Berita Nasional
Mic Mendadak Mati saat Demokrat Interupsi di Sidang Paripurna, Puan Maharani Sahkan Perpu Ciptaker
Hinca Pandjaitan maju menyampaikan sikap FPD dalam Rapat Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023
Penulis: Feryanto Hadi | Editor: Feryanto Hadi
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA-- Fraksi Partai Demokrat (FPD) DPR RI kembali menginterupsi rapat paripurna dan menyatakan penolakan terhadap pengesahan Perppu Ciptaker menjadi undang-undang.
Hinca Pandjaitan maju menyampaikan sikap FPD dalam Rapat Paripurna DPR ke-19 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2022-2023, Selasa di ruang sidang di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat.
‘’Bismillahhirahmanirahim dan mengharap ridha Allah SWT, serta keberpihakan kepada rakyat Indonesia, maka dengan ini Fraksi Partai Demokrat menyatakan menolak Perppu No.2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja,’’ kata Hinca setelah menyampaikan berbagai catatan argumentatif terkait alasan penolakan.
Dalam interupsi ini, pimpinan sidang melalui Ketua DPR Puan Maharani hanya memberikan waktu limat menit kepada Hinca untuk menyampaikan pandangan.
Tapi belum sampai lima menit, mikrofon Hinca mati.
Saat itulah, anggota Komisi III itu menaikkan volume suaranya dan tetap membacakan pernyataan sikap dengan lantang dan tegas.
Baca juga: Tuai Banyak Protes, DPR Tetap Sahkan Perppu Cipker menjadi Undang-undang, PKS dan Demokrat Menolak
‘’Itu tidak masalah, mau dimatiin mic-nya atau tidak kami tetap bersuara. Ingat ya, Pasal 164 ayat (1) huruf b Tatib DPR bunyinya bahwa dalam pengambilan keputusan tingkat dua, fraksi dapat memberikan pernyataan persetujuan atau penolakan secara lisan. Itu pegangan kita menyampaikan pandangan,’’ kata Hinca, usai Paripurna.
Bagi Demokrat, ini merupakan bentuk konsistensi sikap sejak menyampaikan pandangan serupa pada Paripurna 2020.
Saat itu, FPD juga walk out dari ruang sidang sebagai bentuk penolakan atas disetujuinya RUU Cipta Kerja yang dianggap bukan hanya cacat secara formil, tetapi juga materil.
‘’Waktu itu kami tolak karena UU Cipta Kerja dibuat tergesa-gesa, tidak ada kegentingan yang membuatnya harus dibuat tergesa-gesa. Undang-undang ini juga berpotensi memberangus hak-hak buruh, prinsip keadilan di dalamnya juga harus dipertanyakan, dan proses pembahasannya kurang transparan dan akuntabel,’’ kata Hinca.
Akhirnya, kata Hinca, sikap kritis Partai Demokrat terbukti. Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan hasil uji materiil (judicial review) atas UU Cipta Kerja ini, sebagai “inkonstitusional bersyarat”. Putusan MK ini mengonfirmasi pandangan dan sikap Demokrat.
Ditambahkan, lahirnya undang-undang kontroversial ini mencerminkan kurang baiknya tata kelola pemerintahan.
Terbukti, UU Cipta Kerja prosesnya dilakukan grusa grusu, terburu buru dan kurang perhitungan.
Sehingga tidak mengherankan, jika Mahkamah Konstitusi akhirnya menyatakan UU Cipta Kerja sebagai produk yang inkonstitusional.
‘’Sayangnya, bukan diperbaiki, pemerintah malah meresponsnya secara sepihak dengan mengeluarkan Perppu Ciptaker,’’ kata Hinca.
Karena itulah, kata Hinca, Demokrat juga kemudian memberikan catatan khusus mengenai Perppu No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja ini, kami Fraksi Partai Demokrat. Pertama, keluarnya Perppu No 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dinilai tidak sesuai dengan Amar Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020, yang menghendaki pelibatan masyarakat dalam proses perbaikannya. Sejumlah elemen masyarakat sipil juga mengeluhkan terbatasnya akses terhadap materi UU selama proses revisi.
‘’Tidak tampak perbedaan signifikan antara isi Perppu ini dengan materi UU sebelumnya. Artinya, keluarnya Perppu Cipta Kerja ini adalah kelanjutan dari proses legislasi yang tidak aspiratif dan tidak partisipatif. Sehingga, esensi demokrasi diacuhkan. Hukum dibentuk untuk melayani kepentingan rakyat, bukan untuk melayani kepentingan elite,’’ kata Hinca.
Catatan kedua, Perppu Cipta Kerja bukan hanya tidak memenuhi aspek formalitas saja, namun juga cacat secara konstitusi dan bahkan dapat mencoreng konstitusi itu sendiri.
‘’Kami melihat tidak ada argumentasi yang rasional dari Pemerintah terkait penetapan kegentingan yang memaksa yang menjadi latarbelakang hadirnya Perppu ini. Sehingga kita perlu bertanya, apakah Perppu Cipta Kerja ini hadir karena ‘Kegentingan Memaksa’ atau ‘Kepentingan Penguasa’?’’
Ketiga, FPD menilai bahwa hadirnya Perppu Cipta kerja bukan solusi permasalahan ketidakpastian hukum dan ekonomi di Indonesia. Terbukti, pasca terbitnya Perppu ini, masyarakat dan kaum buruh masih berteriak dan menggugat lagi tentang skema upah minimum, aturan outsourcing, PKWT (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu), aturan PHK, TKA, skema cuti, dan lainnya.
‘’Yang dibutuhkan dalam UU Cipta Kerja adalah perbaikan, tidak hanya dari sisi proses formil namun juga perbaikan isi substansinya agar lebih berpihak kepada rakyat. Janganlah kita terjerumus ke dałam lubang yang sama,’’ papar Hinca.
Catatan keempat, Perppu Cipta Kerja mencerminkan bergesernya semangat Pancasila utamanya sila keadilan sosial (social justice) ke arah ekonomi yang kapitalistik dan mengarah neo-liberalistik.
Bahwa negara berkewajiban menghadirkan relasi Tripartit (pengusaha, pekerja, dan pemerintah) yang harmonis, untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkeadilan.
Menanggapi penerbitan Perppu sebagai tindak lanjut Putusan MK No.91/PUUXVIII/2020 dan argumentasi ihwal kegentingan yang memaksa, FPD menilai banyak hal yang harus dipertimbangkan kembali secara lebih mendalam dan komprehensif.
Mahkamah Konstitusi memberikan waktu dua tahun sejak putusan pada November 2021.
Baca juga: Diancam Tak Dipilih Gubernur Lagi, Ridwan Kamil Gerak Cepat, Akan Perbaiki 71 Ruas Jalan Rusak
Sehingga, proses pembentukan UU masih dapat dilaksanakan secara biasa atau normal sesuai dengan tata aturan dan prosedur sebagaimana diatur dalam UU No.13 Tahun 2022 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan agar dapat dilakukan pembahasan yang lebih utuh dan melibatkan berbagai stakeholders yang berkepentingan.
Akhirnya, kata Hinca, ‘’Sejak awal Fraksi Partai Demokrat menolak UU Cipta Kerja. Selama kami turun dan bertanya langsung kepada masyarakat, kami banyak mendengar jeritan kaum buruh di berbagai daerah. Bukan hanya karena isinya yang kurang berpihak pada tenaga kerja, tetapi juga karena pembuatan aturannya dilakukan grusa grusu. Alih-alih menciptakan lapangan kerja, angka pengangguran malah makin tinggi.’’
Resmi jadi Undang-undang
DPR RI resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
Pengesahan itu dilakukan dalam rapat paripurna DPR hari ini.
Pengesahan dilakukan di tengah masifnya penolakan yang dilakukan sejumlah kelompok masyarakat
“Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang?,” tanya Ketua DPR Puan Maharani saat rapat paripurna, Selasa (21/3) dikutip dari Kontan.
“Setuju,” jawab peserta sidang.
Sebelumnya, Wakil Ketua Badan Legislasi DPR M Nurdin memaparkan, pembahasan Perppu Cipta Kerja di DPR tidak tergesa-gesa. Karena pembahasan dapat diakses platform media sosial DPR. Selain itu, juga telah ada sosialisasi dari pemerintah mengenai Perppu Cipta Kerja.
Ketua Panja Pembahasan Perppu Cipta Kerja, Abdul Wahid menyampaikan, Baleg DPR menerima penugasan pembahasan Penetapan Perppu Cipta Kerja pada 14 Februari 2023.
Baca juga: Jejak Karier Yani Wahyu Purwoko, Wali Kota Jakbar yang Didepak Heru Budi, Dikenal Dekat dengan Anies
Setelah itu, Baleg DPR telah melakukan rapat kerja dengan pemerintah. Baleg DPR juga melakukan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan para pakar.
Adapun para pakar yang diundang antara lain, Prof Ahmad Ramli, Prof Nindyo Pramono, Prof Aidul Fitriciada Azhari, Dr Ahmad Redi, SH, MH. Lalu, Dr Ahmad SH, MH, Dzulfian Syafrian SE, Msc, Phd, Dr Raden Pardede, Dr Sofyan Djalil SH MALD, dan Reza Siregar.
Seperti diketahui, dalam rapat pengambilan keputusan tingkat I, terdapat 7 fraksi DPR yang menyetujui penerbitan Perppu Cipta Kerja. Yakni Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, dan PPP.
Sementara itu, terdapat 2 fraksi yang menolak yakni Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS.
Baca juga: Diancam Tak Dipilih Gubernur Lagi, Ridwan Kamil Gerak Cepat, Akan Perbaiki 71 Ruas Jalan Rusak
Poin yang Rugikan Pekerja versi Partai Buruh
Partai Buruh dan sejumlah elemennya menolak Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja sejak tahun 2020 silam.
Penolakan itu bukan tanpa alasan karena para buruh merasa Undang-undang baru tersebut berpihak pada perusahaan.
Presiden FSPMI, Riden Hatam Aziz mengatakan, ada sembilan point yang dianggap tidak berpihak pada kaum buruh.
Pertama soal hubungan kerja para buruh dengan perusahaan, kedua masalah upah yang diterima pekerja sangat rendah dengan biaya kehidupan.
"Ketiga tentang pesangon yang diterima juga renda," ucap Riden saat demo di depan DPR RI, Senin (13/3/2023).
Kemudian, jam kerja yang diberikan kaum buruh juga tidak sesuai dan tak ada penambahan uang lembur.
Kelima, adanya tenaga kerja asing juga menjadi masalah bagi kaum buruh dan warga negara Indonesia.
Banyak perusahaan yang mendatangkan tenaga kerja asing dengan upah yang cukup besar.
"Ketujuh tentang kontrak kerja, kedelapan tentang outsourcing, dan kesembilan berkurangnga hak cuti pekerja," jelasnya.
Baca juga: Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul Kaji Sisi Perlindungan HAM Pekerja dalam UU Cipta Kerja
Menurutnya, jika sembilan poin ini dihilangkan dalam Undang-undang atau digantikan oleh Omnibus Law maka ada ketimpangan yang dirasakan buruh.
Hatam pun menilai, Undang-undang yang efektif adalah UU nomor 13 tahun 2023 tentang ketenagakerjaan.
"Intinya ada kesimbangan saja bagi pekerja," kata Riden.
Baca juga: Pakar Sebut Jaksa Agung Semestinya Terapkan UU Cipta Kerja Dalam Kasus Duta Palma
Pria yang juga jabat Ketua Mahkamah Partai Buruh ini menilai, Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja berpihak kepada pemodal atau perusahaan.
Hal ini pun dapat dilihat ketika terjadi PHK, di mana para perusahaan memberukan uang pesangon sangat rendah dan tidak sesuai dengan masa kerja.
Kemudian, para pekerja juga statusnya tidak jelas karena sebagai karyawan kontrak, sebagai outsourcing dan harian lepas.

"Bahkan kerjanya bisa berjam-jam, lima jam dibayar, kadang dua jam baru dibayar tidak ada kepastian, makanya sikap kita tegas," terang Riden.
Selain menolak Undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law, para buruh juga menolak RUU Kesehatan.
Kemudian, para buruh meminta agar DPR RI mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).
Menurut Ketua Umum Partai Buruh, Said Iqbal, buruh tidak mau kecolongam dengan pengesahan Undang-undang tersebut dalam rapat Paripurna.
Oleh karena itu, ribuan buruh bakal melakukan aksi unjuk rasa di depan DPR RI hari ini.
"DPR ini sebenarnya mewakili siapa? Mewakili rakyat atau pemilik modal (perusahaan)," terangnya.
AHY kritik Jokowi
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), menanggapi perihal terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja.
AHY mengatakan, bahwa beleid itu harusnya muncul, jika situasi sedang genting.
"Saya tegaskan kembali bahwa Partai Demokrat menolak dikeluarkannya Perppu Cipta Kerja, Perppu seharusnya hanya digunakan untuk keadaan genting dan memaksa," ujar AHY di Kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta Pusat, Kamis (12/1/2023).
AHY menilai, saat ini tidak ada situasi genting, Karenanya, Partai Demokrat meminta pemerintah untuk kembali berpikir jernih terkait Perppu tersebut.
"Hukum dibentuk untuk melayani kepentingan rakyat, bukan untuk melayani kepentingan segelintir golongan, Jangan sampai kepentingan bisnis tertentu mengalahkan kepentingan hajat hidup yang lebih besar," ujar AHY.
Baca juga: Puluhan Ribu Buruh Bakal Geruduk Jokowi di Istana Negara, Polisi Waspadai Ada Penunggang Gelap
AHY memastikan, Perppu Ciptaker berdampak pada kondisi sosial-politik, lingkungan dan ekonomi masyarakat.
Ia pun mendorong, agar pemerintah dapat menempatkan kepentingan rakyat, termasuk para buruh dan pekerja di atas kepentingan golongan.
"Jadi wajar jika banyak elemen masyarakat sipil yang juga tidak setuju, menilai langkah ini sebagai pembangkangan dan pengkhianatan terhadap konstitusi," kata AHY.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News
Ini Perintah Presiden pada Kapolri setelah Banyak Aksi Unjuk Rasa Berujung Anarkis di Indonesia |
![]() |
---|
Prabowo Subianto Didesak Copot Kapolri Usai Kematian Affan Kurniawan |
![]() |
---|
Diorkestrasi Mahasiswa Indonesia, Restoran 'Kelapa Gading' Hadir di London |
![]() |
---|
Ahok Tunjuk DPR RI Sebagai Biang Keladi Kematian Affan Kurniawan |
![]() |
---|
Gelar Program Perempuan Berdaya di Lapas, Sandiaga Uno: Ciptakan Lapangan Kerja Pascabebas |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.