Pinjaman Online

Kisah Septiani Terjerat Pinjol Ilegal demi Biayai Sekolah Anak, Stress Diteror Debt Collector

Septiani memilih menghiraukan ancaman dari oknum untuk menagih tagihan miliknya di akun jasa pinjol tersebut.

|
Penulis: Rendy Rutama | Editor: Feryanto Hadi
Warta Kota/Rendy Rutama Putra
Septiani (33) menceritakan pengalamannya saat terlilit pinjol ilegal 

Laporan wartawan Wartakotalive.com, Rendy Rutama Putra

WARTAKOTALIVE.COM, KARANGSATRIA - Beban orangtua tidaklah ringan.

Selain membesarkan anak, mereka ingin menantarkan sang anak menuju gerbang kesuksesan.

Salah satunya dengan mendorong pendidikan sang anak

Namun, seiring mewujudkan harapan itu, kerap kali adanya hambatan yang membuat orangtua harus mencari solusi.

Salah satunya hambatan dari segi ekonomi.

Kini, beberapa layanan aplikasi online, maupun jasa, nampak menerima pelayanan Pinjaman Online (Pinjol) dengan tawaran yang tentu menggiurkan.

Baca juga: Hadapi Tahun Ajaran Baru 2023, Banyak Orangtua Daftar Pinjol Buat Biaya Sekolah Anak

Lantas, pinjol pun kini menjadi tenar dan dijadikan alternatif solusi beberapa masyarakat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi tersebut.

Septiani (33) contohnya, wanita yang tinggal di kawasan Karangsatria, Kabupaten Bekasi ini mengaku memanfaatkan pinjol guna menutupi kebutuhan pendidikan anak semata wayangnya.

Mengingat, anaknya yang kini duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) kawasan Karangsatria ini diketahui tengah memasuki fase ajaran baru 2023.

"Untuk anak sekolah saya gunakan pinjol saat ini untuk anak sekolah, untuk beli buku, untuk seragam, itu masih harus bayar, kan masih SD di kawasan Karang Satria," kata Septiani saat ditemui Wartakota secara ekslusif di Jalan mawar 1, kelurahan Karangsatria, Kabupaten Bekasi, Minggu (11/6/2023).

Dirinya pun menjelaskan memilih pinjol guna menutupi kebutuhan sekolah anak karena prosesnya yang cepat.

Berbeda dengan alternatif lain, seperti jasa gadai, yang memakan waktu proses hingga berhari - hari.

Baca juga: 1.485 Pasutri di Depok Ajukan Gugatan Cerai, Suami Kecanduan Game Sampai Pinjol jadi Biang Keladi

Selain itu, persyaratan yang mudah pun juga dijelaskannya menjadi faktor ia memilih pinjol.

"Saya memilih pinjol karena kalau di tempat lain kita harus butuh jaminan, dan saya juga tidak ada usaha, kalau di tempat lain itu harus ada usaha harus ada jaminan, kalau pinjol hanya KTP kan, terus pencairan pinjol itu cepat, paling lama 30 menit, paling cepatnya itu 10 menit juga udah cair," jelasnya.

Saat pertama kali memanfaatkan pinjol, Septi mengaku sempat meminta pencairan hingga Rp 3 juta untuk nominal yang terbesar.

Namun, ia juga menceritakan proses memanfaatkan pinjol diawal ia mengenal, kerap membuatnya terlilit tagihan dengan bunga selangit

Sebab ia menilai terdapat beragam jasa pinjol, dan belum memahami klasifikasi ilegal maupun legal.

"Saya kan awal-awal itu minjam pinjol untuk kebutuhan, terus masuk ke sini-sini saya gali lobang tutup lobang juga, bingung bayarnya gimana," imbuhnya.

Selanjutnya, ia berinisiatif mencari informasi di internet, dan baru mengetahui adanya status pinjol ilegal juga legal.

Rupanya, terdapat beragam juga pelayanan konsultasi terkait pinjol tersebut, sehingga dirinya bergegas menghampiri tempat pelayanan tersebut guna mendapatkan solusi.

Usai melakukan konsultasi, Septiani merasa terbantu.

Baca juga: Ekslusif: Penyesalan Pendeta Christian Tobing Bunuh Icha hingga Julukan Abang Mutilasi di Rutan

Sebab pinjol yang ia pilih saat itu rupanya ilegal.

Ia pun memilih menghiraukan ancaman dari oknum untuk menagih tagihan miliknya di akun jasa pinjol tersebut.

Akhir penjelasannya, ia pun berpesan kepada masyarakat untuk dapat pintar memilih aplikasi atau jasa pinjol jika ingin dimanfaatkan.

"Sebelumnya saya juga panik karena ancaman tagihan karena saya berat buat bayar. Setelah konsultasi ke CV   saya jadi paham dan sudah diberikan arahan kalau yang ilegal memang sudah seharusnya tidak dilakukan," pungkasnya.

Komentar pengamat

Pinjaman online (pinjol) kini menjadi salah satu 'jalan ninja' bagi sebagian orang yang ingin mengajukan pinjaman.

Tidak seperti layanan pinjaman konvensional yang ditawarkan bank atau koperasi, berbagai fintech menawarkan produk pinjol yang dapat diajukan dengan sangat mudah dan tanpa persyaratan yang rumit.

Layanan mendapatkan pinjaman dana dengan cepat dan mudah membuat banyak orang tergiur memanfaatkan jasa layanan pinjol untuk memenuhi kebutuhan, termasuk membeli keperluan sekolah anak menjelang tahun ajaran baru.

Momen tahun ajaran baru sekolah menjadi masa dimana orangtua membutuhkan dana besar. 

Orangtua perlu mengeluarkan dana untuk mendaftar sekolah atau membeli perlengkapan seperti seragam, topi, buku, dan lain-lain. 

Orangtua dengan segala upaya memenuhi kebutuhan anak. Mulai dari meminjam ke bank, koperasi simpan pinjam, menggadaikan emas atau barang berharga, hingga mengakses pinjaman online

Melihat fenomena maraknya keluarga Indonesia terjerat pinjol untuk memenuhi kebutuhan sekolah anak, Pengamat Pendidikan dari Universitas Paramadina, Totok Amin Soefijanto, Ed.D menilai fenomena ini cukup memprihatinkan. 

Menurut pria yang juga sebagai dosen peneliti kebijakan publik dan pendidikan di Universitas Paramadina, bahwa pendidikan seharusnya tidak menjadi beban keluarga. 

Oleh sebab itu, pemerintah perlu menyediakan layanan pendidikan yang terjangkau bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Pengamat Pendidikan dan Dosen Peneliti Kebijakan Publik dan Pendidikan Universitas Paramadina, Totok Amin Soefijanto, Ed.D.
Pengamat Pendidikan dan Dosen Peneliti Kebijakan Publik dan Pendidikan Universitas Paramadina, Totok Amin Soefijanto, Ed.D. (istimewa)

“Pendidikan ini seharusnya tidak menjadi beban keluarga. Dari sisi pemerintah tentu harus memberikan atau membuat pendidikan itu tidak mahal, bisa terjangkau oleh masyarakat,” ujar Totok kepada Wartakotalive.com melalui sambungan telepon, beberapa waktu lalu.

Selain itu, Totok juga meminta kepada lembaga pendidikan terutama yang swasta untuk memberikan slot masuk bagi siswa dari keluarga yang tidak mampu.

“Jadi dari sisi penyelenggara pendidikan, concern memberikan slot kepada mereka yang tidak mampu. Sekarang kan banyak sekolah-sekolah unggulan swasta jangan diisi oleh orang2 kaya atau mereka yang mampu bayar tapi juga disediakan kesempatan untuk masyarakat yang kurang mampu, semacam tanggung jawab sosial,” ungkapnya.

Kembali lagi, Totok juga menilai pemerintah juga harus terus mensosialisasikan program bantuan pendidikan seperti Kartu Jakarta Pintar untuk skala Jakarta maupun program Kartu Indonesia Pintar untuk skala nasional.

“Pemerintah harus memikirkan biaya yang lainnya, mungkin kalau biaya sekolahnya gratis tapi kan siswa perlu seragam, perlu buku tulis, perlu buku pedoman sekolah, belum lagi uang transport, tapi itu sebenarnya sudah ditanggung dengan Kartu Jakarta Pintar kalau di Jakarta, mungkin di daerah lain bisa meniru pakai Kartu Indonesia Pintar,” ucapnya.

Literasi keuangan

Disisi lain, lanjut Totok, banyak keluarga Indonesia belum memiliki literasi keuangan yang baik, sehingga tidak menabung untuk menyiapkan dana keperluan anak sekolah.

“Dari sisi keluarga jangan konsumtif juga, sebaiknya sisihkan sebagian pendapatan untuk tabungan jadi masih banyak keluarga yang mungkin alasannya masih kurang, tapi gaya hidupnya mempengaruhi,” ujarnya.

“Misalnya banyak dari hasil riset yang menunjukkan pengeluaran keluarga di Indonesia itu lebih banyak didominasi oleh beli rokok sama pulsa (internet ponsel), nah itu perlu dipikirkan untuk bisa dikendalikan pengeluarannya,” jelas Totok.

Maka dari itu, Totok menilai pemerintah harus lebih gencar lagi menjelaskan tentang literasi keuangan kepada keluarga Indonesia.

“Jadi bagaimana sih mengelola keuangan keluarga supaya tidak terjerat pada rentenir dan pinjol, sebenarnya pinjol sama kayak rentenir, cuma pinjol kan lebih parah. Mereka nggak ngerti apa-apa, mereka pikirnya hanya yang paling cepat, terjangkau, paling bisa di akses kan memang pinjol ini,” sebutnya.

Jika pemahaman masyarakat tentang literasi keuangan masih rendah, maka fenomena seperti ini akan terus berulang setiap tahun ajaran baru. 

Maka sosialisasi tentang literasi keuangan kepada masyarakat harus terus dilakukan.

“Nah pemikiran ke depan yang terencana dan tata kelola keuangan yang baik itu sebenarnya mesti di sosialisasikan seluas-luasnya dan nggak bisa masyarakat dibiarkan tidak paham soal literasi keuangan,” ujar Totok.

Totok juga menyebut, sebenarnya setiap keluarga bisa mengantisipasi dana untuk kebutuhan sekolah anak dari tahun sebelumnya.

“Fenomena ini akan terus terjadi selama masyarakat atau banyak keluarga yang tidak paham literasi keuangan. Jadi jangan berpikir kebutuhan anak itu datang besok, tapi kan sebenarnya hal seperti ini bisa diantisipasi di tahun sebelumnya, seperti anaknya mau lulus itu kan bisa diantisipasi pengeluaran kebutuhannya  setahun sebelumnya,” ungkapnya.

Menurut Totok, untuk bisa menghentikan fenomena ini pemerintah perlu terus memberikan literasi keuangan kepada masyarakat Indonesia. 

Selain itu, ia juga memberikan tips untuk keluarga Indonesia dalam mengelola keuangan agar tidak terjerat pinjol untuk memenuhi kebutuhan sekolah anak.

“Tips dari saya semua keluarga harus dibiasakan menyisihkan pendapatannya, entah pendapat harian atau bulanan disisihkan untuk keperluan masa depan termasuk keperluan anak sekolah. Jadi jangan penerimaan harian atau bulanan dalam keluarga 100 persen dihabiskan, itu aja sih simple, sebaiknya sebagian pendapatan ditabung,” tandasnya. 

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved