Guru Besar Hukum UNS: Tiga Tahun Jelang Diberlakukan, KUHP Nasional harus Gencar Disosialisasikan

Pembentuk KUHP ini layak diapresiasi sebagai pembaruan norma dan sistem hukum pidana nasional.

Editor: Mohamad Yusuf
Istimewa
Sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, di Hotel Mercure Pontianak, Kalbar, Rabu (18/01/2023). 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Meski tidak langsung berlaku, KUHP baru untuk menggantikan KUHP peninggalan kolonial Belanda telah resmi diundangkan.

Disetujui oleh DPR pada 6 Desember 2022, KUHP baru masuk ke lembar negara pada 2 Januari 2023 sebagai UU Nomor 1/ 2023 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Menurut Guru Besar Hukum Universitas Negeri Semarang, Prof Dr R Benny Riyanto SH MHum CN, tenggang waktu tiga tahun jelang diberlakukan, KUHP nasional harus gencar disosialisasikan.

Baca juga: Digelar di Unan Padang, Sosialisasi KUHP Baru Diharap Bisa Hindari Kesalahan Persepsi

Baca juga: Pro Kontra KUHP Baru yang Tertinggal Dua Abad, Bagir Manan: UU Khusus Singkirkan UU Umum

Pembentuk KUHP ini layak diapresiasi sebagai pembaruan norma dan sistem hukum pidana nasional.

Menurutnya, KUHP nasional ini sangat futuristik; karena memuat norma yg dapat menjangkau kebutuhan hukum di masa yg akan datang.

Contohnya pada Pasal 188 diatur bahwa yang bisa diancam pidana bukan hanya mereka yang menyebarkan atau mengembangkan ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme, tetapi juga paham lain yang bertentangan dengan Pancasila.

"Jadi yang dimaksud 'paham lain' tersebut bisa diartikan paham ideologi apapun yg bertentangan dengan Pancasila pada saat ini maupun yg akan datang. Ini termasuk hal baru yang perlu kita apresiasi, di mana dalam KUHP WvS (peninggalan kolonial Belanda) tidak ada," papar Prof Benny dalam keterangan tertulisnya, Rabu (18/01/2023).

KUHP nasional ini, lanjutnya, juga mencantumkan rumusan tindak pidana baru, asli Indonesia yang lain, seperti tindak pidana seseorang yang menyatakan dirinya punya kekuatan gaib yang dapat mencederai orang lain, sehingga dapat menimbulkan tindak pidana baru (penipuan, pemerasan).

Juga tindak pidana yang terkait kumpul kebo atau kohabitasi.

"Walaupun diatur bersamaan dengan perzinahan, tapi ini tindak pidana asli Indonesia karena istilah 'kumpul kebo' hanya dikenal di negara kita, dan ini bertentangan dengan nilai-nilai moral dan budaya bangsa kita," ujar Prof Benny.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof Topo Santoso SH MH, KUHP baru mengandung banyak kelebihan.

Antara lain lebih mencerminkan nilai dan norma Indonesia sebagai negara berdaulat serta lebih sesuai dengan zaman modern.

Baca juga: DPRD Kota Bogor Sampaikan Aspirasi Mahasiswa Tolak Pengesahan KUHP ke Pemerintah

Baca juga: Tuntut Cabut Pengesahan KUHP di Gedung DPR RI, Ketua BEM UI: Ada Pasal Karet dan Kontroversial

Hal ini karena KUHP baru ini disusun oleh bangsa sendiri di era modern yang sudah sangat jauh berkembang dibanding saat KUHP kolonial disusun seratusan tahun lalu.

Contoh sederhananya, KUHP lama sebenarnya masih menggunakan bahasa Belanda dan diberlakukan di Indonesia dalam beberapa versi terjemahan.

“Kita memiliki tingkat kepastian hukum yang lebih tinggi dibanding KUHP lama buatan kolonial, dimana sekarang menggunakan bahasa Indonesia. KUHP baru ini juga lebih jelas dalam berbagai hal, lebih sistematis, dan telah mengadopsi berbagai perkembangan teknologi informasi, ekonomi, budaya, dan masyarakat,” jelas Prof Topo.

Sumber: Warta Kota
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved