Berita Jakarta

Bukan Warga Asli DKI, Rupanya Warga Bekasi, Depok, Tangerang yang Bikin Jakarta Macet Setiap Hari

Bukan Warga Asli DKI, Rupanya Warga Bekasi, Depok, Tangerang yang Bikin Jakarta Macet Setiap Hari

Penulis: Miftahul Munir | Editor: Dwi Rizki
Wartakotalive.com/ Ramadhan LQ
Kemacetan total di Jalan Gatot Subroto, Mampang, Jakarta Selatan 

WARTAKOTALIVE.COM, GAMBIR - Dinas Perhubungan DKI Jakarta terus berupaya mengurai kemacetan di ibu kota yang setiap hari bertambah kepadatannya.

Kepala Dinas (Kadis) Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo menjelaskan, pergerakan kendaraan pribadi dari wilayah penyangga ke Jakarta mengalami peningkatan setiap hari.

Warga dari wilayah Depok, Bekasi dan Tangerang yang mengendarai kendaraan pribadi katanya membuat Jakarta kian macet

"Iya cuman perlu dipahami pergerakan kendaraan pribadi ke Jakarta itu semakin cepat dan massif," kata Syafrin Jumat (16/6/2023).

Kemacetan bisa dilihat juga pada jalur tol dalam kota seperti kawasan Antasari, Jakarta Selatan menuju Sawangan, Depok terus terjadi kepadatan.

Kemudian di tol Becakayu, Bekasi sampai Kampung Melayu dan tol Cibitung ke Cilincing juga terjadi kepadatan kendaraan yang luar biasa.

Baca juga: Pimpinan Ponpes Al Zaitun Panji Gulmilang Sebut Al Quran Karangan Nabi Muhammad: Bukan Kalam Allah

Baca juga: Viral Richard Theodore Tes Kejujuran, Arie Kriting: Bro Tes Kejujuran di Sini Bro, Ini Ada Orang NTT

"Artinya kita lakukan managemen lalu lintas di beberapa titik kita lakukan penutupan rute, di beberapa lokasi kita implementasikan satu arah," jelasnya.

Menurut Syafrin, pihaknya bakal mengimplementasikan intellegen transport system (ITS) untuk mengurai kemacetan.

IST merupakan pengendali suatu sistem informasi menggunakan teknologi pemrosesan untuk memantau pergerakan barang dan orang di Jakarta.

"Sudah ada yang kita implementasi kan tahun ini, tentunya dengan implementasikan AI (Artifisial Intelegensi) ini untuk pengaturan disimpang yang sudah menerapkan itu relatif turun," ungkapnya.

Kurangi Macet, Politisi PSI Dukung Pemprov DKI Jakarta yang Ingin Terapkan WFH bagi Kantor Swasta

Sekretaris Fraksi PSI di DPRD DKI Jakarta William Aditya Sarana mengungkap, usulan pengaturan jam masuk kerja di DKI merupakan langkah yang bagus.

Upaya ini dilakukan untuk mengurai kemacetan yang biasa terjadi terutama saat jam sibuk seperti pagi dan sore hari.

“Idenya bagus tapi eksekusi dan pengawasannya akan sulit, ada ratusan kantor di Jakarta, kebijakannya akan terlalu kompleks untuk diawasi dan dilaksanakan,” kata William, Selasa (9/5/2023).

Baca juga: Ikut Kejebak Macet Gara-gara Gorong-gorong, Dedi Mulyadi Sentil Ridwan Kamil: Ampun Pamarentah

Menurut dia, pengaturan jam kerja hanya dilakukan saat masuk saja, dan para pekerja akan pulang di waktu yang hampir sama.

Karena itu, bisa dipastikan macet tetap terjadi karena mereka pulang di waktu yang sama.

Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta ini menilai kebijakan kerja dari rumah atau work form home (WFH) secara bergantian masih jadi solusi yang jitu untuk mengurai kemacetan.

William meminta Pemprov DKI Jakarta mulai mempertimbangkan usulan WFH secara bergantian di kantor-kantor kawasan Ibu Kota, agar tercipta pengurangan macet yang signifikan.

Baca juga: Biang Macet, Pemkot Depok Kesal pada Kemenhub yang tak Mau Perlebar Jalan Raya Sawangan

“Lebih baik kantor-kantor diimbau untuk kerja secara hybrid WFH dan WFO secara bergantian. Ketika ada yang WFH jalanan akan lebih lengang karena sebagian warga kerja di rumah,” jelas William.

Diketahui, Pemerintah DKI Jakarta masih menggodorok rencana pengaturan jam kerja di Ibu Kota.

Bahkan Dinas Perhubungan DKI Jakarta telah melakukan focus group discussion (FGD) untuk mempersiapkan rencana ini.

Kebijakan ini kemungkinan bisa berlaku bagi seluruh karyawan perkantoran di Ibu Kota.

Langkah ini diyakini bisa mengurangi tingkat kepadatan lalu lintas yang biasa terjadi di Jakarta, karena jam kerja yang masuk dan pulang secara bersamaan.

“Masalah jam kerja Dinas Perhubungan sedang melakukan FGD. Tergantung FGD, kita lihat,” ujar Heru saat meninjau Sungai Ciliwung di wilayah Rawajati, Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan pada Senin (8/5/2023).

Politisi PDIP Sebut Pembangunan Anies Baswedan di Jakarta Ngawur, Gilbert: Bikin Macet Parah

Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2012 Anies Baswedan harus meminta maaf karena dianggap salah menginterpretasikan pembangunan jalan di era Presiden Jokowi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Bakal calon presiden (Bacapres) dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan itu menyebut, pembangunan jalan di era SBY jauh lebih panjang dibanding era Jokowi.

“Heboh soal salah data tentang panjang jalan yang dibangun era Presiden SBY yang dikatakan Anies Baswedan lebih panjang dari yang dibangun Presiden Jokowi, tidak diikuti permintaan maaf Anies mau pun timnya,” kata Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah (Badiklatda) DPD PDI Perjuangan DKI Jakarta Prof Gilbert Simanjuntak, Sabtu (27/5/2023).

Menurut dia, Anies harusnya meminta maaf kepada publik termasuk kepada Presiden Jokowi, bukan menyalahkan media karena salah membaca data dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta ini menilai, harusnya Anies dan timnya memvalidasi data kembali sebelum disampaikan kepada muka publik di acara Milad ke-21 PKS di Senayan, Jakarta Pusat beberapa hari lalu.

“Sepatutnya Anies dan tim menggunakan akal sehat (common sense) soal berita tersebut, karena latar belakang sebagai peneliti yang menggunakan data tentu akan mempertanyakan dulu kesahihan (validitas) data tersebut,” jelasnya.

Baca juga: Laju Elektabilitas Anies Baswedan Lambat, Tim Delapan Tak Masalah

“Seakan Anies dan tim baru ada di negara ini, karena selama era Presiden SBY tidak ada berita soal kemajuan bermakna pembangunan jalan di Indonesia," ujarnya.

"Artinya menjadi aneh kalau langsung menggunakan data tersebut karena tidak sesuai akal sehat,” sambungnya.

Prof Gilbert mengatakan, Anies sendiri tidak patut menyatakan hal tersebut, karena yang dilakukan di Jakarta adalah mempersempit jalan dengan memperlebar trotoar dan mengambil jalan yang ada untuk jalur sepeda.

Sekarang kemacetan makin parah di Jakarta juga ada sumbangan kebijakan ngawur mempersempit jalan ini.

Baca juga: Demi Anies Baswedan, JK Rela Cipratkan Air ke Mukanya, Ini Kritik Pedas pada Presiden Jokowi

“Selain itu, yang dilakukan Anies di Jakarta adalah mengganti nama jalan, dan membangun tugu bamboo, sepeda dan sepatu," ujarnya.

"Terasa aneh, kenapa malah mempersoalkan pekerjaan orang lain dengan melihat negara, sedangkan diri sendiri tidak mampu bekerja untuk sebuah kota besar," imbuhnya.

"Pada saat berkata soal adu gagasan, menjadi aneh kalau melihat data saja ngawur dan tidak minta maaf,” tegas Gilbert.

Sebelumnya, bacapres dari Koalisi Perubahan dan Persatuan (KPP) Anies Baswedan menyebutkan, pembangunan jalan di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) lebih panjang dibandingkan era Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Politisi PDIP Gilbert Simanjuntak kesal dengan Anies Baswedan yang terkesan asal ngomong.
Politisi PDIP Gilbert Simanjuntak kesal dengan Anies Baswedan yang terkesan asal ngomong. (Istimewa)

Menanggapi hal tersebut, Dirjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Hedy Rahadian mengatakan, ada kesalahan dalam memahami data dari Badan Pusat Statistik (BPS).

“Yang disebut bahwa pembangunan jalan SBY lebih panjang dari zaman Jokowi, itu bukan itu maksud data BPS, jadi salah interpretasi data BPS,” ujarnya dikutip dari Kompas.com.

Dia menjelaskan, data BPS yang menjadi acuan pernyataan Anies tersebut menampilkan data berdasarkan status jalan dari jalan provinsi menjadi jalan nasional, bukan data pembangunan jalan baru.

Misalnya sekian kilometer jalan provinsi sudah dibangun sebelum era SBY, namun pada era SBY jalan provinsi tersebut berubah statusnya menjadi jalan nasional karena diterbitkan surat keputusan (SK) baru.

“Jadi status kewenangan jalan nasionalnya bertambah sekian belas ribu kilometer itu, itu adalah perubahan status dari jalan provinsi menjadi jalan nasional. Bukan pembangunan jalan baru,” jelasnya.

Sebagai informasi, Anies menyebut pembangunan jalan nasional selama era Jokowi hanya sekitar 500 kilometer (Km), sedangkan era SBY mampu membangun jalan nasional 20 kali lipat dari itu yakni sekitar 11.800 Km.

Dengan demikian, sebanyak 11.800 Km jalan nasional tersebut belum tentu berasal dari pembangunan jalan baru.

“Jadi ini waktu jaman SBY kan nambah jalan nasional, itu bukan hasil pembangunan kebanyakan, ada sih pembangunannya tapi sedikit. Jaman Jokowi juga sama, ada perubahan walau sedikit,” ungkapnya.

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved