terasa saat menelan, bisa juga batuk.

Pada beberapa kondisi berikutnya, hal itu bisa menyebabkan gangguan sistem imunitas saluran napas.

Di dalam partikel polutan yang mengandung virus dan bakteri, dapat menyebabkan risiko terjadinya infeksi.

Kedua adalah orang-orang yang memiliki penyakit dasar misalnya yang sudah punya penyakit asma.

Angka penyerangannya akan mudah meningkat apabila terhirup polutan di atas ambang normal sehingga akan terjadi keluhan sesak akhirnya dirawat di IGD dan kami ada datanya.

Kemudian bicara jangka panjang misalnya terkena polutan berhari-hari, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

Jika itu yang terjadi bisa menyebabkan berbagai penyakit yang dampaknya itu menetap misalnya gangguan fungsi paru hingga timbulnya penyakit asma.

Baca juga: Kendaraan Listrik Bukan Solusi, Transportasi Publik Lebih Efektif Tekan Polusi Udara di Jakarta

Misal sebelumnya tidak punya asma tapi karena polusi bertahun-tahun, jadinya terkena asma. Kemudian timbul PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) yang menjadi infeksi paru-paru.

Bisa juga kanker paru. Ini bukan sekadar teori, kami punya data.

Contohnya ketika melakukan riset pada penderita PPOK yang tidak merokok, ada angka 6,9 persen yang dilakukan di beberapa kota termasuk di Jakarta.

Mereka terkena PPOK meskipun tidak merokok. Faktor utamanya adalah polusi udara. 

Riset yang lain adalah dari 300 penderita kanker paru, empat persen karena polusi udara.

Kalau dilihat dari poliklinik kami bulan April sampai bulan Juni 2023 kemarin, kasus ISPA dan pneumonia (radang paru-paru) mengalami peningkatan dibanding periode yang sama di tahun 2022, peningkatannya 20 sampai 30 persen.

Namun ini belum dikorelasikan apakah peningkatan ini berkaitan dengan buruknya polusi udara atau tidak, hal itu tentu harus dilakukan penilaian secara uji statistik.

Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan Prof.Dr.dr.Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), FISR, FAPSR, saat ditemui Wartakotalive.Com di RSUP Persahabatan, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (16/8/2023).
Direktur Utama Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan Prof.Dr.dr.Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), FISR, FAPSR, saat ditemui Wartakotalive.Com di RSUP Persahabatan, Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (16/8/2023). (Wartakotalive/Yulianto)

Apa saran yang bisa Anda berikan ke masyarakat untuk mengantisipasi dampak efek buruknya kualitas udara di Jakarta?

Nomor satu itu pemerintah harus menurunkan polutan karena itu yang terpenting. Penyebabnya bisa dari kendaraan, industri.

Harus dikontrol supaya polutan itu turun karena artinya bisa menurunkan risiko penyakitnya juga.

Untuk masyarakat, selalu memantau udara secara berkala setiap pagi kalau ingin beraktivitas di luar ruangan.

Bila wilayah (yang didatangi) sudah masuk kategori polusi yang tidak sehat, hindari. Kalau tidak bisa dihindari, jika keluar ruangan pakai kendaraan mobil misalnya atau angkutan tertutup, terus AC-nya dari dalam ke dalam diaturnya.

Kalau berjalan kaki atau naik sepeda atau naik sepeda motor, wajib pakai masker karena menggunakan masker itu dapat memproteksi partikel itu terhirup ke saluran napas.

Baca juga: Tekan Polusi Udara, Transjakarta Terapkan Retrofitting untuk Percepat Elektrifikasi Bus

Kemudian pastikan tubuh kita dalam kondisi bagus dan harus dijaga staminanya.

Semakin baik daya tahan tubuh kita, risiko terkena penyakit menjadi lebih sedikit meski bukan berarti nol.

Daya tahan berkaitan dengan cara istirahat, cukup minum, makannya bergizi, kemudian hindari aktivitas yang justru membuat memburuknya kondisi seperti merokok, minum alkohol. Selain itu perlu menjaga kualitas dalam ruangan.

Seringkali polusi itu dianggap di luar ruangan tapi yang paling penting itu dalam ruangan, di dalam tempat kerja, di dalam rumah, di sekolah, pastikan kualitas udaranya itu bersih.

Kenapa? Karena sebagian besar kehidupan lebih banyak di dalam ruangan bukan di luar ruangan, nah pastikan tidak ada polusi.

Kualitas udara bisa diukur pakai alat ukur, kalau dia tidak sehat masuk kualitas kurang bagus bisa menggunakan tanaman-tanaman yang menghisap polutan seperti lidah buaya yang diletakkan di dalam ruangan.

Lalu deteksi dini. Jika muncul keluhan pernapasan, segera ke dokter supaya tidak tambah buruk. Gejala ini bila diobati lebih dini lebih cepat sembuh.

Kalau telat datang ke dokter, akan bertambah parah. (m37)

 

Baca Wartakotalive.com berita lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved