Berita Karawang

Guru PAUD Kanthi Rahayu Jadi 'Tumbal' Sengketa Tanah, Pengacara: Keterangan Saksi Berbeda dengan BAP

Seorang guru PAUD, Kanthi Rahayu (48), terdakwa kasus pemalsuan surat, diduga kuat jadi 'tumbal' dalam kasus sengketa lahan di PN Karawang

Penulis: Muhammad Azzam | Editor: Budi Sam Law Malau
Wartakotalive.com/ Muhammad Azzam
Guru PAUD, Kanthi Rahayu terdakwa kasus pemalsuan surat diduga jadi tumbal kasus sengketa lahan di Karawang. 

WARTAKOTALIVE.COM, KARAWANG -- Seorang guru PAUD, Kanthi Rahayu (48), terdakwa kasus pemalsuan surat, kembali menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Karawang pada Senin (26/6/2023).

Agenda sidang masih keterangan saksi dari pihak jaksa dalam perkara pemalusan surat kematian dengan terdakwa Kanthi.

Total sudah ada sembilan saksi dari 19 saksi yang rencananya akan dihadirkan.

Akan tetapi, Kuasa hukum terdakwa, Eva Nur Fadilah menyebut dari sembilan saksi yang telah dihadirkan telah ditemukan banyak sekali keterangan-keterangan berbeda.

"Dari saksi di muka persidangan yang berbeda dengan pemeriksaan oleh penyidik saat BAP," kata Eva saat dikonfirmasi pada Senin (26/6/2023).

Dirinya sebagai kuasa hukum sejak persidangan pekan lalu juga sudah meminta majelis hakim menghadirkan saksi verbalisan.

Baca juga: Pengusaha Surabaya Diduga Terjerat Kasus Penipuan dan Pemalsuan Surat, Kerugian Capai Rp 400 Miliar

Karena dari saksi-saksi memberikan keterangan berbeda.

Saksi verbalisan yakni saksi dari pihak Penyidik Kepolisian yang dihadirkan oleh JPU atau Hakim, yang mana saksi tersebut bersangkutan dengan suatu perkara.

"Akhirnya ketua majelis memerintahkan JPU untuk menghadirkan saksi Verbalisan," beber dia.

Menurutnya, keputusan majelis hakim memerintahkan JPU untuk menghadirkan saksi verbal lisan sangat tepat.

Apalagi berkaitan dengan kesaksian saksi Kokom dan saksi Yudiana mantan kades yang sangat berkaitan erat dengan kronologis yang ada di dakwaan.

"Saksi Kokom dan mantan kades ini kan yang tahu ketika proses pengajuan pembuatan surat kematian oleh cucu ahli waris dan sangat penting memberikan kesaksian," ungkapnya.

Ia menjelaskan, perbedaan keterangan saat BAP bahwa Kokom menerangkan bahwa saudara Ucu Suratman datang ke kantor desa dan langsung bertemu dengan Kanthi.

Baca juga: Pemalsuan Surat Izin Edar Alat Kesehatan, Polda Metro Periksa Dirut PT WPM 

Lalu, Kanthi datang menghampiri saudara Kokom dan menyerahkan blanko surat kematian yang sudah diisi oleh tulisan tangan untuk di register oleh Kokom.

Sedangan di muka persidangan, Kokom menerangkan bahwa saudara Ucu datang ke desa dan bertemu dengan Kokom.

Lalu Kokom memberikan blanko surat kematian dan di isi oleh Ucu. Setelah itu Kokom mengisi nomor register, titimangsa. Kemudian blanko itu diserahkan ke Kanthi untuk ditandatangani.

"Artinya Bu Kanthi hanya menjalankan pelayanan saja dan tidak langsung bertemu dengan saudara Ucu," katanya.

Menangis

Sebelumnya, seorang guru PAUD, Kanthi Rahayu (48) tak kuasa tahan tangis saat menjalani sidang di Pengadilan Negeri Karawang pada Kamis (22/6/2023).

Ia menangis karena mendapatkan dukungan rekan sesama guru, orangtua murid hingga teman-temannya.

Kanthi sendiri menjadi terdakwa pemalsuan surat dengan didakwa Pasal 263 KUHP junto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana, ancaman hukuman enam tahun penjara.

Saat ini proses persidangan masih tahap pemberian keterangan saksi dari jaksa penuntut. Sidang hari ini juga ditunda karena saksi yang dihadirkan tidak datang.

Kuasa hukum terdakwa, Eva Nur Fadilah menjelaskan, kronologi awalnya saat itu kliennya masih menjabat sebagai sekretaris desa (sekdes) Dawuan Barat.

Pada 7 Desember 2016, ada seorang bernama Ucu Suratman meminta dibuatkan surat kematian neneknya atas nama Usni.

Baca juga: Ditanya soal Anak Buahnya yang Terlibat Pemalsuan Surat Jual-beli Tanah, Wali Kota Depok Bungkam

Ternyata surat kematian itu digunakan ahli waris guna kepentingan urusan tanah seluas 5 haktare yang sedang beperkara di pengadilan.

Ahli waris itu menang atas perkara tersebut dan membuat pihak yang mengaku telah membeli lahan itu ke Usni langsung kalah dan merasa dirugikan.

Sehingga tahun 2019 Kanthi dilaporkan kepada pihak Kepolisian atas pemalsuan surat kematian.

"Di sini kan posisinya bu Kanthi tidak tahu apa-apa, ada datang ke desa sebagai cucunya minta dibuatkan surat kematian neneknya. Neneknya benar meninggal, artinya pemalsuannya dimana," beber dia.

Menurutnya, Kanthi ini menjadi kambing hitam atau tumbal dari rebutan lahan. Apalagi, di sini Kanthi tidak mendapatkan apapun dari perkara antara ahli waris dan pihak pembeli.

Baca juga: Terdakwa Kasus Dugaan Pemalsuan Surat Tanah Milik TNI AL Dituntut Delapan Bulan Penjara

Kanthi hanya menjalankan tugasnya melayani masyarakat sebagai aparat desa. Seharusnya orang yang memberikan keterangan yang dianggap memalsukan dokumen.

"Jika dianggap lalai, di sini (desa) tidak ada SOP baku tentang pelayanan surat kematian. Kami juga sudah tanyakan di DPMD (Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa) Karawang tidak bisa jelaskan dan tunjukkan," jelas dia.

Maka Eva menegaskan kembali bahwa Kanthi diduga menjadi kambing hitam atau tumbal dalam perkara perselisihan atau rebutan atas hak tanah.

Pasalnya, ia menduga nantinya putusan dari Pengadilan Negeri Karawang atas Kanthi yang persidangannya masih berlangsung ini akan digunakan untuk bukti baru dalam upaya Peninjauan Kembali (PK) gugutan perdata soal lahan 5 hektare yang ketika itu kalah karena ada surat kematian. (MAZ) 

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved