Polisi Tembak Polisi
Romli Atmasasmita Kritisi Wahyu Imam Sebut Kuat Maruf Buta Tuli: Bahasa Itu Kode Etik Hakim
Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, Prof Romli Atmasasmita mengkritisi Hakim Wahyu yang tangani kasus Brigadir J
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, Prof Romli Atmasasmita mengkritisi Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menangani perkara kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, dengan terdakwa Ferdy Sambo dan lainnya.
Hakim Wahyu Imam Santoso telah dilaporkan dugaan pelanggaran kode etik oleh terdakw Kuat Maruf ke Komisi Yudisial (KY).
Sebab, Hakim Wahyu telah menyebut Kuat Maruf buta, tuli dan bohong saat memberikan kesaksian untuk terdakwa Richard Elizier alias Bharada E.
Dalam Undang-Undang, kata Romli, hakim tidak boleh berpihak untuk mengambil kesimpulan sebelum sidang selesai, tidak boleh tanya menyimpulkan apalagi bilang bohong kepada saksi dalam persidangan.
“Itu enggak boleh, bisu, tuli itu enggak boleh. Bahasa-bahasa itu bahasa kode etik hakim. Ada pedoman perilaku hakim, hakim itu harus sopan santun tidak boleh melanggar privacy seseorang terdakwa atau saksi, itu tidak boleh,” kata Romli saat dihubungi wartawan pada Minggu, 11 Desember 2022.
Baca juga: Dilaporkan Kuat Maruf ke Komisi Yudisial, Besok Hakim Wahyu Tetap Akan Pimpin Sidang Ferdy Sambo
Jadi, Romli meminta hakim harus betul-betul menjaga lisannya dan hati-hati meskipun kesal dengan keterangan saksi maupun terdakwa.
Namun, kata dia, hakim harus bisa menahan diri jangan sampai menimbulkan kesan tidak suka dengan saksi atau terdakwa.
“Kita paham orang kan kesel ada batasnya ya kan, tapi nahan diri lah. Jangan terkesan oleh semua yang dengar, melihat, hakim ini enggak suka. Dia harus obyektif, ngatur strategi bagaimana seseorang ditanya dia terus terang. Itu kelihaian hakim disana membuat seseorang yang ditanya mau berterus terang. Tapi tidak dengan kata-kata kasar,” ujarnya.
Menurut dia, hakim harus memahami bahwa tidak semua saksi yang diperiksa dalam persidangan itu memiliki pengetahuan atau pendidikan yang sama.
Sehingga, saksi yang berpendidikan rendah tidak akan paham mendengar pertanyaan-pertanyaan orang pinter atau berpendidikan tinggi.
“Makanya Kuat atau siapa, pak jaksa tanya jangan cepet-cepet saya tidak tangkap, saya tidak paham, bagus itu terus terang. Dia enggak ngerti apalagi masalah hukum, itu harus disadari oleh semua pihak,” jelas dia.
Dengan begitu, Romli menduga hakim tersebut telah melanggar kode etik yang perlu diberikan sanksi meskipun sanksi administratif.
Baca juga: Kuat Maruf Marah Besar Dianggap Buta dan Tuli, Laporkan Hakim Wahyu ke Komisi Yudisial
Tentu, kata dia, Komisi Yudisial bisa berembuk dengan Mahkamah Agung untuk menindaklanjuti laporan Kuat Maruf.

“Hukuman administratif, bisa saja ditelusuri oleh KY. KY berembuk dengan Mahkamah Agung dan terbukti makanya sanksinya administratif. Akhirnya dia bisa dicopot jadi hakim. Masa sudah melanggar kode etik harus tetap pimpin sampai selesai, kan engga bisa. Harus ada sanksi,” pungkasnya.
LPSK Cabut Hak Perlindungan, Icad Tak Dapatkan Perlakuan Khusus Selama Mendekam di Rutan Bareskrim |
![]() |
---|
LPSK Cabut Perlindungan Richard, Reza Indragiri: Masih Jadi Napi Apa yang Pantas Dibagikan ? |
![]() |
---|
Pakar: Meski JC, Bharada E Harus Sadar Dirinya Pendosa Bukan Selebritas Apalagi Pahlawan |
![]() |
---|
LPSK Kecewa Bharada E Ingkari Kesepakatan setelah Menang: Setuju tak Berhubungan dengan Pihak lain |
![]() |
---|
H-1 Wawancara Richard Eliezer dengan Kompas TV, Ronny Klaim Telah Berkomunikasi dengan LPSK |
![]() |
---|