Berita Nasional
Kasus Dugaan TPPU Rp349 Triliun di Kementerian Keuangan, Mahfud MD: Sebagian Sudah Ditindaklanjuti
Menko Polhukam RI Mahfud MD akui transaksi mencurigakan Rp349 triliun di lingkungan Kemenkeu RI sudah diselesaikan sebagian.
WARTAKOTALIVE.COM - Menko Polhukam RI Mahfud MD hadir dalam rapat bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa (11/4/2023).
Rapat tersebut turut dihadiri Menteri Keuangan (Menkeu) RI Sri Mulyani dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.
Rapat ini bahas kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) Rp349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI.
Mahfud MD akui, transaksi mencurigakan Rp349 triliun di lingkungan Kemenkeu RI yang saat ini masih jadi sorotan sudah sebagian diselesaikan Kemenkeu RI.
Baca juga: Walau Ikut Bantu Bongkar Kasus Dugaan TPPU Rp349 T, DPR Tetap Saja Diserang Rakyat: Enggak Dipercaya
Baca juga: Raffi Ahmad Tenang Diselidiki KPK Soal Kasus TPPU: Saya Punya Karyawan Mantunya Pak Rafael Alun
Baca juga: Rizky Billar Santai Meski Dikaitkan Sebagai Artis R yang Diduga Terlibat Perkara TPPU Rafael Alun
Transaksi mencurigakan Rp349 triliun itu, berdasarkan informasi dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Ditotal, ada 300 laporan hasil analisis (LHA) dari PPATK terhitung sejak 2009 hingga 2023.
Mahfud MD mengatakan, 300 LHA transaksi mencurigakan itu sudah disebar kepada Kemenkeu dan Aparat Penegak Hukum (APH).
Hasilnya, sebagiannya sudah diselesaikan oleh Kemenkeu RI.
"Dari 300 LHA/LHP yang diserahkan PPATK sejak tahun 2009 hingga tahun 2023 kepada Kemenkeu maupun kepada APH, sebagian sudah ditindaklanjuti,"
"Namun sebagian lainnya masih dalam proses penyelesaian baik oleh Kemenkeu maupun APH" ungkapnya Mahfud MD di rapat RDP bersama Komisi III DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (11/4/2023).
Mahfud MD menuturkan penyelesaian tersebut telah dilakukan oleh Kemenkeu RI sejak 2009 lalu.
Adapun para pelanggar pun telah dijatuhkan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Kemenkeu sudah menyelesaikan sebagian besar LHA/LHP yang terkait dengan tindakan administrasi terhadap pegawai atau aparatur sipil negara yang terbukti melanggar ketentuan UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN jo. PP Nomor 94 tahun 2021 tentang disiplin pegawai negeri sipil," pungkasnya.
DPR Tetap Diserang Rakyat
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI terus mendapat serangan dari masyarakat Indonesia.
Padahal, DPR RI sendiri mengklaim sudah ikut membantu membongkar kasus dugaan TPPU Rp349 Triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI.
Serangan dari raykat Indonesia pun dikeluhkan oleh DPR RI sendiri.
Demikian disampaikan Anggota Komisi III DPR RI Habiburokhman.
Menurutnya, lembaga legislatif diserang setelah rapat dengar pendapat (RDP) bersama Menkopolhukam RI Mahfud MD yang bahas dugaan TPPU Rp349 triliun pada Rabu (29/3/2023).
Menurutnya, banyak yang menyerang lembaga legislatif lantaran pertanyaan yang diajukan kepada Mahfud MD.
Pertanyaan yang diajukan dianggap mempertentangkan dengan Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.
Bahkan, kata dia, lembaga legislatif pun bakal belajar dengan awak media untuk memberikan pertanyaan yang tepat.
Apalagi, Mahfud MD nantinya bakal menggelar rapat bersama Komisi III DPR lagi pada Selasa besok.
"Saya mau nanya bagaimana model pertanyaannya. Kalau soal DPR mohon maaf ya, sebelum kita di sini sudah berbelas tahun memang apapun yang kita lakukan mudah sekali untuk diserang."
"Dan kalau dipertentangkan DPR dengan siapapun, pasti DPR enggak dipercaya. Itulah yang kita sedang lakukan upaya pembenahan," ujar Habiburokhman saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/4/2023).
Politikus Partai Gerindra ini membantah anggota DPR mempertentangkan pernyataan Mahfud MD.
Dia bilang, lembaga legislatif memiliki sikap yang sama untuk membongkar dugaan TPPU Rp 349 triliun tersebut.
"Saya pikir semua semangatnya sama ingin membongkar soal angka Rp349 triliun itu dan tindaklanjutnya seperti apa. Ada ngga teman-teman satu orang pun anggota komisi III yang tidak menginginkan tindak lanjut? Makanya kita kan bingung," jelasnya.
Namun begitu, kata dia, lembaga legislator terbuka untuk dikritik jika memiliki kesalahan.
Sebaliknya, pihaknya pun tak masalah jika nantinya seluruh data dugaan TPPU itu bakal dibuka di hadapan publik.
"Kita terbuka untuk dikritik. Tapi kalau harapan terkait Rp349 T itu mana? Satu anggota pun anggota DPR yang menyebut keberatan angka itu dibuka? bahkan ditindaklanjuti? semangatnya justru kita memanggil semua pihak supaya ini terang benderang jelas kepada publik dan ditindak lanjuti, dua hal. Terang benderang dan ditindaklanjuti secara hukum," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Komisi III DPR RI berencana kembali menggelar rapat membahas transaksi janggal Rp 349 Triliun pada pekan depan, atau sebelum memasuki masa reses.
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani ungkap, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani akan hadir.
Bahkan, hingga Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana terkonfirmasi bakal menghadiri rapat tersebut.
"Insyaallah sih infonya semua sudah mengonfirmasi akan hadir," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (5/4/2023).
Arsul mengatakan tidak menutup kemungkinan dibentuk panitia khusus (pansus) setelah rapat pekan depan selesai.
Namun yang jelas, Komisi III DPR ingin bongkar permasalahan ratusan triliun transaksi janggal yang terjadi di lingkungan Kementerian Keuangan.
"Keinginan kita semua itu, kasusnya itu bisa dibongkar diurai tentu secara proporsional," ujar Arsul.
"Nah apakah untuk sampai ke sana itu perlu dorongan pansus atau tidak maka sekali lagi kita perlu nanti lihat apa yang akan terjadi di rapat, yang jelas pasti pansus itu opsi yang tidak boleh ditutup menurut saya," tandasnya.
Untuk diketahui, sebelumnya Komisi III sudah lebih dulu menggelar rapat kerja dengan Kepala PPATK pada 21 Maret 2023.
Kemudian, Komisi III menggelar rapat dengan Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dihadiri Mahfud MD dan Kepala PPATK pada 29 Maret 2023.
Namun Menkeu Sri Mulyani berhalangan hadir dalam rapat tersebut.
Mahfud MD Menanggapi Kabar PPATK Akan Dipolisikan karena Dituding Sebarkan Data TPPU
Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) berencana melaporkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Hal tersebut tak lepas usai PPATK disebut telah membocorkan dokumen TPPU yang akhir-akhir ini jadi perbincangan publik.
Rencana pelaporan ini disampaikan MAKI menindaklanjuti pernyataan Arteria terkait potensi pidana lantaran PPATK telah bocorkan dokumen TPPU yang akhir-akhir ini jadi perbincangan publik.
"Menindaklanjuti statement DPR yang menyatakan ada pidana yang disampaikan PPATK dalam rapat Komisi III kemarin, maka MAKI Minggu depan akan membuat laporan kepada kepolisian berkaitan dengan tindak lanjut apa yang dikatakan oleh Anggota Komisi III DPR tersebut bahwa proses yang dilakukan PPATK itu mengandung unsur pidana," ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada Kompas.com, Kamis (23/3/2023).
Boyamin mengeklaim rencana pelaporan ini justru upaya untuk membela PPATK.
Ia menegaskan, MAKI ingin memastikan kepada polisi bahwa tindakan PPATK justru sudah benar.
Boyamin mengaku memakai logika terbalik dalam membela PPATK.
