Fakta Persidangan Ungkap Wilmar Sudah Penuhi DMO Minyak Goreng
Jaksa pada Kejaksaan Agung (Kejagung) mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO)
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan kasus dugaan suap minyak goreng di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, berlangsung pada Selasa (20/9/2022) beragendakan keterangan saksi.
Empat orang saksi yang hadir dari Kementerian Perdagangan menjelaskan soal beberapa perubahan syarat penerbitan Persetujuan Ekspor (PE) minyak goreng.
Diantara syarat itu adalah kewajiban memenuhi Domestic Market Obligation (DMO) alias kewajiban pemenuhan kebutuhan dalam negeri.
Berdasarkan keterangan saksi Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan, Farid Amir, penerbitan Persetujuan Ekspor (PE) untuk Wilmar Nabati sudah sesuai dengan ketentuan perundang undangan dan memenuhi syarat yang ditetapkan.
"Karena PT. Wilmar Nabati Indonesia sudah memenuhi syarat DMO 20 persen tersebut," katanya.
Kuasa Hukum Master Parulian Tumanggor (MPT), Juniver Girsang menjelaskan dalam persidangan telah disampaikan oleh saksi dari Kementerian Perdagangan bahwa kliennya sudah memenuhi syarat DMO sebagaimana yang ditentukan.
"Mengenai kewajiban pengusaha ini sudah dilaksanakan, kami dari Wilmar punya bukti bahwa DMO sudah dipenuhi," tuturnya.
Baca juga: Gubernur Jawa Tengah Dorong Perguruan Tinggi Edukasi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Kelautan
Salah satu yang dipermasalahkan pihak Wilmar dan produsen CPO adalah persentase DMO yang berubah, awalnya 20 persen dari total produksi, kemudian berubah kembali menjadi 30 persen. Hal ini, kata Juniver, mengakibatkan produsen dan pengusaha menjadi korban kebijakan.
Juniver berharap dalam pemeriksaan lanjutan saksi-saksi, akan lebih terbuka lagi. "Jelas bahwa pengusaha (PT Wilmar) sudah menjalankan DMO, dan mereka belum mendapatkan hak mendapat ekspor. Lalu berubah peraturan lagi. Kami akan buktikan, kami tinggal menagih hak kami, karena ekspor belum terlaksana, peraturan berubah lagi," tuturnya.
Baca juga: Anies Baswedan Bertemu dengan Para Pimpinan Ormas, Saiful Pastikan Tidak Ada Unsur Dukungan Capres
Sementara, saksi Faarid Amir, mengungkap soal pemenuhan kewajiban pasar domestik atau DMO itu. Ihwal adanya kewajiban ini dibahas dalam rapat yang digelar pada 14 Februari 2022.
"Mekanisme di rapat tersebut disampaikan terkait komitmen perusahaan produsen CPO untuk dapat menyalurkan CPO dengan komitmennya ditentukan dalam rapat tersebut," ujar Farid.
Dia mengatakan, dalam rapat tersebut penasihat kebijakan/analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI) Lin Che Wei sempat mengusulkan agar DMO 20 persen hanya melalui diskresi menteri perdagangan.
Seperti diketahui, Jaksa pada Kejaksaan Agung (Kejagung) mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).
Baca juga: Saat Mendiang Cendikiawan Muslim Azyumardi Azra Diantar Para Tokoh Bangsa
Kelima terdakwa adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI Indra Sari Wisnu Wardhana dan Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor.
Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, Penasihat Kebijakan/Analis pada Independent Research & Advisory Indonesia (IRAI), dan Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.
Dengan putusan ini, Majelis Hakim memerintahkan jaksa untuk melanjutkan pembuktian terkait perkara yang menjerat lima terdakwa tersebut.
"Memerintahkan penuntut umum untuk melanjutkan pemeriksaan atas perkara terdakwa," hakim ketua Liliek Prisbawono Adi dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, Selasa (13/9/2022).
Dalam kasus ini, mantan Dirjen Daglu didakwa melakukan dugaan perbuatan melawan hukum dalam menerbitkan izin ekspor CPO atau minyak sawit mentah.
Tindakan Wisnu memberikan persetujuan ekspor (PE) juga diduga telah memperkaya orang lain maupun korporasi. Menurut Jaksa, perbuatan itu dilakukan secara bersama-sama dengan empat terdakwa lainnya. Akibatnya, timbul kerugian sekitar Rp 18,3 triliun.
Kerugian tersebut merupakan jumlah total dari kerugian negara sebesar Rp 6.047.645.700.000 dan kerugian ekonomi sebesar Rp 12.312053.298.925.
“Merugikan keuangan negara sejumlah Rp 6.047.645.700.000 dan merugikan perekonomian negara sejumlah Rp 12.312.053.298.925,” kata Jaksa saat membacakan dakwaannya.
Lebih lanjut, Jaksa menyebut, dari perhitungan kerugian negara sebesar Rp 6 triliun, negara menanggung beban kerugian Rp 2.952.526.912.294,45 atau Rp 2,9 triliun.
Artikel ini telah tayang di kompas.com dengan judul Sidang Kasus Minyak Goreng, Jaksa Hadirkan Direktur Ekspor hingga Analis Perdagangan Kemendag
