Memilih Damai

Bukan soal Identitas, Anies Disenangi karena Prestasinya, Ganjar Merakyat, Prabowo Dianggap Tegas

Yohan menegaskan apabila dilihat dari trend kepemimpinan dari tahun ke tahun, memang tidak ada dimensi sosiologis yang begitu menguat.

Editor: Feryanto Hadi
Istimewa
Kolae Anies Baswedan, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto 

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Leonardus Wical Zelena Arga

WARTAKOTALIVE.COM, KEBAYORAN BARU - Peneliti Litbang Kompas, Yohan Wahyu menegaskan bahwa pemilihan pemimpin di Indonesia bukan berdasarkan kedekatan identitas.

Kedekatan identitas yang dimaksud Yohan adalah agama, suku, atau hal-hal yang lainnya.

Hal tersebut disampaikan saat Talkshow Series Memilih Damai dengan tema 'Membedah Genealogi Presiden dari Masa ke Masa'.

Diketahui, talkshow digelar di Auditorium Arifin Panigoro, Universitas Al-Azhar Indonesia, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (8/12/2022).

"Terkait dengan hasil survei kepemimpinan nasional, masih didominasi dengan nama-nama yang selama ini juga beredar di lembaga survei yang lain ya," ujar Yohan dalam pemaparannya.

Baca juga: Prabowo, Ganjar dan Anies Konsisten Pimpin Hasil Survei, Begini Analisa Peneliti Litbang Kompas

Yohan menyebutkan nama seperti Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan memang menjadi tiga nama yang menguasai 60 persen lebih total suara responden. 

Artinya di bawah tiga nama tersebut, memang banyak nama-nama yang bermunculan, tapi selisihnya cuku

"Bahkan survei Kompas menyebutkan kenapa milih Prabowo, Ganjar, atau Anies, itu tidak ada yang menjawab karena sama agamanya atau karena sama sukunya," ucap Yohan.

Ia mencontohkan, Ganjar dipilih karena merakyat. Prabowo dipilih karena tegas.

Lalu, Anies dipilih karena kinerjanya, dan mungkin karena asosiasi Gubernur DKI saat itu. 

Baca juga: Bocor Rencana Penghadangan Anies Baswedan di Makassar, 10 Ribu Relawan Siap Kawal

Yohan menegaskan apabila dilihat dari trend kepemimpinan dari tahun ke tahun, memang tidak ada dimensi sosiologis yang begitu menguat.

Namun demikian, ia menyadari ke depan di masa mendatang, perilaku pemilih di Indonesia memang lebih banyak digerakkan oleh sentimen sosiologi. 

"Jadi kalau ditanya suka atau enggak sama pemimpin itu, ya suka saja. Kalau ditanya alasannya apa, kadang bingung juga," jelas Yohan.

Hal tersebut menandakan dimensi psikologi akan banyak bermain ketika pemilih menentukan pilihannya dengan program kerja.

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved