Banjir Jakarta
Pemkot Jakarta Timur Berbesar Hati Lihat Waduk Wirajasa, Menjadi Solusi Banjir di Cipinang Melayu
Pemkot Jakarta Timur sedikit lega atas kehadiran Waduk Wirajasa karena diharap mampu menhatasi banjir di Cipinang Melayu.
Penulis: Rendy Rutama | Editor: Valentino Verry
Salah satu pagu indikatif juga mengalami perubahan, yaitu penanggulangan banjir yang awalnya Rp 2,3 triliun menjadi Rp 3,72 triliun.

“Sebagai salah satu target prioritas 2023, pengendalian banjir difokuskan penanganannya dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang terdapat pada beberapa organisasi perangkat daerah (OPD),” jelasnya.
Thopaz mengatakan, penambahan anggaran itu menurut Pemprov DKI akan diperuntukan guna pembangunan tanggul pengaman pantai dan muara sungai.
Kemudian, pengadaan tanah untuk normalisasi sungai, hingga pengembangan sistem pemantauan banjir.
Selain itu, terdapat pagu indikatif yang mengalami pengurangan nilai. Salah satunya penanganan kemacetan dari Rp 9,3 triliun kini mengalami restrukturisasi menjadi Rp 8,5 triliun atau dikurangi Rp 800 miliar.
“Dengan jumlah pagu tersebut, Pemprov DKI harus bisa menyelaraskan dengan program dan rencana kerja yang disiapkan sesuiai situasi di lapangan untuk menuntaskan kemacetan Jakarta yang makin tinggi dengan jumlah laju kendaraan pribadi cenderung meningkat setiap tahun,” jelasnya.
Dengan jumlah anggaran sesuai pagu tersebut, kata Thopaz, Pemprov DKI Jakarta dituntut mampu membuat terobosan untuk memperluas jangkauan dalam mengurai kemacetan.
Pemerintah juga harus meningkatkan kualitas pelayanan transportasi publik yang mudah, cepat, modern dan ramah lingkungan sehingga diharapkan pengguna kendaraan pribadi dapat beralih ke transportasi umum.
Seperti diketahui, Pansus Banjir DPRD DKI Jakarta memberikan sejumlah poin rekomendasi untuk menuntaskan masalah banjir Ibu Kota.
Dalam rekomendasinya, Pansus Banjir DPRD DKI Jakarta meminta Pemerintah DKI memperbarui masterplan tata ruang Jakarta, mengingat konsep yang digunakan saat ini sudah terlalu usang yaitu pada tahun 1973.
Padahal jika melihat kondisi pemanfaatan ruang dan lahan yang ada saat ini, sudah jauh berubah dengan kondisi tata ruang di tahun 1973.
Contoh sederhananya dari pemanfaatan RTH dan RTB pada tahun 1977 masih berada di angka 79,66 persen, dan ruang wilayah terbangun saat itu berada di angka 20,34 persen.
“Setelah Tahun 2015, RTH dan RTB di DKI berada di angka 9,15 persen dan pemanfaatan ruang terbangun meningkat menjadi 90,85 persen,” Ketua Pansus Banjir DPRD DKI Jakarta Zita Anjani.
Rekomendasi kedua, Zita mendorong Pemprov DKI memperhatikan sistem peringatan dan evakuasi dini.
Sebab, banyak kerugian material yang disebabkan dalam peristiwa banjir khususnya pada pergantian tahun 2019 ke 2020 beberapa waktu lalu.