Berita Jakarta
Anggap Demokrasi Mati, Massa BEM SI Tabur Bunga di Atas Replika Pocong dengan Foto Mirip Jokowi
Yuza Agusti mengatakan, aksi tersebut dilakukan sebagai buntut dari disahkannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Feryanto Hadi
Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Nuri Yatul Hikmah
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA PUSAT – Aksi simbolik mahasiswa yang menyuarakan tentang matinya demokrasi di Indonesia, ditutup dengan prosesi tabur bunga di atas replika mayat.
Aksi tersebut dilakukan di depan Istana Negara, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (20/12/2022).
Pantauan Wartakotalive.com di lokasi sekira pukul 17.47 WIB, sejumlah mahasiswa yang mendekarasikan #Jokowiotoriter, melakukan aksi sekaligus prosesi pemakaman demokrasi.
Adapun demokrasi yang dimaksud adalah replika mayat yang terbungkus kain kafan.
Sebelumnya, replika tersebut sudah disiapkan di dalam keranda berikut papan nisan bertuliskan 'Demokrasi Wafat 6 Desember 2022'.
Baca juga: Massa dari BEM SI Datangi Istana Negara, Tumpangi Kuda dan Bawa Keranda, Kirabkan Jokowi Otoriter
Kemudian, keranda berisikan replika mayat tersebut dibawa ke tengah-tengah aksi massa dan ditaburkan bunga.
Sebelum penaburan tersebut, mereka menyanyikan lagu Darah Juang, berpuisi, serta berteater guna menggambarkan matinya demokrasi di Indonesia.
Ketua Aliansi BEM Seluruh Indonesia (SI), Yuza Agusti mengatakan, aksi tersebut dilakukan sebagai buntut dari disahkannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurutnya, proses penetapan KUHP hanya berporos pada kalangan elit dan politik saja.
Serta prosesnya, dijalankan secara terburu-buru.
Baca juga: Aksi Ribuan Mahasiswa Tolak RKUHP Ditutup dengan Bakar Spanduk di Pagar Gedung DPR RI
Padahal, keberadaan RKUHP masih kontroversial di muka publik.
Hal tersebut, kata Yuza, semakin memperkuat adanya dugaan bahwa RKUHP merupakan proyek politik kekuasaan.
"Dalam prakteknya, malah ditemukan banyak upaya penyalahgunaan kekuasaan demi kepentingan politik tertentu. Tentunya itu termasuk indikasi otoriter," ujar Yuza saat ditemui di depan Istana Negara, Selasa (20/12/2022).
Kirab naik kuda
Pantauan Wartakotalive.com di lokasi sekira pukul 16.00 WIB, massa aksi melakukan kirab dari Jalan Medan Merdeka Selatan menuju depan Istana Negara.
Mereka membawa sebuah delman yang kepalanya ditempelkan foto Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Massa dari BEM SI Datangi Istana Negara, Tumpangi Kuda dan Bawa Keranda, Kirabkan Jokowi Otoriter
Sementara para penumpangnya, membawa kertas bertuliskan Oligarki.
Adapun di belakang delman tersebut, beberapa mahasiswa menggotong keranda berisikan replika mayat yang terbungkus kain kafan.
Selain itu, mereka juga membawa papan nisan berwarna hitam bertuliskan 'Demokrasi Wafat 6 Desember 2022'.
Baca juga: Projo Sebut Rakyat Ingin Jokowi Presiden Seumur Hidup, PDIP: Aspirasi Konyol, Melecehkan Konstitusi
Massa aksi juga membawa bendera kuning sebagai tanda matinya demokrasi.
Yuza Agusti mengatakan, gelaran aksi tersebut dilakukan guna menggambarkan bagaimana Jokowi bertindak otoriter terhadap rakyatnya.
Menurut Yuza, ini adalah buntut dari disahkannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Selasa (6/12/2022) lalu.
"Kami coba jadikan Jokowi otoriter. Jokowi sudah mengesahkan KUHP kemarin padahal pada 2019, sudah dibilang ditunda," ujar Yuza
Menurutnya, aksi tersebut merupakan bentuk simbolisasi dan sebuah seni mengkritik secara sarkas.
Baca juga: Angkat Tema Kegagalan 8 Tahun Jokowi, BEM SI Sindir Biaya Pembangunan Era Jokowi dari Duit Utang
Baca juga: Hartanya yang Mencapai Rp 23,8 Miliar Jadi Sorotan, Kepala Satpol PP DKI: Ada Kesalahan Ngisi Data
"Kami coba bawa simbolik ini (kuda dan keranda). Jadi kuda, delman ini memang menandakan bagaimana cara kepemimpinan Jokowi yang sebenarnya gitu," ujar Yuza.
"Bukan dia sendiri yang menjalankan, ternyata oligarki yang ada di belakangnya. Dan ada sangat banyak ternyata," sambungnya.
Selain itu, kata Yuza, dibawanya mayat merupakan gambaran bahwa demokrasi di Indonesia sudah benar-benar mati.
"Sebenarnya untuk gambar Jokowi, itu sebagai gambaran saja. Tapi untuk secara umumnya, memang demokrasi sudah mati," kata Yuza.
Untuk informasi, aksi simbolik hari ini diikuti oleh 100 peserta dari 20 kampus di Indonesia.
Selain delman, keranda berisi mayat, papan nisan, dan bendera kuning, massa aksi juga membawa spanduk besar bertuliskan 'Jokowi Otoriter'.
Oleh karenanya, Yuza menyuarakan lima pernyataan sikap sebagai perwakilan Aliansi BEM seluruh Indonesia, di antaranya:
1. Memeringatkan pemerintah bahwa Indonesia adalah negara hukum dan pemerintahan terkait pada konstitusi;
2. Tolak dan batalkan pengesahan KUHP;
3. Hapus pasal-pasal bermasalah dalam KUHP;
4. Berikan jaminan kepastian hukum dengan asas hukum yang berkeadilan, guna terwujudnya penegakan hukum yang tidak tumpang tindih; dan
5. Hentikan praktik-praktik yang bersifat otoritarian dan junjung kembali demokrasi.
Adapun aksi simbolik tersebut bubar sekira pukul 17.30 WIB.
Jokowi ke Nganjuk
Sementara itu, di hari yang sama saat mahasiswa melakukan demonstrasi, Presiden Jokowi meresmikan Bendungan Semantok, di Nganjuk, Jawa Timur.
Bendungan ke-30 yang diresmikan itu menjadi bendungan terbesar di Asia Tenggara.
Peresmian Bendungan Semantok ditayangkan dalam Youtube Sekretariat Presiden Selasa (20/12/2022).
Dalam keterangannya, Jokowi mengatakan bahwa Bendungan Semantok ialah bendungan ke-30 yang telah dibangun pemerintah. Bendungan tersebut sudah dibangun sejak tahun 2017 lalu.
Pembangunannya menghabiskan dana sekira Rp2,5 triliun.
Luas Bendungan Semantok mencapai 365 hektar. Kapasitas air pada Bendungan Semantok mencapai 36 juta meter kubik.
Air di Bendungan Semantok nantinya bisa mengairi 1900 hektar sawah di kawasan Nganjuk dan Jawa Timur.
“Bendungan ini dibangun 2017 dan habiskan uang Rp2,5 triliun, kapasitas bendungan 36 juta meter kubik dengan luas genangan 365 hektar yang akan mengairi sawah 1900 hektar,” jelas Jokowi saat peresmian.
Baca juga: VIDEO : Ini Pesan Penting Presiden Jokowi untuk Panglima TNI Laksamana Yudo Margono
Jokowi berharap, pembangunan Bendungan Semantok bisa menyejahterakan petani dan membuat Indonesia swasembada beras.
Sebab, dengan adanya bendungan dipercaya panen akan semakin lancar dan berlimpah.
Bukan hanya itu, kawasan-kawasan yang sebelumnya tidak bisa dijadikan sawah juga akan bisa ditanami padi dan tanaman karena adanya bendungan tersebut.
Diketahui sejak tahun 2015 pemerintah menargetkan membangun 60an bendungan di seluruh Indonesia.
Diharapkan, hingga tahun 2024, target pembangunan 60 bendungan yang tersebar di seluruh Indonesia bisa tercapai.
Kata Jokowi, ambisinya membangun bendungan ialah karena air merupakan kunci dari pertanian, listrik, dan pariwisata.
“Kita harapkan bendungan ini bisa bermanfaat bagi petani Nganjuk khususnya dan Jawa Timur umumnya,” harap Jokowi.