"Kalau ini dikatakan tidak benar oleh DPR, maka saya mencoba dengan logika terbalik mengikuti arusnya DPR dengan melaporkan kepada Kepolisian dengan dugaan membuka rahasia sebagaimana Undang-Undang yang mengatur PPATK dan itu diancam pidana," papar Boyamin.
"Nanti saya akan minta kepolisian memanggil teman-teman DPR yang mengatakan pidana dan ini disertai dengan (data) yang mestinya DPR bisa sampaikan ke Kepolisian," ujarnya.
Ia juga menyakini bahwa apa yang dilakukan PPATK tidak termasuk pelanggaran hukum pidana.
Sebab, yang disampaikan adalah PPATK adalah hal yang global, tidak orang per orang dan tidak ada yang dirugikan satu orang pun.
"Ini lah bentuk logika terbalik saya, kemudian jika nanti kepolisian menyatakan tidak ada pidana apa yang dilakukan PPATK maka apa yang dikakukan PPATK itu benar," kata Boyamin.
Tanggapan Mahfud MD
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD berkomentar terkait hal tersebut.
Mahfud MD mengaku mengapresiasi rencana pelaporan itu.
"Ya enggak apa-apa, bagus. Enggak apa-apa," ujar Mahfud di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (25/3/2023).
Mahfud mengungkapkan, pada Rabu (29/3/2023), ia akan memenuhi undangan Komisi III DPR untuk membahas soal transaksi mencurigakan sebesar Rp 300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Pada saat itu, Mahfud dan pemerintah akan beradu logika mengenai persoalan transaksi mencurigakan dengan DPR.
"Uji logika dan uji kesetaraan juga. Jangan dibilang pemerintah itu bawahan DPR. Bukan," ungkapnya.
"Pokoknya Rabu saya datang, kemarin (anggota DPR) yang ngomong-ngomong agak keras itu supaya datang juga, biar imbang," tegas Mahfud.
Meski demikian, Mahfud mengaku belum menerima undangan dari DPR mengenai jadwal pertemuan itu.
"Enggak tahu, undangannya belum nyampai," tambahnya.
Sebelumnya, MAKI menyatakan akan melaporkan PPATK ke Bareskrim Polri pekan depan.
Sebelumnya Menko Polhukam Mahfud MD dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani terancam hukuman penjara selama empat tahun.
Hal itu karena Mahfud MD dan Sri Mulyani dianggap telah membocorkan soal adanya transaksi janggal di Kemenkeu yang jumlahnya mencapai Rp 349 Triliun.
Hal tersebut diungkapkan oleh Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan.
Arteria Dahlan mencecar Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana dalam Rapat Kerja (Raker) antara PPATK dengan Komisi III DPR RI di Komplek Parlemen Senayan, Tanah Abang, Jakarta Pusat pada Selasa (21/3/2023).
Dalam kesempatan tersebut, Arteria menanyakan soal sosok yang membocorkan laporan hasil analisis (LHA) PPATK ke DPR, terutama mengenai transaksi Rp349 triliun.
"Bagiannya yang ngebocorin bukan Pak Ivan Yustiavandana kan? Yang memberitakan macem-macem bukan dari mulutnya Pak Ivan kan?," tanya Arteria Dahlan kepada Ivan.
"Bukan-bukan," balas Ivan cepat.
Mendengar jawaban Ivan, Arteria kemudian membacakan Pasal 11 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
"Saya bacakan Pasal 11 pak, 'pejabat atau pegawai PPATK, penyidik atau penuntut umum, hakim dan setiap orang', setiap orang itu termasuk juga menteri, termasuk juga Menko pak!," tegas Arteria
"'Yang memperoleh dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut Undang-undang ini wajib merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut'," lanjutnya.
Merujuk Pasal 11 UU Nomor 8 Tahun 2010, setiap orang yang membocorkan dokumen atau keterangan terkait TPPU ditegaskannya dapat dipidana empat tahun penjara.
"Sanksinya pak! Sanksinya, setiap orang itu dipidana dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Ini Undang-undangnya sama pak, ini serius," tegasnya.
Pernyataannya tersebut merujuk pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD soal temuan transaksi mencurigakan Rp300 triliun di Kemenkeu periode 2009-2023 merupakan indikasi dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada Jumat (10/3/2023).
Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani pun telah memaparkan 300 surat dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada Senin (20/3/2023).
Surat tersebut terkait nilai transaksi mencurigakan sebesar Rp349 triliun yang dikirimkan kepada pihaknya pada 13 Maret 2023.
Berikut isi lengkap Pasal 11 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU :
Ayat (1)
Pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, hakim, dan Setiap Orang yang memperoleh Dokumen atau keterangan dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut Undang-Undang ini wajib merahasiakan Dokumen atau keterangan tersebut, kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut Undang-Undang ini.
Ayat (2)
Setiap Orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.
Ayat (3)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut umum, dan hakim jika dilakukan dalam rangka memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Arteria Desak PPATK Serahkan Seluruh Laporan Hasil Analisis: TPPU Hilang, Jadi Duit
Anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan meminta kepada Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana untuk memberikan seluruh laporan hasil analisis (LHA) PPATK ke DPR, terutama mengenai transaksi Rp349 triliun.
"Saya minta semua LHA atau permintaan TPPU (tindak pidana pencucian uang) yang diberikan kepada PPATK oleh penyidik polisi maupun jaksa, laporin ke DPR," ucap Arteria Dahlan dikutip dari Antara.
Arteria Dahlan mengungkapkan kekhawatiran-nya terkait LHA milik PPATK yang disalahgunakan oleh lembaga atau kementerian tertentu ketika menegakkan hukum.
"Jangan semuanya TPPU-TPPU minta LHA. LHA-nya nggak dipakai, TPPU-nya hilang jadi duit," ucap Arteria.
Ia memaparkan bagaimana laporan hasil analisis PPATK dapat disalahgunakan oleh aparat penegak hukum, yakni dengan melakukan praktik jual-beli.
Meskipun laporan hasil analisis PPATK belum mengikat secara hukum, laporan tersebut memiliki kemampuan untuk buat seseorang merasa takut.
Untuk menghilangkan indikasi TPPU tersebut, Arteria mengatakan terdapat kemungkinan sosok yang terlibat untuk membayar pihak penyidik.
"LHA-nya dipakai jualan sama aparat penegak hukum. Sekarang, semua laporan, Pak, semuanya ujungnya plus TPPU. Mau hilangin TPPU-nya? Bayar," ucapnya.
Permintaan selaras juga diucapkan oleh anggota Komisi III DPR Hinca Panjaitan. Hinca juga meminta kepada PPATK untuk memberi laporan hasil analisis PPATK kepada DPR dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan.
"Saya, menggunakan hak saya melalui forum ini, meminta kepada PPATK, karena sudah gaduh ini, meminta laporan PPATK secara lengkap," ucap Hinca.
(Wartakotalive.com/BAS/Tribunnews.com/Igman Ibrahim/TribunSumsel.com)
TPPU Rp349 Triliun Kemenkeu
kasus TPPU Rp349 Triliun
Menko Polhukam Mahfud MD
Menteri Keuangan Sri Mulyani
Sri Mulyani Indrawati
tindak pidana pencucian uang
Kementerian Keuangan
Sri Mulyani
Mahfud MD
TPPU
| Purbaya Tahan Kenaikan Tarif Cukai jadi Sinyal Positif, Pengamat Singgung Kontraproduktif |
|
|---|
| Jokowi Disebut Kecewa Budi Arie Bermanuver Ingin Gabung Gerindra Hingga Dukung Prabowo |
|
|---|
| Muncul Kembali di Tanjung Priok, Ahmad Sahroni Siap Bangun Lagi Rumahnya yang Dijarah Massa |
|
|---|
| Ramai Soal Isu Gunakan Sumur Bor, BPKN Pastikan AMDK ini Benar Gunakan Air Pegunungan |
|
|---|
| Siap Tanggung Jawab, Begini Cara Prabowo Subianto Bayar Utang Kereta Cepat Jakarta Bandung 'Whoosh' |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/wartakota/foto/bank/originals/Menko-Polhukam-RI-Mahfud-MD-Rapat-TPPU-Komisi-III.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.