Depo Plumpang

Kawasan Depo Plumpang Harus Ditata Ulang, Perlu Ada Buffer Zone hingga Hunian Vertikal

Pemerintah harus menata ulang kawasan Depo Plumpang, Jakarta Utara dengan pembangunan buffer zone atau daerah penyangga untuk keamanan lingkungan.

Istimewa
Warga Kecamatan Koja, Jakarta Utara dilanda kepanikan dampak Depo Plumpang Pertamina meledak, Jumat (3/3/2022). Pemerintah harus menata ulang kawasan Depo Plumpang, Jakarta Utara dengan pembangunan buffer zone atau daerah penyangga untuk keamanan lingkungan. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Pemerintah dinilai harus menata ulang kawasan Depo Plumpang, Jakarta Utara yang kini padat permukiman.

Berkaca pada kebakaran hebat pada 3 Maret 2023 lalu, harusnya pembangunan buffer zone atau daerah penyangga untuk keamanan lingkungan dapat segera dilakukan.

Direktur Eksekutif Pusat Studi Perkotaan Nirwono Yoga mengatakan, saatnya pemerintah menata ulang kawasan Depo Plumpang sebagai objek penting nasional yang harus dilindungi negara.

Dengan padat permukiman warga di sekitar Depo yang melanggar tata ruang, harusnya ditertibkan dan ditata kembali.

Baca juga: Kebakaran Depo Pertamina Plumpang, Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Diperiksa Bareskrim

“Tetapkan jarak aman ideal objek penting tersebut dan membenahi permukiman padat menjadi kawasan hunian vertikal terpadu,” ujar Nirwono yang dikutip pada Senin (31/7/2023).

Menurutnya, pembangunan depo BBM di Plumpang yang berjarak 5 km dari Pelabuhan Tanjung Priok sejatinya sudah sesuai Rencana Induk Djakarta 1965-1985.

Saat itu di sekitar depo masih tanah kosong dan rawa (sekarang dikenal Rawa Badak), dan tidak ada permukiman.

“Dalam Rencana Umum Tata Ruang DKI Jakarta 1985-2005 pun keberadaan Depo Plumpang masih dipertahankan dan dilindungi sebagai fasilitas penting nasional,” kata Nirwono.

Baca juga: Pengemudi Fortuner Maut yang Tewaskan 3 Penumpang di Plumpang Ternyata Mahasiswa 19 Tahun

Dia menyebut, keberadaan depo berskala besar tentu memancing kedatangan para pekerja dan pendukung kebutuhan pekerja.

Mulai dari warung makan, tempat tinggal sementara atau indekos, warung/kios/pasar yang menjamur.

“Perlahan tapi pasti membentuk permukiman ilegal dan legal yang memadati ke arah depo dan sekitar, terutama pada periode 1985-1998 dan 2000-sekarang,” ucapnya.

Nirwono mengatakan, pelanggaran mulai terjadi ketika pengendalian dan penertiban pemanfaatan ruang di sekitar depo terus dibiarkan Pemerintah DKI Jakarta.

Bahkan, kata dia, justru diputihkan atau diakui dan dilegalkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah/RTRW DKI Jakarta 2000-2010 dan RTRW DKI Jakarta 2010-2030.

Jika pertimbangan utamanya adalah depo tersebut sangat penting untuk distribusi BBM nasional dan demi keamanan serta keselamatan warga, harusnya tidak ada alasan penolakan untuk penataan ulang kawasan depo dan sekitar.

Padahal upaya ini telah direncanakan sejak awal dulu dan sudah benar. Karena itu, dia menanggap pemerintah perlu segera memastikan rencana penataan ulang kawasan depo dan sekitar. 

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved