Penyuapnya Meninggal, Mardani Maming Jadi Tersangka Tunggal Kasus Suap dan Gratifikasi IUP
Dalam proses suap-menyuap, seharusnya ada pihak yang dijerat sebagai tersangka pemberi suap.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming, sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pemberian izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Ia dijadikan sebagai tersangka penerima suap dalam perkara itu.
Dalam proses suap-menyuap, seharusnya ada pihak yang dijerat sebagai tersangka pemberi suap.
Baca juga: Mardani Maming Bisa Jadi Pengurus PBNU Lagi Jika Divonis Tidak Bersalah
Namun, KPK hanya menjadikan Mardani Maming sebagai tersangka tunggal, hal itu lantaran penyuap Mardani Maming telah meninggal dunia.
"Dalam paparan ekspose itu ternyata pemberinya Henry Soetio selaku pengendali PT PCN (Prolindo Cipta Nusantara) sudah meninggal."
"Jadi pemberinya sudah meninggal," ungkap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/7/2022) malam.
Baca juga: Waketum PPP Ungkap Bakal Ada Partai Non Parlemen Gabung Koalisi Indonesia Bersatu
Alex menyebut, Henry merupakan pihak pemberi suap kepada Maming dalam kasus ini.
Akan tetapi, Henry bebas dari proses hukum karena sudah meninggal dunia.
Kendati tanpa menetapkan tersangka penerima suap, KPK percaya diri kasus ini bisa ditangani.
Baca juga: Polisi Kantongi Identitas Pengedit Profil Kapolda Metro Jaya di Wikipedia
Lembaga antirasuah itu mengklaim memiliki banyak bukti dalam menangani kasus tersebut.
"Dan perkara ini sebetulnya ada irisan dengan perkara yang ditangani oleh Kejaksaan Agung, menyangkut kepala dinas pertambangan dan energi," beber Alex.
KPK menahan Maming selama 20 hari pertama hingga 16 Agustus mendatang, di Rutan KPK cabang Pomdam Jaya Guntur.
Konstruksi Perkara
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan bekas Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi pemberian izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengurai konstruksi perkara yang menjerat politisi PDIP tersebut.
Alex mengatakan, Maming yang menjabat Bupati Tanah Bumbu periode 2010-2015 dan 2016-2018, memiliki wewenang memberikan persetujuan izin usaha pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) di wilayah Pemkab Tanah Bumbu, Kalsel.
"Di tahun 2010, salah satu pihak swasta, yaitu Henry Soetio selaku pengendali PT PCN (Prolindo Cipta Nusantara), bermaksud untuk memperoleh IUP OP milik PT BKPL (Bangun Karya Pratama Lestari) seluas 370 hektare."
"Yang berlokasi di Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan," ucap Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/7/2022) malam.
Kata Alex, agar proses pengajuan peralihan IUP OP bisa segera mendapatkan persetujuan Maming, Henry Soetio diduga juga melakukan pendekatan dan meminta bantuan kepada Maming selaku bupati, agar bisa memperlancar proses peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN.
Baca juga: Ikut Awasi Autopsi Ulang Jasad Brigadir Yosua, Kompolnas Yakin Hasilnya Bakal Valid
Menanggapi keinginan Henry Soetio, diawal tahun 2011, KPK menduga Maming mempertemukan Henry Soetio dengan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo, yang saat itu menjabat Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Tanah Bumbu.
"Dalam pertemuan tersebut, MM (Mardani H Maming) diduga memerintahkan Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo agar membantu dan memperlancar pengajuan IUP OP dari Henry Soetio," jelas Alex.
Selanjutnya di Bulan Juni 2011, lanjut Alex, surat keputusan (SK) Maming selaku bupati tentang IUP OP terkait peralihan dari PT BKPL ke PT PCN ditandatangani Maming.
Baca juga: Polisi Kantongi Identitas Pengedit Profil Kapolda Metro Jaya di Wikipedia
KPK menduga ada beberapa kelengkapan administrasi dokumen yang sengaja di-backdate (dibuat tanggal mundur), dan tanpa bubuhan paraf dari beberapa pejabat yang berwenang.
Menurut lembaga antirasuah itu, peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN diduga melanggar ketentuan pasal 93 ayat (1) UU 4/2009.
Pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain.
Baca juga: Waketum PPP Ungkap Bakal Ada Partai Non Parlemen Gabung Koalisi Indonesia Bersatu
MM juga meminta Henry Soetio agar mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan untuk menunjang aktivitas operasional pertambangan, dan diduga usaha pengelolaan pelabuhan dimonopoli PT ATU (Angsana Terminal Utama), perusahaan milik MM.
KPK menengarai PT ATU dan beberapa perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan, adalah perusahaan fiktif yang sengaja dibentuk Maming untuk mengolah dan melakukan usaha pertambangan, hingga membangun pelabuhan di Kabupaten Tanah Bumbu.
"Ada pun perusahan-perusahaan tersebut susunan direksi dan pemegang sahamnya masih berafiliasi dan dikelola pihak keluarga MM, dengan kendali perusahaan tetap dilakukan oleh MM," sebut Alex.
Baca juga: Mardani Maming Bisa Jadi Pengurus PBNU Lagi Jika Divonis Tidak Bersalah
Di tahun 2012, ujar Alex, PT ATU mulai melaksanakan operasional usaha membangun pelabuhan dalam kurun waktu 2012-2014, dengan sumber uang seluruhnya dari Henry Soetio, di mana pemberiannya melalui permodalan dan pembiayaan operasional PT ATU.
KPK mensinyalir telah terjadi beberapa kali pemberian sejumlah uang dari Henry Soetio pada Maming melalui beberapa perantaraan orang kepercayaannya dan atau beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Maming.
Yang kemudian dalam aktivitasnya dibungkus dalam formalisme perjanjian kerja sama underlying, guna memayungi adanya dugaan aliran uang dari PT PCN melalui beberapa perusahaan yang terafiliasi dengan Maming tersebut.
Baca juga: Napoleon Mengaku Salah Lumuri Wajah M Kece Pakai Kotoran, Siap Terima Hukuman Apa Pun
"Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer rekening dengan jumlah sekitar Rp104,3 miliar dalam kurun waktu 2014 sampai dengan 2020," ungkap Alex.
Atas perbuatannya, Mardani Maming disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (Ilham Rian Pratama)